Dirjen Bea Cukai Diminta Moratorium Kenaikan Cukai Rokok 3 Tahun
JAKARTA - Direktur Jenderal Bea dan Cukai Letjen TNI (Purn) Djaka Budi Utama diminta moratorium kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok selama tiga tahun ke depan. Usulan ini dinilai sebagai langkah strategis untuk menjaga stabilitas industri hasil tembakau (IHT) sekaligus melindungi jutaan pelaku usaha kecil, petani, dan buruh yang menggantungkan hidup pada sektor ini.
Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Agus Parmuji menyatakan dukungan penuh terhadap usulan moratorium tersebut. Dia menilai kebijakan ini sangat dibutuhkan untuk memberi ruang napas bagi seluruh ekosistem pertembakauan, mulai dari petani hingga pelaku industri kecil.
“Sangat bagus usulan moratorium itu untuk Dirjen Bea Cukai baru,” ujar Agus di Jakarta, Rabu (18/6/2025).
1. Kenaikan Tarif Cukai Rokok
Agus menyoroti bahwa dalam lima tahun terakhir, kenaikan tarif CHT tidak sebanding dengan pertumbuhan ekonomi dan daya beli masyarakat yang justru menurun. Akibatnya, permintaan tembakau dari industri menurun drastis.
Dia juga menyoroti bahwa kenaikan tarif CHT yang agresif juga telah menyuburkan pasar rokok ilegal. Ia berharap Dirjen Bea Cukai yang baru dapat mengambil langkah tegas untuk menertibkan peredaran rokok ilegal yang semakin masif.
“Apalagi sekarang ini pemerintah belum mampu menjaga rokok ilegal. Kalau kita mau jujur, di pasaran peredaran rokok legal dan ilegal hampir 50-50,” ucapnya.
2. Kenaikan Cukai Dinilai Kontraproduktif
Sosiolog Universitas Gadjah Mada AB Widyanta menyoroti dampak sosial dan ekonomi dari kebijakan kenaikan cukai rokok dalam beberapa tahun terakhir. Menurutnya, kebijakan tersebut tidak hanya menekan industri, tetapi juga menciptakan ruang bagi maraknya rokok ilegal yang justru merugikan negara.
"Kontraksi, di mana sebetulnya itu juga munculnya rokok-rokok ilegal, itu sangat terasa. Yang ujungnya justru kontraproduktif dengan target pemerintah untuk pendapatan cukai,” katanya.
Widyanta menilai pentingnya pemerintah menyusun peta jalan kebijakan CHT yang lebih terukur dan adil. “Bagus kalau misalnya itu ditentukan target tiga tahun ke depan,” jawabnya.
Dia menekankan perlunya pendekatan multisektoral dalam perumusan kebijakan CHT, termasuk melibatkan petani dan buruh tembakau dalam proses pengambilan keputusan.
“Libatkan mereka untuk mengkalkulasi, menakar dimensi-dimensi berbagai sektor secara berimbang, sehingga tetap ada proteksi terhadap para petani tembakau dan buruh-buruh di pabrik industri tembakau,” jelas Widyanta.
Lebih dari sekadar angka fiskal, Widyanta menegaskan bahwa kebijakan cukai harus mempertimbangkan aspek kesejahteraan sosial. Ia mendorong Dirjen Bea Cukai yang baru untuk melihat persoalan CHT secara menyeluruh dan holistik.
“Ada banyak warga negara kita yang hidup dari IHT, maka mestilah kita memproteksi apa yang menjadi penghidupan warga negara itu. Kalau Pak Djaka bisa sampai kepada perhitungannya menyeluruh holistik seperti itu, saya kira kita akan menjadi bangsa yang berdaulat dengan menata-kelola potensi-potensi sumber yang kita punya,” pungkasnya.
3. Respons Bea Cukai
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Djaka Budi Utama merespons permintaan pelaku industri hasil tembakau (IHT) yang meminta pemerintah memberlakukan moratorium kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) selama tiga tahun ke depan.
Usulan tersebut disampaikan dengan alasan kondisi ekonomi dalam negeri yang tengah tertekan serta melemahnya daya beli masyarakat. Djaka menuturkan, dalam proses perumusan kebijakan cukai, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tidak bekerja sendiri.
"Dalam hal perumusan kebijakan cukai tentunya untuk bea cukai tidak berdiri sendiri, tentunya berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal," kata Djaka dalam konferensi pers APBN KiTa Edisi Juni 2025, di Jakarta, Selasa.
4. Ditjen Bea Cukai Bentuk Satgas Rokok Ilegal
Sementara itu, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai bakal membentuk satuan tugas (satgas) pencegahan rokok ilegal. Pembentukan satgas itu bertujuan untuk memperkuat upaya penegakan hukum sekaligus mencegah peredaran barang ilegal tersebut.
“Insya Allah, saya akan membentuk satgas pencegahan rokok ilegal dan cukai rokok,” katanya.
Dia menambahkan, pihaknya terus melakukan penindakan terhadap rokok ilegal, meski jumlah penindakan mengalami penurunan sebesar 13,2 persen pada tahun ini.
Namun, menurut Djaka, jumlah barang hasil penindakan lebih banyak dibanding sebelumnya, yang ia yakini mencerminkan peningkatan kualitas penindakan.
Jumlah rokok ilegal yang berhasil ditindak mencapai 285,81 juta batang atau meningkat 32 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
“Dengan kenaikan kualitas penindakan tersebut menunjukkan terjadinya peningkatan jumlah barang yang dicegat dari setiap penindakan,” ujarnya.
Djaka berkomitmen untuk terus mengatasi masalah peredaran rokok ilegal. Ke depannya, dia berencana untuk menggelar operasi penindakan secara serentak di seluruh wilayah Indonesia.