Analisis DNA Duga Hitler Alami Kelainan Genetik, Pengaruhi Ukuran Alat Kelamin
JAKARTA – Pemimpin Nazi Jerman, Adolf Hitler, kemungkinan besar menderita kondisi genetik langka yang disebut Sindrom Kallmann. Hal itu diungkap para peneliti dan pembuat film dokumenter yang menganalisis tes DNA diktator kelahiran Austria itu. Sindrom ini dapat "mengganggu proses yang memicu pubertas" dan bermanifestasi dalam gejala-gejala yang meliputi testis yang tidak turun dan mikropenis.
1. Kelainan Genetik
Di sisi lain, para peneliti membantah dugaan Hitler memiliki keturunan Yahudi.
Lagu-lagu populer Perang Dunia II sering kali mengejek anatomi Hitler, tetapi tidak memiliki dasar ilmiah. Temuan tim ilmuwan dan sejarawan internasional ini kini tampaknya mengonfirmasi kecurigaan yang telah lama ada seputar perkembangan seksualnya.
"Tidak seorang pun pernah benar-benar dapat menjelaskan mengapa Hitler merasa begitu tidak nyaman di dekat perempuan sepanjang hidupnya, atau mengapa ia mungkin tidak pernah menjalin hubungan intim dengan perempuan," kata Alex Kay dari Universitas Potsdam, melansir CBS News, Minggu (16/11/2025).
"Tetapi sekarang kita tahu bahwa ia menderita Sindrom Kallmann, ini bisa menjadi jawaban yang selama ini kita cari," ucapnya.
Temuan penelitian ini ditampilkan dalam film dokumenter baru, "Hitler's DNA: Blueprint of a Dictator," yang disiarkan pada Sabtu, (15/11/2025).
Pengujian tersebut dimungkinkan setelah para peneliti memperoleh sampel darah Hitler dari sepotong bahan yang diambil dari sofa tempat ia menembak dirinya sendiri.
Pengujian tersebut menemukan "kemungkinan besar" Hitler menderita Sindrom Kallmann. Sementara surat kabar Inggris, Guardian, dalam laporan artikelnya pada Kamis, (13/11/2025) mengkritik film dokumenter tersebut.
"Dalam upaya mereka untuk mengautentikasi darah tersebut tim peneliti gagal mendapatkan sampel DNA baru dari kerabat Hitler yang masih hidup di Austria dan Amerika Serikat (AS), yang semuanya dapat dimengerti enggan untuk diekspos ke media."
Pengujian DNA Hitler menunjukkan skor "sangat tinggi" — termasuk satu persen teratas — untuk predisposisi autisme, skizofrenia, dan gangguan biopolar, kata pembuat program Blink Films.
Namun, artikel Guardian tersebut mengatakan, banyak ilmuwan tidak nyaman menggunakan jenis pengujian genetik yang dikutip oleh para peneliti, yang dikenal sebagai "skor risiko poligenik," untuk menunjukkan kemungkinan seseorang mengembangkan gangguan tersebut.
"Skor risiko poligenik memberi tahu Anda sesuatu tentang populasi secara umum, bukan tentang individu," ujar profesor kehormatan David Curtis dari Institut Genetika University College London kepada Guardian.
"Jika tes menunjukkan Anda berada di persentil atas risiko poligenik, risiko sebenarnya untuk tertular suatu kondisi mungkin masih sangat rendah, bahkan untuk kondisi yang sangat dipengaruhi oleh faktor genetik."
Tim peneliti menekankan, kondisi tersebut, bahkan jika Hitler memang mengalaminya, juga tidak dapat menjelaskan atau membenarkan kebijakan rasis atau hasutan perang pemimpin Nazi tersebut.
Lebih dari 50 juta orang diperkirakan tewas dalam Perang Dunia II, termasuk enam juta orang Yahudi yang dibunuh secara sistematis.
Ahli genetika Turi King, yang dikenal karena mengidentifikasi jenazah raja abad pertengahan Richard III juga terlibat dalam proyek tersebut. Ia mengatakan, gen Hitler menempatkannya dalam kategori orang-orang yang sering dikirim ke kamar gas oleh Nazi.
"Kebijakan Hitler sepenuhnya berpusat pada eugenika," kata pakar DNA kuno dan forensik di Universitas Bath di Inggris bagian barat.
"Jika dia bisa melihat DNA-nya sendiri... dia hampir pasti akan mengirim dirinya sendiri," katanya.
2. Analisis Bantah Mitos Darah Yahudi Hitler
Hasil DNA juga mengesampingkan kemungkinan Hitler memiliki kakek Yahudi melalui neneknya, yang dikabarkan telah hamil oleh seorang majikan tempat neneknya bekerja.
"Analisis DNA membantah mitos ini dengan menunjukkan data kromosom Y cocok dengan DNA kerabat laki-laki Hitler. Jika dia memiliki keturunan Yahudi (melalui hubungan di luar), kecocokan itu tidak akan ada," tambah Blink Films.
Teori keturunan Yahudi Hitler sempat diutarakan Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov pada 2022 saat ia membela invasi besar-besaran Moskow ke Ukraina, yang secara tidak berdasar diklaim oleh Kremlin bertujuan untuk "denazifikasi" negara tetangga tersebut, yang dipimpin oleh Presiden Yahudi Volodymyr Zelenskyy.


