Masuk Daftar Negara Muslim Terkaya di Dunia, Lebih Tajir Qatar atau Arab Saudi?
JAKARTA - Qatar dan Arab Saudi masuk daftar 10 negara Muslim terkaya di dunia 2025. Qatar dan Arab Saudi masing-masing mempunyai keunggulan di bidang ekonomi, sehingga pendapatan per kapita di kedua negara tersebut sangat tinggi.
Lalu jika dibandingkan, lebih kaya Qatar atau Arab Saudi?
Qatar menduduki posisi puncak sebagai negara Muslim terkaya di dunia. Dengan cadangan gas alam terbesar ketiga di dunia. Negara ini memiliki PDB sebesar USD342,84 miliar dan proyeksi tingkat pertumbuhan PDB riil sebesar 2,20.
PDB per kapita Qatar pada tahun 2024 sebesar USD118.150 atau Rp1,8 miliar per tahun. Negara ini juga dikenal dengan infrastruktur modern dan kualitas hidup tinggi.
Sementara, Arab Saudi berada di peringkat ketiga sebagai negara Muslim terkaya di dunia. Sebagai negara penghasil minyak terbesar di dunia,
Arab Saudi memiliki pengaruh besar di sektor energi global. Arab Saudi mempunyai PDB USD2,39 triliun dengan pendapatan per kapita sebesar USD71.370 atau Rp1,1 miliar per tahun pada 2024. Tidak hanya itu, biaya pelaksanaan haji dan umrah menjadi salah satu pemasukan perekonomian Arab Saudi.
Dengan data tersebut, Qatar lebih kaya dibandingkan Arab Saudi yang dilihat dari pendapatan per kapitanya.
Perbedaan ini menempatkan Qatar di peringkat teratas negara terkaya di Timur Tengah, bahkan mengalahkan Uni Emirat Arab yang terkenal dengan kemewahan kotanya.
Perbandingan Qatar dengan Arab Saudi
Salah satu alasan utama di balik kekayaan Qatar adalah cadangan gas alam cair (LNG) yang sangat besar. Negara ini memiliki cadangan gas ketiga terbesar di dunia setelah Rusia dan Iran, yakni sekitar 900 triliun kaki kubik. Uniknya, penduduk Qatar hanya sekitar 2,9 juta jiwa. Kombinasi antara sumber daya alam yang melimpah dan populasi kecil membuat distribusi kekayaan menjadi lebih merata dan efektif.
Hampir 55 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Qatar berasal dari sektor migas. Namun berbeda dari negara-negara kaya minyak lain yang cenderung boros dan tidak berinvestasi untuk masa depan, Qatar justru mengelola kekayaannya dengan serius melalui lembaga investasi negara, Qatar Investment Authority (QIA). Lembaga ini telah menyebar dana investasi hingga ratusan miliar dolar AS di berbagai belahan dunia.
Qatar bukan hanya kaya, tapi juga mandiri. Bahkan ketika sempat diembargo oleh negara-negara tetangga seperti Arab Saudi, Bahrain, UEA, dan Mesir pada 2017, Qatar tetap bertahan dan justru makin berkembang. Embargo itu terjadi di tengah tudingan bahwa Qatar mendukung kelompok ekstremis, tuduhan yang dibantah keras oleh pemerintahnya.
Alih-alih melemah, ekonomi Qatar tetap stabil bahkan mulai mengurangi ketergantungan pada impor makanan. Pertanian lokal diperkuat dan berbagai kerja sama baru dibangun. Qatar bahkan menempati peringkat pertama untuk ketahanan pangan di Timur Tengah versi Economist Intelligence Unit.
Berbeda dengan Arab Saudi yang lebih konservatif dan dominan, Qatar memilih strategi diplomasi yang fleksibel dan pragmatis.
Meski menjadi tuan rumah pangkalan udara terbesar AS di Timur Tengah, Qatar juga menjalin hubungan erat dengan Iran, musuh bebuyutan Saudi. Ladang gas terbesar Qatar, North Dome, justru berbatasan langsung dengan wilayah Iran.
Kedekatan ini menjadi sumber ketegangan tersendiri. Bagi Saudi, hubungan Qatar dan Iran adalah ancaman. Namun bagi Qatar, kerja sama energi lintas batas adalah bagian dari strategi bertahan dan berkembang.
Dalam hal geopolitik, Qatar juga memainkan peran penting. Negara ini menjadi pusat berbagai dialog internasional dan aktif dalam isu-isu global, menjadikannya lebih dari sekadar negara kecil dengan kekayaan besar.
Yang membedakan Qatar dari sebagian negara Teluk lainnya adalah visi jangka panjangnya. Mereka tak hanya bergantung pada migas, tapi juga mengembangkan sektor lain seperti pendidikan, infrastruktur, hingga pariwisata.
Penyelenggaraan Piala Dunia 2022 menjadi bukti nyata betapa Qatar ingin dikenal lebih dari sekadar penghasil gas.
Sementara itu, Arab Saudi meski masih menjadi eksportir minyak terbesar dunia dan rumah bagi perusahaan raksasa Saudi Aramco, harus menghadapi tantangan diversifikasi ekonomi yang tidak mudah. Visi 2030 yang digagas Putra Mahkota Mohammed bin Salman memang menjanjikan, tapi belum sepenuhnya membuahkan hasil signifikan.
Baca selengkapnya: Adu Kekayaan Qatar dan Arab Saudi, Bak Langit dan Bumi