8 Eks Pejabat Kemnaker Didakwa Kantongi Rp135 Miliar dari Pemerasan RPTKA

8 Eks Pejabat Kemnaker Didakwa Kantongi Rp135 Miliar dari Pemerasan RPTKA

Nasional | okezone | Jum'at, 12 Desember 2025 - 15:00
share

JAKARTA — Delapan mantan pejabat Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) didakwa melakukan pemerasan terkait pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA). Dari pemerasan tersebut, nilai uang yang didapatkan mencapai Rp135.299.813.033.

Adapun para terdakwa terdiri dari Suhartono selaku Dirjen Binapenta dan PKK Kemnaker 2020–2023; Haryanto selaku Dirjen Binapenta 2024–2025; Wisnu Pramono selaku Direktur PPTKA 2017–2019; dan DA (Devi Angraeni) selaku Direktur PPTKA 2024–2025.

Kemudian, Gatot Widiartono selaku Koordinator Analisis dan PPTKA tahun 2021–2025; Putri Citra Wahyoe selaku Verifikator Pengesahan RPTKA pada Direktorat PPTKA 2024–2025; Jamal Shodiqin selaku Analis TU Direktorat PPTKA tahun 2019–2024; dan Alfa Eshad selaku Pengantar Kerja Ahli Muda Kemnaker tahun 2018–2025.

“Memaksa seseorang, yaitu memaksa para pemberi kerja atau agen perusahaan pengurusan izin Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA),” kata jaksa membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (12/12/2025).

Menurut jaksa, mereka melakukan pemerasan terhadap calon pengurus RPTKA, baik secara pribadi maupun melalui agen tenaga kerja asing. Dari perbuatan itu, masing-masing terdakwa kemudian memperkaya diri.

Berikut rinciannya:

Suhartono pada tahun 2020–2023 sebesar Rp460.000.000

Haryanto pada tahun 2018–2025 sebesar Rp84.720.680.773 dan satu unit mobil Innova Reborn nomor polisi B 1354 HKY

Putri Citra Wahyoe pada tahun 2017–2025 sebesar Rp6.398.833.496

Jamal Shodiqin pada tahun 2017–2025 sebesar Rp551.160.000

Alfa Eshad pada tahun 2017–2025 sebesar Rp5.239.438.471

Wisnu Pramono pada tahun 2017–2019 sebesar Rp25.201.990.000 dan satu unit sepeda motor Vespa Primavera 150 ABS A/T nomor polisi 8488 OBUG

Devi Angraeni pada tahun 2017–2025 sebesar Rp3.250.392.000

Gatot Widiartono pada tahun 2018–2025 sebesar Rp9.479.318.293

Jaksa menjelaskan, RPTKA merupakan rencana penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) pada jabatan tertentu dan jangka waktu tertentu yang diterbitkan Kemnaker kepada pemberi kerja yang akan mempekerjakan TKA di Indonesia.

Proses permohonan RPTKA dilakukan secara online, dengan cara pemohon mengajukan permohonan pengesahan RPTKA melalui laman tka-online. kemnaker. go.id.

Dalam proses tersebut, pihak pemohon diwajibkan mengunggah seluruh berkas kelengkapan yang dipersyaratkan. Namun, para terdakwa sengaja tidak memproses pengajuan RPTKA tersebut.

Karena itu, para agen perusahaan pengurusan izin RPTKA mendatangi kantor Kemnaker dan bertemu petugas untuk menanyakan kendala atas pengajuan RPTKA yang tidak diproses.

“Dalam pertemuan tersebut diketahui bahwa untuk memproses pengajuan RPTKA diperlukan sejumlah uang di luar biaya resmi (biaya kompensasi penggunaan TKA), dan apabila uang di luar biaya resmi tersebut tidak dipenuhi, maka pengajuan RPTKA tidak akan diproses,” ujarnya.

Para pemberi kerja atau agen perusahaan yang tidak memberikan sejumlah uang, maka pengajuan RPTKA tidak diproses sehingga tidak dibuatkan jadwal wawancara melalui aplikasi Skype, tim verifikator tidak menginformasikan kekurangan berkas, dan dokumen Hasil Penilaian Kelayakan (HPK) serta pengesahan RPTKA tidak terbit.

Atas perbuatannya, para terdakwa didakwa dengan Pasal 12e atau Pasal 12B juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Topik Menarik