RDP dengan Komisi III DPR, Ikatan Advokat Bahas Penggunaan Senpi hingga Disabilitas Terjerat Hukum

RDP dengan Komisi III DPR, Ikatan Advokat Bahas Penggunaan Senpi hingga Disabilitas Terjerat Hukum

Nasional | okezone | Selasa, 20 Mei 2025 - 11:01
share

JAKARTA – Komisi III DPR RI menggelar rapat dengar pendapat (RDP) terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dengan jajaran pengurus Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Advokat Indonesia (DPP Ikadin). 

Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman mengatakan, DPR terbuka terhadap masukan dari seluruh lapisan masyarakat terkait RUU KUHAP.

"Banyak sekali masukan, terobosan, yang enggak terpikirkan sebelumnya belum terpikirkan oleh kami, soal senjata api, police line dan sebagainya," kata Habiburokhman dikutip di Jakarta Selasa (20/5/2025).

Sekjen DPP Ikadin, Rivai Kusumanegara, menambahkan, pihaknya menyampaikan 130 usulan untuk penyusunan RUU KUHAP kepada Komisi III DPR RI.

‎“Kami hanya mengulas 20 isu yang menurut kami menarik dan progresif sehingga diharapkan bisa menjadi pertimbangan,” kata  Rivai.

Misalnya kata dia, dalam kasus narkotika sering kali terjadi OTT. KUHAP baru harus mengatur batas waktunya. 
“Kami usulkan, OTT penangkapan lanjutan hanya dimungkinkan dalam waktu 24 jam. Di luar itu, mau tak mau harus menggunakan surat perintah penangkapan,” ujarnya.

Pihaknya juga mengusulkan soal perlunya pengaturan penggunaan senjata api (senpi) dan police line. Untuk senpi, Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 10 Tahun 2009 bisa diadopsi ke dalam RUU KUHAP.

‎“Police lain hanya digunakan untuk olah TKP, tapi praktiknya juga digunakan untuk membekukan sengketa tanah dan bangunan,” ujarnya.

Selanjutnya, pengaturan upaya paksa penyitaan dan penggeledahan, Ikadin mengusulkan agar izinnya dari Pengadilan Negeri yang membawahi wilayah hukum tempat atau objek yang digeledah atau disita. “‎Berita acara penyitaan juga diberikan kepada RT/RW setempat sehingga ada recordnya,” kata Rivai.

Sedangkan untuk pemenuhan access‎ to justice, Ikadin mengusulkan agar dalam surat panggilan polisi dicantumkan bahwa terperiksa berhak didampingi kuasa hukum atau advokat.

Pemeriksaan maksimal selama 8 jam dan diupayakan pada jam kerja. Ini agar yang diperiksa tidak kelelahan dan psikisnya tetap terjaga serta menghindari hal-hal di luar hukum, misalnya terjadinya kekerasan fisik.

 

Selanjutnya soal perpanjangan penahanan tersangka atau terdakwa, kuasa hukum diberikan kewenangan ‎untuk mengajukan keberatan. Ini dalam rangka check and balances.

“‎Ini menjadi bagian dari upaya hukum yang bisa diajukan. Jangan hanya bersifat administratif seperti selama ini,” imbuhnya.

Dalam check and balances, Ikadin mengusulkan agar advokat yang menangani suatu perkara dilibatkan dalam gelar perkara yang dilakukan penyidik.

Usulan selanjutnya, agar benda sitaan ‎barang bukti perkara pidana, misalnya kendaraan secara otimatis dipinjampakaikan kepada korban dengan ketentuan tidak dialihkan ke pihak lain dan siap dihadirkan jika diperlukan. Ini seperti konsep fidusia. 

“Korban bisa menunggu sidang, tapi tetap bisa menggunakan misal motor atau mobilnya yang disita. Pinjam pakai otomatis ini salah satu solusi terbaik,” katanya.

‎Sedangkan demi transparansi proses hukum, Ikadin mengusulkan agar saksi, korban atau ahli mendapat salinan BAP-nya selepas diperiksa. Kemudian, Berita Acara Sidang bisa diberikan kepada para pihak seperti di Mahkamah Konstitusi (MK). “Ini untuk menutup potensi mengubah-ubah keterangan saksi atau ahli,” kata dia. 

 

Demi kepastian hukum dan keadilan, ‎penyidikan dibatasi maksimal 2 tahun. Ini supaya tersangka dapat kepastian hukum. Jangan sampai seumur hidup menyandang status tersangka. 

Untuk penguatan profesi advokat, Ikadin mengusulkan ‎agar advokat diberikan kewenangan mendapat bantuan profesional, misalnya laboratorium forensik tidak hanya melayani permintaan penyidik saja.  

“Hak imunitas advokat juga kami mohonkan agar bisa dimasukkan dalam RUU KUHAP,” katanya.
‎ 
Selanjutnya, Ikadin mengusulkan perlindungan privasi. Penyidik dilarang membuka benda pribadi, misal handphone dan laptop sepanjang belum ditemukannya bukti awal tindak pidana. Sedangkan untuk melindungi kaum disabilitas yang berhadapan dengan hukum, Ikadin menyampaikan, mereka dapat didampingi pihak keluarga atau perawat.

Adapun Tim Kajian RUU KUHP dari DPP Ikadin yang juga hadir dalam RDPU ini, yakni Waketum Sapriyanto Refa serta Wasekjen I Made Agus Rediyudana.

Selanjutnya Riri Purbasari Dewi, dan Ika Rachmawati. Wabendum Rielen Pattiasina dan Anitha D.J. Puspokusumo, Ketua Bidang Advokasi Publik Erdi Sutanto dan anggotanya Wahyu Nandang Hermawan.

Topik Menarik