Jalanan Boleh Ganas, Kesadaran Tak Boleh Lunas: Begini Cara Pengendara Motor Indonesia Pilih Baju Zirah

Jalanan Boleh Ganas, Kesadaran Tak Boleh Lunas: Begini Cara Pengendara Motor Indonesia Pilih Baju Zirah

Otomotif | sindonews | Rabu, 20 Agustus 2025 - 11:31
share

Dua sisi mata uang yang kontras tersaji di jalanan Indonesia. Di satu sisi, ada angka yang merisaukan: 3,69 juta unit motor baru memadati aspal hanya dalam tujuh bulan pertama tahun 2025. Angka ini diiringi oleh data kelam dari Korlantas Polri, di mana 110.731 kecelakaan sepeda motor terjadi dalam periode yang hampir bersamaan.

Namun di sisi lain, kesadaran akan keselamatan berkendara yang selama ini seolah terabaikan, kini mulai tumbuh subur di kalangan pengendara motor, terutama generasi baru. Mereka mulai menanggalkan kaos oblong dan beralih mengenakan "baju zirah" modern: perlengkapan berkendara yang layak.

Dari Kaos Oblong ke Jaket Berprotektor

Perubahan budaya ini dirasakan langsung oleh para pelaku industri. Arief R.B, Sales & Distribution Manager dari Prime Gears, menjadi saksi mata dari tren positif ini. Ia melihat pergeseran mental yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir.

"Sekarang, dari 2020-an ke sini lah ya, rider sudah mulai melek safety gear. Jadi sudah mulai pakai," ujar Arief dengan antusias. "Ya entah mau yang lokal atau premium, paling nggak mereka tuh sudah aware sama jaket yang emang benar buat riding."

"Jaket yang benar," menurut Arief, bukanlah sekadar jaket kain biasa. Ini adalah jaket khusus yang telah dilengkapi dengan protektor di titik-titik vital seperti siku, pundak, punggung, dan dada. Fungsinya jelas, untuk meminimalisir cedera fatal saat terjadi benturan.

Harga Keselamatan: Antara Produk Lokal dan Gengsi Impor

Dulu, perlengkapan berkendara yang aman identik dengan harga selangit. Namun, seiring tumbuhnya kesadaran, industri lokal pun bangkit menjawab kebutuhan. Kini, "baju zirah" tak lagi hanya milik mereka yang berdompet tebal.

Jaket riding lokal berkualitas dengan protektor lengkap kini bisa didapatkan dengan harga mulai dari Rp400 ribuan hingga Rp1,5 jutaan.

Bagi yang menginginkan gengsi dan teknologi dari merek impor, harganya tentu lebih tinggi, dimulai dari Rp2 jutaan ke atas.

Pilihan yang semakin beragam ini membuat keselamatan menjadi lebih terjangkau dan dapat diakses oleh lebih banyak kalangan.

'Risih' dan Godaan Helm Palsu

Meskipun revolusi ini berjalan, tantangan masih ada. Arief mengakui bahwa belum semua pengendara mau beralih sepenuhnya. Rasa "risih" atau tidak nyaman karena gerak yang sedikit terbatas masih menjadi alasan bagi sebagian orang."Walaupun memang nggak semuanya kan (pakai jaket riding berprotektor). Kadang kan mereka masih ada yang risih nih gitu. Tapi paling nggak buat pake jaket riding, mereka sudah mulai aware lah," tuturnya.

Tantangan terbesar lainnya adalah godaan helm palsu yang dijual sangat murah, terkadang hanya Rp50 ribuan. Arief dengan tegas memperingatkan bahayanya.

"Disarankan membeli helm lokal karena sudah melewati pengujian," katanya. Helm lokal berstandar SNI (Standar Nasional Indonesia) dengan harga mulai dari Rp250 ribuan adalah investasi kecil yang tak ternilai harganya untuk melindungi aset paling berharga: kepala kita. Stiker SNI bukan sekadar hiasan, melainkan jaminan bahwa helm tersebut telah lulus serangkaian tes benturan yang ketat.

Pada akhirnya, meski angka kecelakaan masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi kita semua, tumbuhnya kesadaran ini adalah sebuah kemenangan. Ini adalah langkah maju yang digerakkan dari bawah, oleh para pengendara itu sendiri. Sebuah pertanda dewasanya budaya berkendara di Indonesia, di mana keselamatan bukan lagi pilihan, melainkan sebuahkebanggaan.

Topik Menarik