Tingginya Kesenjangan Jadi Urgensi Liga 2 dan Liga 1 Harus Pisah Operator
JAKARTA - Klub Liga 2 merupakan klub miskin yang selalu diperlakukan bagai anak tiri oleh PSSI dan PT Liga Indonesia Baru (PT LIB). Presiden Persiba Balikpapan, Gede Widiade menyebut tingginya kesenjangan antara klub Liga 2 dan Liga 1 menjadi urgensi dua kompetisi tersebut harus pisah operator.
Sebagaimana diketahui, PT LIB dan PSSI sepakat Liga 2 batal pindah operator pada Kongres PSSI yang digelar di Hotel InterContinental, Pondok Indah, Jakarta pada Minggu (28/5/2023) silam.
Rencana yang sudah dijanjikan pada Sarasehan PSSI di Surabaya awal Maret 2023 silam pun menjadi tidak jelas nasibnya.
Gede sendiri merupakan sosok yang ditunjuk membantu klub-klub Liga 2 lain mempersiapkan proposal pemindahan operator Liga 2. Dirinya sudah mempersiapkan estimasi budget, sponsor, hingga format Liga 2 musim mendatang.
Banyak PR-nya, kemarin pada waktu Sarasehan, memang PSSI meminta kita menyiapkan diri membentuk operator, waktu itu saya sudah pulang, tapi saya dipanggil sama Exco (Komite Eksekutif), sama Waketum (Wakil Ketua Umum) supaya saya membantu teman-teman (Liga 2), kata Gede pada Diskusi Liga Indonesia: Untung Rugi Format Baru Kompetisi yang dihadiri Sportstars.id di SPARK, Senayan, Jakarta, Rabu (31/5/2023).
Akhirnya kita bentuk badan usahanya, cashflow, lalu datanglah salah satu Exco ke saya, jangan, ini profesional, kita lagi hitung budget, dahulu Liga 2 itu sekadar pelengkap, tapi sekarang (jika pindah operator) independen, budgetnya harus jelas, tuturnya kemudian.
Urgensi Liga 2 Pindah Operator
Gede kemudian membeberkan urgensi Liga 2 pisah operator dengan Liga 1. Faktor kesenjangan membuat klub-klub Liga 2 hanya pelengkap sepak bola Indonesia yang kerap dinomorduakan oleh PSSI.
Memang Liga 2 ini pelengkap, kalau Liga 1 ini pemain utama, maka Liga 2 ini figuran, itu yang harus disadari oleh federasi, sulit bicara soal Liga 2, dari segi apapun, karna Liga 2 ini bukan proritas dari federasi, terang Gede.
Betapa menderitanya rekan-rekan Liga 2 dari empat tahun sampai lima tahun lalu, makanya di Sarasehan waktu saya diminta Exco sama Waketum untuk menyimpulkan keinginan Liga 2 kepada PSSI, saya sampaikan 75 persen klub Liga 2 itu miskin, jelasnya lagi.
Tidak seperti Liga 1 yang menengah ke atas, ini bawah memang, saya gak menutup kemungkinan di Liga 1 juga ada, tapi di Liga 2 itu di tengah jalan (kompetisi) mereka udah ngos-ngosan, ujarnya lagi.
Pembentukan operator baru dinilai sebagai langkah agar klub-klub Liga 2 sadar diri dan tidak terus menyalahkan PSSI dan PT LIB perihal keadaan masing-masing. Dengan begitu, klub-klub Liga 2 bisa belajar untuk mengelola kompetisi secara profesional dan mengubah nasib masing-masing.
Itu yang dua tahun lalu saya sampaikan kepada PSSI agar rekan-rekan ini tidak selalu menyalahkan LIB, PSSI, supaya terpisah, supaya mereka tahu kalau kamu itu tidak laku, supaya mereka introspeksi dan merubah sikap, jelas Gede.
Supaya jika ada Batman, setidaknya ada Robin, kalau sekarang umpamanya kita (klub Liga 2) tukang lap sepatunya Batman, ucapnya lagi.
Kalau Liga 1 umpamanya biaya operasionalnya satu tahun yang menengah ke bawah Rp30 miliar, Liga 1 dapat subsidi Rp7,5 m, kalau umpamanya Liga 2 1 tahun biaya operasionalnya Rp10 miliar, cuma dikasih (subsidi) 800 jt, gak sampe 10 persen, jelasnya.
Kesenjangan antara klub Liga 1 dan Liga 2 pun diperkirakan Gede akan terus berlangsung. Bahkan dia memperkirakan klub sebagian Liga 2 akan gulung tikar.
Di model apapun, kalau tadi dengan sistem kompetisi dirubah apapun, jadwalnya diperpanjang, jumlah pertandingannya ditambah, segala macam dan lain-lain, buat Liga 1 manis, buat PSSI, buat sponsor manis, tapi buat Liga 2 ngos ngosan, mati di tengah jalan, tutur Gede.
Ini yang tidak disadari sama temen-teman di federasi, yang mereka tidak punya klub, yang punya klub tutup mata karena punya kepentingan, saya yakin gak sampai dua tahun, UMKM di Liga 2 itu tutup, dibeli sama orang-orang yang di kelas atas, pungkasnya.