Eric Cantona Desak FIFA dan UEFA Coret Israel dari Sepak Bola Internasional
Legenda Manchester United, Eric Cantona, menyerukan agar Israel dilarang tampil di ajang sepak bola internasional di bawah FIFA maupun UEFA. Pernyataan itu ia sampaikan dengan membandingkan kasus Israel dengan Rusia yang sempat dijatuhi sanksi menyusul invasi ke Ukraina pada 2022.
Cantona, yang dikenal vokal menyuarakan isu politik, angkat bicara saat menghadiri konser Together for Palestine di Ovo Arena, Wembley. Acara tersebut juga dihadiri musisi ternama seperti Damon Albarn, Bastille, dan Pink Pantheress, serta aktor Benedict Cumberbatch.
“Empat hari setelah Rusia menginvasi Ukraina, FIFA dan UEFA langsung menjatuhkan larangan. Sekarang sudah 716 hari sejak Amnesty International menyebut genosida terjadi di Gaza. Namun Israel masih tetap boleh bermain,” tegas Cantona.
Perbandingan dengan Kasus Rusia
Rusia dilarang tampil di seluruh kompetisi FIFA dan UEFA sejak Februari 2022. Klub dan tim nasional mereka tak boleh ikut turnamen, termasuk Kualifikasi Piala Dunia 2026 di Amerika Serikat, Kanada, dan Meksiko. Langkah cepat ini kini menjadi rujukan dalam desakan agar Israel mendapat perlakuan serupa, apalagi konflik Gaza per Desember 2023 dilaporkan menelan lebih dari 65 ribu korban jiwa menurut Kementerian Kesehatan Gaza.Presiden UEFA, Aleksander Ceferin, menolak wacana tersebut dengan alasan olahraga tak seharusnya menghukum atlet atas keputusan pemerintah.“Melihat penderitaan warga sipil jelas menyakitkan. Tapi saya tidak mendukung larangan terhadap atlet. Apa yang bisa dilakukan seorang pemain untuk menghentikan perang? Itu rumit,” ujar Ceferin kepada Politico.
Ia menambahkan, meski Rusia sudah dilarang selama tiga setengah tahun, perang tetap berlanjut. Hal itu membuat efektivitas sanksi dipertanyakan.
Terlepas dari polemik, timnas Israel masih berlaga di Kualifikasi Piala Dunia. Pada laga terakhir, mereka kalah 4-5 dari Italia. Sementara di level klub, Maccabi Tel-Aviv akan tampil di Liga Europa musim ini, termasuk menghadapi Aston Villa di Inggris pada November mendatang.
Pernyataan Cantona kembali membuka perdebatan klasik: sejauh mana federasi olahraga dunia harus bersikap atas konflik politik dan kemanusiaan, serta apakah larangan benar-benar menjadi jalan keluar atau justru menambah ketidakadilan bagi para atlet.










