PWNU Lampung Sebut Posisi Rais Aam Jadi Otoritas Tertinggi NU

PWNU Lampung Sebut Posisi Rais Aam Jadi Otoritas Tertinggi NU

Nasional | okezone | Minggu, 14 Desember 2025 - 19:43
share

JAKARTA - Rais Syuriyah PWNU Lampung, KH Shadiqul Amin menegaskan Rais, Aam dalam struktur jam’iyah Nahdlatul Ulama (NU) menempati posisi tertinggi sebagai pemimpin organisasi. Rais Aam memiliki kewenangan moral, keulamaan, dan kebijakan strategis dalam menjaga arah perjuangan NU.

1. Rais Aam Posisi Tertinggi

Dia menyebut NU dibangun di atas tradisi keilmuan, adab, dan kepemimpinan yang berakar kuat pada nilai-nilai Ahlussunnah wal Jama’ah. Prinsip ini menjadi landasan penting dalam menjaga persatuan dan kesinambungan khittah NU di seluruh tingkatan kepengurusan.   

Karena itu, kepatuhan kepada Rais Aam bukan sekadar kepatuhan administratif atau formalitas struktural, tetapi kepatuhan pada Rais Aam fondasi kesinambungan khittah. 

“Ketaatan ini merupakan wujud adab jam’iyah yang telah diwariskan para masyayikh NU sejak awal berdirinya organisasi," kata Kiai Shadiqul melalui keterangan tertulisnya, Minggu (14/12/2025).

Dalam tradisi NU, ia menjelaskan hubungan antara Rais Aam dan seluruh jajaran syuriyah di daerah dibangun atas dasar ta’zim kepada ulama dalam tradisi NU. Penghormatan terhadap sanad keilmuan serta komitmen untuk menjaga kemaslahatan umat.   

“Rais Aam adalah simbol pemersatu warga NU di tengah beragam pandangan dan dinamika yang muncul dalam organisasi,” ujarnya.

Karena itu, Kiai Shadiqul mengingatkan, setiap perbedaan pendapat seharusnya disikapi dengan kepala dingin melalui mekanisme musyawarah, serta tetap berada dalam koridor kepemimpinan yang sah.

“Sikap ini menjadi kunci agar NU tetap kokoh sebagai jam’iyah diniyah ijtima’iyah yang berkhidmat untuk agama, bangsa, dan negara," ucap dia.

Kiai Shadiqul menambahkan kepatuhan kepada Rais Aam merupakan bagian dari tanggung jawab moral pengurus NU di semua tingkatan. Menurutnya, menjaga kepatuhan kepada Rais Aam berarti menjaga kesinambungan perjuangan NU sebagaimana diwariskan para pendiri. 

“Kepatuhan ini tidak menutup ruang kritik dan dialog, namun harus dilandasi niat menjaga persatuan, bukan mempertajam perbedaan,” ungkapnya.

 

Menurutnya, dinamika dalam organisasi adalah keniscayaan, tetapi persatuan dan marwah jam’iyah harus selalu ditempatkan di atas kepentingan kelompok atau pribadi. Karena itu, ia mengajak seluruh warga NU untuk memperkuat nilai-nilai dasar di tengah berbagai dinamika yang berkembang, yakni tawassuth (moderat), tawazun (seimbang), tasamuh (toleran), dan i’tidal (tegak lurus).

“Nilai-nilai ini hanya dapat dijaga dengan sikap patuh pada kepemimpinan tertinggi organisasi, dan kesediaan untuk menahan diri dari sikap yang berpotensi memecah belah ukhuwah nahdliyah,” tuturnya.

Dengan berpegang teguh pada prinsip tersebut, dia menyakini, NU akan tetap menjadi rumah besar yang teduh bagi seluruh warganya.

“Serta terus berperan aktif dalam merawat persatuan umat dan keutuhan bangsa Indonesia,” katanya.

Topik Menarik