Gegar Otak, Tulang Pipi Pecah, Hasil Rontgen Ditahan Rumah Sakit
JawaPos.com- Usaha tambal ban M. Ainur Riza Falahi belum pernah buka lagi. Pascainsiden Kanjuruhan (1/10), kondisinya melemah. Dia mengalami gegar otak ringan. Tulang pipinya juga pecah.
-Bagus Putra Pamungkas, Kota Malang-
Iku areke metu (itu anaknya keluar). Teriak Junaedi Abdillah begitu melihat sang anak keluar. Dari pintu, M. Ainur Riza berjalan menuju warung di depan rumahnya.
Jaraknya tidak sampai 20 meter. Tapi, dia memakai jaket. Mulutnya ditutup masker warna hitam. Pemuda 22 tahun tersebut masih nggreges.
Hampir seluruh badannya nyeri. Kondisinya memang belum baik, Mas, ujar Junaedi saat ditemui Jawa Pos di rumahnya di kawasan Kasin Ban, Kota Malang (28/10).
Saat diajak berbicara, suara Riza juga lirih. Dia kemudian membuka masker. Tim Jawa Pos langsung terkejut. Pipi kanannya mblesek. Tidak normal. Sudah tidak simetris.
Tulang pipi kanan saya pecah. Ada bekas pukulan pentungan polisi, ungkap Riza. Dia mengaku sempat duel dengan polisi. Riza tidak terima setelah dipentung dari belakang.
Dia mengaku dihajar beberapa oknum. Sampai akhirnya terkapar. Riza diantar teman-temannya pulang. Dia tiba di rumah pukul 03.00 (2/10). Sang ayah, Junaedi, tidak curiga. Riza dibiarkan di kamar sampai pukul 09.00.
Tapi kok nggak keluar-keluar? Pas saya cek di kamar, awake wes ajur kabeh (badannya sudah remuk semua). Wajahnya lebam-lebam, ungkap Junaedi.
Dia kemudian membawa Riza ke RSUD Saiful Anwar (RSSA). Setelah itu, rontgen dilakukan. Dokter bilang ada gegar otak ringan. Terus tulang pipi kanan anak saya retak, jelas Junaedi. Dia kemudian meminta hasil rontgen tersebut.
Tapi nggak dikasih sama pihak rumah sakit. Katanya nggak usah. Ini gimana? Masak hasil rontgen kok ditahan? imbuh pria yang akrab disapa Yuyun itu.
Beruntung, dia punya kenalan pegawai RSSA. Koleganya itulah yang mengirim hasil rontgen Riza melalui e-mail. Tim Jawa Pos diperlihatkan hasil tersebut. Di bagian pipi kanan, tulangnya ndlesep sekitar satu sentimeter.
Anak saya dua minggu selalu muntah darah dan mimisan. Karena tulang pipi pecah, kalau makan juga tidak bisa ngunyah. Kalau dipakai ngunyah malah ngelu, terang Junaedi.
Sampai saat ini Riza hanya bisa makan bubur. Sesekali dia mengonsumsi roti. Tapi, itu pun jarang. Sebab, dia sambat pusing kalau dipaksa mengunyah.
Pokoknya sekarang anak saya makan yang lembut-lembut saja. Kadang nasi tak masak sampai lembut. Terus harus diimbangi dengan protein, kata Junaedi.
Tim dokter sempat menyarankan untuk operasi. Tapi, Riza menolak. Kalau operasi, saya takut wajah saya diedel-edel. Nanti jadi cacat. Tidak normal lagi, ujar lulusan Pondok Darul Hadist, Kota Malang, itu.
Sebagai gantinya, Riza kini berobat ke sangkal putung. Sudah tiga kali dia melakukan terapi. Katanya butuh waktu tiga bulan buat (tulang) pipi saya normal lagi, ungkap Riza.
Junaedi sempat mendatangi crisis center. Dia berharap mendapat bantuan tunai. Uang itu bisa digunakan untuk biaya ke sangkal putung. Dia sudah mengurus semua.
Tapi, anak saya dengan kondisi yang seperti itu dianggap sebagai korban luka ringan. Jadi, cuma dapat santunan Rp 2 juta. Tapi wes alhamdulillah, ucapnya.










