Israel 600 Kali Melanggar, PM Qatar Sebut Kesepakatan Gencatan Senjata Gaza Capai Momen Kritis
DOHA - Perdana Menteri Qatar, Syekh Mohammed bin Abdulrahman bin Jassim Al Thani, memperingatkan gencatan senjata Gaza berada pada momen kritis. Sementara Menteri Luar Negeri Turki menyebut gencatan senjata kehilangan momentum.
1. Momen Kritis
Syekh Mohammed bin Abdulrahman bin Jassim Al Thani mengatakan kepada Forum Doha pada Sabtu (6/12/2025), apa yang terjadi di lapangan hanyalah "jeda" permusuhan alih-alih gencatan senjata yang sesungguhnya.
Ia mengatakan gencatan senjata yang sesungguhnya tidak dapat diselesaikan. "Kecuali ada penarikan penuh (pasukan Israel-red)" katanya melansir Al Jazeera, Minggu (7/12/2025).
Ia melanjutkan, ini di samping pemulihan stabilitas dan kebebasan bergerak bagi warga Palestina, yang belum terwujud.
Diplomat tertinggi Turki, Hakan Fidan, menggemakan pesan tersebut di forum tersebut. Ia mengatakan, tanpa intervensi Amerika Serikat yang tepat waktu, proses perdamaian berisiko terhenti total.
Christiano Pengemudi BMW Penabrak Argo Mahasiswa UGM hingga Tewas Divonis 14 Bulan Penjara
"(pejabat senior AS-red) perlu campur tangan tepat waktu agar kita dapat memasuki fase kedua, jika tidak, kita bisa kehilangan momentum," ucap Fidan.
Ia menambahkan, Hamas sebagian besar telah memenuhi kewajibannya untuk memulangkan para tawanan.
Hanya satu jenazah tawanan yang masih berada di Gaza karena semua tawanan yang masih hidup dan sisa-sisa tawanan lainnya telah diserahkan kepada otoritas Israel.
Peringatan mereka datang di tengah berlanjutnya perang genosida Israel di Gaza, dengan sekitar 600 pelanggaran gencatan senjata dalam tujuh minggu terakhir. Tiga warga Palestina tewas pada hari Sabtu dalam serangan terbaru Israel di kota Beit Lahiya di utara.
Israel telah menewaskan setidaknya 360 warga Palestina sejak gencatan senjata 10 Oktober dimulai, menurut otoritas Gaza. UNICAEF melaporkan, di antara korban tewas terdapat setidaknya 70 anak-anak.
"(gencatan senjata-red) harus diwujudkan dalam keselamatan sejati bagi anak-anak, bukan kerugian yang lebih besar," kata UNICEF.
2. Pasukan Perdamaian Internasional
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Norwegia, Espen Barth Eide menegaskan, pasukan dan dewan perdamaian internasional "harus dibentuk bulan ini".
Espen Barth Eide mengatakan rencana pemerintahan Trump mengandung ambiguitas urutan yang memungkinkan "masing-masing pihak menunda pelaksanaan tugasnya" hingga pihak lain memenuhi kewajibannya terlebih dahulu.
Menteri Luar Negeri Mesir Badr Abdelatty mengusulkan pengerahan pasukan internasional di sepanjang garis kuning Gaza segera untuk memverifikasi kepatuhan gencatan senjata.
"Israel setiap hari melanggar gencatan senjata dan mengklaim pihak lainlah yang melanggarnya," katanya.
Ia menekankan urgensi menjelang musim dingin. Warga Palestina kekurangan tempat berlindung menyusul apa yang disebutnya "penghancuran sistematis" Israel atas wilayah tersebut.
Badr bertemu dengan Perdana Menteri Qatar pada Sabtu malam. Kedua negara menyerukan percepatan pembentukan pasukan penjaga perdamaian internasional untuk Gaza.
Seruan tersebut muncul ketika delapan negara mayoritas Muslim, termasuk Mesir dan Qatar – keduanya mediator gencatan senjata utama – mengeluarkan pernyataan bersama yang mengecam rencana Israel untuk membuka perlintasan perbatasan Rafah khusus untuk keberangkatan warga Palestina.
Negara-negara tersebut menyatakan kekhawatiran, pengaturan satu arah tersebut melanggar rencana perdamaian yang ditengahi AS dan dapat memfasilitasi pengungsian permanen penduduk Gaza, hanya mengizinkan warga Palestina meninggalkan wilayah mereka, tetapi tidak kembali, dan menghalangi masuknya bantuan kemanusiaan.
Menteri Berkuasa Penuh Arab Saudi, Manal Radwan, memperingatkan agar tidak memperlakukan Gaza sebagai krisis yang terisolasi. Ia menekankan hal itu tetap tak terpisahkan dari perjuangan Palestina yang lebih luas untuk menentukan nasib sendiri.
Tanpa mengatasi "inti konflik," ujarnya, komunitas internasional berisiko mengulangi siklus kekerasan yang sudah lazim, yang diikuti kelelahan politik.
Fase kedua gencatan senjata – yang menyerukan pasukan stabilisasi internasional (ISF), pemerintahan Palestina yang teknokratis, pelucutan senjata Hamas, dan penarikan penuh Israel – belum dimulai. Perang genosida Israel di Gaza telah menewaskan sedikitnya 70.125 warga Palestina sejak Oktober 2023.










