42 Ribu Pesantren Tersebar di Indonesia, Kemenag: Perlu Penguatan Tata Kelola dan SDM!
JAKARTA – Pemerintah saat ini sedang menyiapkan pembentukan Direktorat Jenderal Pesantren, Kementerian Agama. Saat ini, regulasinya sedang berada pada tahap finalisasi di tingkat pemerintah pusat.
Kepala Subdirektorat Pendidikan Al-Qur’an Ditjen Pendis Kemenag, Aziz Syafiuddin, mengungkapkan, bahwa Presiden Prabowo Subianto telah menyetujui pembentukan Direktorat Jenderal Pesantren,
“Insya Allah tidak lama lagi akan ditandatangani. Tahun depan Kementerian Agama diharapkan memiliki direktorat jenderal khusus untuk mengurus pesantren,” ujarnya saat menghadiri halaqah di UIN Antasari Banjarmasin, dikutip, Sabtu (15/11/2025).
Aziz menegaskan, bahwa halaqah di Banjarmasin merupakan satu dari 14 titik penjaringan pendapat nasional, yang dirancang untuk memastikan arsitektur kebijakan Dirjen Pesantren benar-benar bersumber dari aspirasi para kiai, pengasuh, dan praktisi pendidikan pesantren di seluruh Indonesia.
Dikatakannya, jumlah pesantren saat ini telah menembus 42.400 lembaga, meningkat hampir dua kali lipat dalam lima tahun terakhir. Lonjakan ini, katanya, perlu diimbangi dengan penguatan tata kelola, kapasitas sumber daya manusia, dan penjagaan tradisi ilmu yang menjadi fondasi pesantren sejak era ulama klasik.
“Selain itu, pemberdayaan ekonomi melalui wakaf produktif juga diusulkan agar pesantren tidak sepenuhnya bergantung pada iuran santri,”ujarnya.
Oleh karena itu, pembentukan Direktorat Jenderal Pesantren dinilai peluang besar untuk mendorong transformasi pesantren, tanpa menghilangkan watak khasnya sebagai pusat keilmuan Islam yang lahir dari tradisi Nusantara.
Pimpinan Madrasah Darussalam Tahfidz dan Ilmu Al-Qur’an Martapura, KH Wildan Salman menegaskan, bahwa keberadaan pesantren tidak dapat dilepaskan dari tradisi kitab kuning. Menurutnya, tradisi tersebut adalah pondasi yang menjaga kesinambungan ilmu Islam dari generasi ke generasi.
“Tanpa kitab kuning, pesantren kehilangan identitas dan sumber legitimasi keilmuannya. Seluruh pemahaman fiqih, ibadah, dan hukum Islam bertumpu pada kitab-kitab tersebut,” ujarnya.
Ia menambahkan, keempat mazhab besar Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali, bertahan hingga kini bukan semata karena pemikiran mereka, melainkan karena karya-karya ulama mereka terdokumentasi lengkap.
Dia juga menyebut pentingnya ijazah sanad, yaitu legitimasi guru kepada murid untuk meriwayatkan atau mengajar kitab tertentu. Konsep ini, menurutnya, identik dengan gagasan “sertifikasi keilmuan”. Karena itu, wacana sertifikasi guru pesantren tidak harus dianggap sebagai ancaman.
Ia menilai kehadiran Dirjen Pesantren diperlukan untuk menertibkan wilayah ini, namun tetap menempatkan pesantren sebagai subjek utama penyusun standar.
“Ulama sejak dulu memberi sertifikasi melalui ijazah. Jika standar disusun pesantren sendiri, sertifikasi justru akan menjaga kualitas, bukan menyingkirkan guru-guru pesantren,” tegasnya.










