Gerald Vanenburg Kritik Penampilan Rafael Struick: Karena Minim Menit Bermain di Klub!

Gerald Vanenburg Kritik Penampilan Rafael Struick: Karena Minim Menit Bermain di Klub!

Olahraga | inews | Rabu, 10 September 2025 - 17:51
share

SIDOARJO, iNews.id – Pelatih Timnas Indonesia U-23, Gerald Vanenburg, melontarkan kritik tajam usai timnya gagal lolos ke Piala Asia U-23 2026 di Arab Saudi. Sorotan utamanya tertuju pada lini serang yang dianggap tumpul, termasuk penampilan Rafael Struick yang tak mampu memberi ancaman berarti saat melawan Timnas Korea Selatan U-23.

Dalam laga terakhir Grup J di Stadion Gelora Delta Sidoarjo, Selasa (9/9/2025) malam, Rafael dimainkan sejak awal bersama Hokky Caraka di lini depan. Namun, alur serangan Garuda Muda berulang kali buntu saat menembus pertahanan rapat Korea Selatan. Hingga akhirnya Vanenburg mengganti Rafael dengan Jens Raven di babak kedua, meski perubahan itu tetap tidak membawa hasil.

Menurut Vanenburg, penampilan Rafael tidak jauh berbeda dengan pemain muda lain di skuadnya. Masalah utama, kata dia, bukan hanya soal individu, melainkan minimnya kesempatan bermain yang diterima pemain muda di level klub. 

“Dari sisi permainannya sama seperti pemain-pemain lainya, enggak fair juga membicarakan Rafael Struick saja, padahal kondisinya semuanya sama dengan pemain lokal lainnya. Kalau Rafael Struick tidak bermain di kompetisi, maka permainan akan turun, itu kan mempengaruhi performanya juga,” ujarnya.

Kritik tersebut sekaligus menjadi sindiran terhadap sistem kompetisi di Indonesia. Vanenburg menilai kebijakan naturalisasi yang digencarkan PSSI tidak akan maksimal jika para pemain muda, termasuk yang berstatus lokal, jarang mendapatkan menit bermain reguler.

“Kita memudahkan pemain naturalisasi, tapi pemain mudanya ujung-ujungnya tidak bermain, hingga akhirnya menurun. Jadi sekarang itu bagaimana pemain-pemain muda kita berada dan mendapatkan jam terbang di tim masing-masing,” tegasnya.

Pelatih asal Belanda itu menambahkan, hanya beberapa nama seperti Arkhan Fikri, Toni Firmansyah, dan kiper Cahya Supriadi yang cukup sering mendapat kepercayaan di klubnya. Sementara sebagian besar pemain lain hanya menjadi pelapis, sehingga kesulitan berkembang saat tampil di level internasional.

Vanenburg menekankan pentingnya jam terbang kompetitif bagi pemain muda. Menurutnya, dengan sering bermain, seorang pemain akan lebih memahami kelebihan dan kekurangan, baik dari sisi teknis maupun fisik. 

“Mereka bisa berlatih, berkompetisi, mengetahui dari sisi fisiknya kelebihannya, kelemahannya dan itu menjadi level dari paling bawah pelan-pelan ke atas. Dan mereka perlu hanya bermain supaya bisa naik ke level ke atas,” jelasnya.

Sayangnya, pesan tersebut datang setelah Garuda Muda harus tersingkir dari persaingan. Satu gol cepat Hwang Doyun di menit ketujuh memanfaatkan umpan Lee Seungwon sudah cukup membawa Korea Selatan meraih kemenangan tipis 1-0 dan mengunci tiket ke putaran final.

Indonesia pun harus puas finis di bawah Taeguk Warriors. Setelah sebelumnya menang atas Makau dan imbang tanpa gol melawan Laos, kekalahan dari Korea Selatan menutup peluang Arkhan Fikri dan rekan-rekan untuk tampil di Piala Asia U-23 2026.

Kegagalan ini menjadi tamparan keras sekaligus peringatan bahwa regenerasi sepak bola Indonesia masih menghadapi persoalan mendasar: minimnya jam bermain untuk talenta muda. Kritik Vanenburg bisa menjadi momentum bagi PSSI dan klub-klub untuk serius memberi ruang berkembang bagi pemain U-23.

Topik Menarik