Bantuan Subsidi Upah Dinilai Tepat Jaga Konsumsi, Perluasan Cakupan Jadi Harapan

Bantuan Subsidi Upah Dinilai Tepat Jaga Konsumsi, Perluasan Cakupan Jadi Harapan

Ekonomi | okezone | Senin, 16 Juni 2025 - 12:15
share

JAKARTA - Kebijakan pemerintah dalam menyalurkan Bantuan Subsidi Upah (BSU) bagi pekerja bergaji rendah dan guru honorer mendapat tanggapan positif. Langkah ini dianggap relevan dan strategis dalam menjaga konsumsi rumah tangga yang merupakan motor penggerak utama ekonomi nasional.

Chief Economist Permata Bank Josua Pardede menilai bahwa BSU adalah stimulus yang tepat untuk menopang konsumsi masyarakat. 

"Dalam konteks tantangan global seperti konflik geopolitik, inflasi tinggi, serta pelemahan daya beli masyarakat, bantuan ini merupakan stimulus tepat untuk menjaga konsumsi rumah tangga yang menjadi penopang utama ekonomi nasional," ucap Josua kepada MNC Portal, Minggu (15/6/2025).

Pemerintah mengambil inisiatif ini sebagai respons terhadap berbagai guncangan global, mulai dari perang yang berlarut-larut hingga ketegangan hubungan dagang AS-China dan pengetatan kebijakan moneter. 

Pada 2 Juni 2025, pemerintah mengumumkan lima paket stimulus, termasuk BSU, yang dirancang khusus untuk mempertahankan daya beli masyarakat berpenghasilan rendah yang paling merasakan dampak gejolak harga.

Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam keterangan persnya pada 2 Juni 2025, merinci bahwa BSU akan diberikan kepada 17,3 juta pekerja dengan gaji di bawah Rp3,5 juta atau di bawah upah minimum regional, serta 565.000 guru honorer (yang terbagi di bawah Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah serta Kementerian Agama). 

Bantuan sebesar Rp300.000 per bulan akan disalurkan selama dua bulan (Juni-Juli), dengan total anggaran APBN mencapai Rp10,72 triliun, melalui BPJS Ketenagakerjaan.

Josua menilai cakupan ini jelas menyasar kelompok rentan yang pendapatannya tergerus akibat tekanan inflasi, khususnya pada harga pangan yang terus meningkat.

"Secara praktis, nilai bantuan Rp300.000 per bulan selama dua bulan tersebut memang sangat signifikan, terutama bagi rumah tangga dengan rata-rata penghasilan sekitar Rp3 juta per bulan," ucapnya.

Menurutnya, jumlah ini setara sekitar 10 persen dari total pendapatan bulanan mereka, yang mampu meringankan beban pengeluaran sehari-hari dan meningkatkan daya beli.

Menkeu juga sebelumnya menilai bahwa kebijakan ini akan dirasakan langsung manfaatnya karena diberikan langsung kepada penerima manfaat.

Jika melihat batasan penghasilan dari penerima yakni Rp3,5 juta, maka diperkirakan bahwa target sasaran adalah kelompok masyarakat rentan miskin, dan ini jumlahnya lebih banyak dari masyarakat miskin.

“Kalau dia (berpenghasilan) Rp3,5 juta, anggaplah dia punya anggota keluarga dengan total semuanya jadi 4 orang lah. Katakanlah dia punya 2 anak, dan satu istri. Jadi kalau Rp3,5 juta itu dihitung per kapita, maka per kapita sekitar Rp800.000- an ya. Kalau kita kategorikan dalam kelompok pendapatan atau kelompok pengeluaran di BPS, itu kan masuk rentan miskin. Ini jumlahnya jelas jauh lebih banyak daripada kelompok di bawah garis kemiskinan,” tutur Menkeu.

Sri Mulyani menambahkan jumlah bantuan sebesar Rp300.000 juga bernilai signifikan terhadap pengeluaran kelompok sasaran yakni 10 persen.

"Rp300.000 per bulan dibandingkan dengan rata-rata pendapatan sekitar Rp3 juta itu berarti sekitar sepuluh persen dari total pendapatan mereka. Nah itu signifikan terhadap spending mereka,” ujar Menteri Keuangan.

Dampak Nyata BSU: Meringankan Beban dan Meningkatkan Daya Beli

Sri Mulyani juga menilai bantuan ini penting dalam menjaga daya beli pekerja, terutama ketika harga pangan dan biaya hidup meningkat, yang cenderung lebih tinggi dari tingkat inflasi umum.

“Ketika harga barang-barang pangan itu meningkat, dengan tingkat yang seperti tadi ya yang di atas 3 persen itu kan sangat memberatkan bagi kelompok-kelompok miskin dan juga kelompok rentan miskin. Maka kalau ada tambahan pendapatan 10 persen dari total pendapatan mereka, Tentu saja akan besar artinya bagi kelompok tersebut. Jadi jelas akan bermanfaat,” katanya.

Meski efektif, Josua mencatat bahwa kebijakan BSU ini masih terbatas dari segi durasi maupun jumlah penerima. Harapan ke depan, pemerintah dapat mempertimbangkan perluasan cakupan baik dari jumlah penerima maupun durasi pemberian bantuan.

"Harapan ke depan tentunya pemerintah dapat mempertimbangkan perluasan cakupan baik dari jumlah penerima maupun durasi pemberian bantuan, mengingat kelompok pekerja informal yang juga sangat membutuhkan perlindungan sosial masih belum tercakup secara maksimal dalam skema ini," ujar Josua.

Menkeu Sri Mulyani juga memberikan catatan serupa terkait durasi waktu dan jenis bantuannya, menyarankan adanya kebijakan yang bisa menciptakan pendapatan yang lebih permanen.

“Catatannya tentu saja durasi waktu. Setelah Juli bagaimana, karena ini sifatnya memberikan umpan bukan pancing. Tapi yang lebih dibutuhkan sebetulnya bagaimana caranya agar orang yang bekerja bisa menambah income secara lebih permanen,” ucap Menteri Keuangan.

Selain itu, baik Josua maupun Sri Mulyani sepakat bahwa cakupan penerima juga bisa diperluas sebab saat ini hanya mencakup sebagian kecil dari jumlah pekerja. Penerima Bantuan Subsidi Upah adalah kelompok yang tercatat sebagai pekerja formal.

Menurut Sri Mulyani, para pekerja di sektor informal juga perlu diberikan bantuan sebab jumlahnya jauh lebih banyak.

Ia juga mengapresiasi langkah pemerintah yang terstruktur dalam memastikan bantuan tersebut tepat sasaran melalui integrasi data Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN), yang meminimalkan kesalahan sasaran.

"Ini menunjukkan komitmen yang kuat dalam menjaga transparansi dan akuntabilitas, sekaligus meningkatkan kepercayaan publik terhadap efektivitas penggunaan anggaran negara," ungkap Josua.

Lebih jauh lagi, tantangan sebenarnya adalah bagaimana pemerintah mampu mengkombinasikan bantuan sosial seperti BSU ini dengan program lain yang bersifat lebih permanen dan berkelanjutan, seperti peningkatan kapasitas kerja, pelatihan keterampilan, hingga penciptaan lapangan kerja baru.

"Dengan demikian, perlindungan sosial akan benar-benar menjadi jembatan menuju peningkatan pendapatan dan kesejahteraan jangka panjang, bukan sekadar bantuan sesaat," tutur Josua.

Secara keseluruhan, kebijakan BSU ini dinilai relevan dengan tantangan ekonomi saat ini, dengan harapan pemerintah terus melakukan penyempurnaan dan inovasi kebijakan sosial agar tidak hanya bersifat temporer, namun benar-benar bisa mendukung kesejahteraan jangka panjang masyarakat Indonesia.

Topik Menarik