Logistik Aman, Warga Agam Minta Dibikinkan Rumah Sementara
AGAM - Bantuan berupa makanan, minuman, dan tempat pengungsian disediakan dengan cepat oleh pemerintah untuk warga terdampak bencana di wilayah Sumatra dan Aceh.
Neng Hartati (48), korban banjir asal Nagari Salareh Aia, Kecamatan Palembayan, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, mengaku logistik di posko pengungsian tidak pernah berhenti mengalir.
Namun kini, Neng dan puluhan pengungsi lain di pos pengungsian Nagari Salareh Aia membutuhkan rumah sementara. Sudah seminggu tinggal di posko, mereka harus berdesakan dengan banyak warga lainnya.
“Penginnya dibikinkan rumah sementara dulu. Kalau bisa direlokasi ke tempat yang aman. Di posko ini banyak orang, ada anak-anak, bapak-bapak. Kami berharap Bapak Presiden (Prabowo Subianto) bisa membantu,” kata Neng, Kamis 4 Desember 2025.
Selain rumahnya yang rusak diterjang banjir, Neng juga kesulitan mengakses air bersih.
“Sumur bor hanya ada di rumah sebagian tetangga. Kami numpang saja,” tuturnya.
Vennard Hutabarat Yakin Timnas Futsal Indonesia Bisa Bicara Banyak di Piala Asia Futsal 2026
Neng merupakan salah satu dari ratusan warga yang rumahnya terdampak banjir di Palembayan pada Kamis (27/11). Ia bercerita, sore itu sekitar pukul 17.00 WIB, air deras tiba-tiba datang dari arah belakang permukiman.
Dalam hitungan detik, perempuan yang lahir dan besar di Nagari Salareh Aia itu harus berlari ke tempat lebih tinggi, sekitar empat rumah dari kediamannya.
“Airnya besar sekali, gemuk. Kami sudah jatuh-jatuh semua. Cuma bisa berlindung di belakang dapur rumah orang,” kisahnya.
Arus kian membesar. Warga yang berusaha menyelamatkan diri tak sanggup bergerak jauh. Mereka berpegangan pada dinding dapur sambil menunggu air mereda. Namun hujan kembali turun, dan air kembali naik. Neng bersama sembilan orang lainnya terpaksa naik ke loteng rumah warga dan bertahan di sana hingga pukul 20.00 WIB.
“Kami terdampar sepuluh orang. Gelap, air di bawah masih deras, lampu mati. Cuma senter saja yang dipakai,” ujarnya.
Dalam situasi mencekam itu, anak laki-lakinya yang berusia 11 tahun justru terpisah darinya. Sang anak terseret arus bersama empat temannya. Neng sempat berusaha mengejar, namun terhalang kayu-kayu besar yang terbawa banjir.
“Alhamdulillah, kelimanya selamat. Saya baru ketemu anak saya pukul 22.00 WIB di posko,” ucapnya haru.
Setelah air surut, warga menunggu bantuan. Keluarga dari Pasaman kemudian datang membantu mereka berjalan melewati lumpur hingga mencapai jembatan dan lokasi yang lebih aman.
Neng baru bisa menengok rumahnya pada Rabu (3/12), enam hari setelah kejadian. Sebagian rumahnya tertimbun lumpur, termasuk dua mobil yang sebelumnya terparkir di dalamnya.
“Hati saya hancur. Rumah sudah tertimbun lumpur. Tidak ada lagi yang bisa diselamatkan,” katanya.
Di posko, ia sudah tinggal selama seminggu. Rasa trauma masih membekas. Suaminya, yang bekerja di pabrik sawit, mendapat izin khusus untuk mengurus keluarga setelah rumah mereka dinyatakan rusak total.
Neng mengaku sudah tidak sanggup tinggal di rumahnya lagi, meski nanti diperbaiki, karena masih diliputi trauma.









