Jebakan Maut Futuristik: Saat Pintu Canggih Tesla Cybertruck Menjadi Perangkap dalam Kobaran Api

Jebakan Maut Futuristik: Saat Pintu Canggih Tesla Cybertruck Menjadi Perangkap dalam Kobaran Api

Otomotif | sindonews | Sabtu, 9 Agustus 2025 - 19:42
share

Di atas kertas, Tesla Cybertruck adalah sebuah mahakarya dari masa depan. Bodinya yang terbuat dari baja tahan karat, desainnya yang radikal, dan tenaganya yang buas menjanjikan sebuah pengalaman berkendara yang tak tertandingi. Namun, di balik kemegahan inovasi itu, tersimpan sebuah kelemahan fatal yang mengubah mobil futuristik ini menjadi sebuah perangkap maut. Kelemahan itu terletak pada bagian yang paling mendasar: pintunya.

Pintu Cybertruck sepenuhnya dioperasikan secara elektrik. Dengan satu sentuhan tombol, pintu akan terbuka dengan mulus. Namun, apa yang terjadi jika sumber kehidupan mobil ini—listriknya—padam total, misalnya dalam sebuah kecelakaan hebat? Jawabannya adalah sebuah skenario mimpi buruk: pintu-pintu itu akan terkunci rapat, menolak untuk terbuka.

Tragedi di Texas: Terperangkap dalam Neraka 2.760 Derajat

Kelemahan desain ini bukanlah sekadar teori. Ia telah menjadi kenyataan pahit bagi Michael Sheehan di Texas. Setelah mengalami kecelakaan, Cybertruck yang ia kendarai kehilangan seluruh daya listriknya. Seketika, ia terjebak di dalam. Saat api mulai melalap mobil, pintu elektrik itu menjadi dinding baja yang tak bisa ditembus. Michael Sheehan meninggal di dalam kendaraannya, terperangkap dalam suhu ekstrem yang diperkirakan mencapai 2.760 derajat Celcius.

Tesla sebenarnya telah menyediakan solusi darurat: sebuah tuas pelepas manual. Untuk pintu depan, tuas ini tersembunyi di depan sakelar jendela. Untuk pintu belakang, prosesnya lebih rumit lagi: penumpang harus melepas alas karet di kantong pintu untuk menemukan dan menarik sebuah kabel mekanis.

Namun, bayangkan situasi ini: dalam kepanikan luar biasa, dikelilingi asap dan api, adakah waktu untuk mencari tuas atau kabel tersembunyi? Inilah pertanyaan kritis yang menjadi inti dari tragedi ini.

Gugatan USD1 Juta dan Pertaruhan Reputasi

Keluarga Sheehan kini menuntut keadilan. Mereka melayangkan gugatan senilai lebih dari USD1 juta (sekitar Rp 16,3 miliar) kepada Tesla, menuduh raksasa otomotif itu lalai dan menciptakan produk dengan desain yang cacat.

"Kekuatan tabrakan seharusnya masih memungkinkan korban untuk selamat," ujar pengacara keluarga korban dalam sebuah pernyataan. "Namun, klien kami terjebak bukan karena benturan, melainkan karena desain yang cacat.

Teknologi seharusnya menyelamatkan nyawa, bukan menjadi jebakan maut. Tesla gagal memberikan peringatan atau pelatihan yang memadai untuk situasi darurat seperti ini."

Gugatan ini menjadi sorotan tajam bagi industri otomotif. Di satu sisi, ada dorongan untuk terus berinovasi dengan fitur-fitur canggih. Di sisi lain, ada sebuah pertanyaan fundamental yang tidak boleh dilupakan: seberapa intuitif dan andalkah sistem keselamatan darurat saat teknologi canggih itu gagal?

Sebuah Pelajaran Mahal untuk Masa Depan

Kasus Cybertruck ini menjadi sebuah pelajaran yang sangat mahal. Tragedi ini memaksa para insinyur dan desainer di seluruh dunia untuk kembali ke papan gambar, memikirkan ulang keseimbangan antara inovasi futuristik dan kebutuhan dasar manusia untuk menyelamatkan diri dalam kondisi paling ekstrem.

Meski lahir dari sebuah tragedi yang memilukan, kasus ini membawa secercah harapan. Ia menjadi pemicu yang akan mendorong lahirnya standar keselamatan baru yang lebih baik di era mobil listrik. Sebuah pengingat yang kuat bahwa secanggih apa pun sebuah teknologi, keselamatan jiwa harus selalu menjadi prioritas utamanya. Pada akhirnya, inovasi sejati bukanlah tentang menciptakan pintu yang bisa terbuka dengan sentuhan tombol, melainkan tentang memastikan pintu itu tetap bisa dibuka saat nyawa bergantung padanya.

M/G Nabila SahraniIsrofaatin