MK Pertanyakan Keputusan KPU Barito Utara soal Temuan Bawaslu dan Pemungutan Suara Ulang
JAKARTA - Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) mempertanyakan alasan KPU Barito Utara tidak menindaklanjuti temuan Bawaslu Barito Utara. Hal itu terungkap dalam persidangan lanjutan pembuktian Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Kabupaten Barito Utara di Gedung MK, Jumat (14/2) lalu.
Dalam sidang tersebut, Bawaslu Barito Utara yang diwakili oleh Adam Parawansa Shahbubakar menceritakan kronologis terbitnya surat rekomendasi Bawaslu Nomor 226/PP.01.02/K.KH-03/12/2024 tertanggal 3 Desember 2024.
“Kami menemukan ada pemilih yang mencoblos tidak membawa eKTP, atas tindak lanjut ini kami melakukan penelitian dan melakukan pengkajian hukum terhadap kasus ini, kami sempat mengklarifikasi kepada kepala desa. Pada pokok nya kami mengeluarkan surat rekomendasi kepada KPU Barito Utara untuk melakukan pemungutan suara ulang (PSU) tanggal 3 Desember 2024,” jelas Adam.
Dia menambahkan, bahwa KPU Barito Utara menindaklanjuti dengan mengirim surat kepada Bawaslu perihal penjelasan tanggapan surat rekomendasi tersebut.
“Inti dalam surat tanggapan tersebut KPU Barito Utara berpendapat bahwa hal tersebut (PSU) belum memenuhi unsur untuk dilakukan,” sambungnya.
Sementara itu, Ketua KPU Barito Utara Siska Dewi Lestari beralasan berdasarkan Surat Edaran Ketua KPU Barito Utara nomor 2734 tanggal 26 November 2024 tidak perlu melakukan PSU karena setelah melakukan telaah hukum unsur untuk PSU belum terpenuhi.
“Itu kami kaji, sebenarnya tidak hanya terkait surat edaran itu juga hasil keputusan kami, tetapi kami juga dengan melihat undang-undang pemilihan pasal 112 terkait masalah persyaratan untuk dilakukan PSU,” tuturnya.
Namun, lanjut Majelis hakim, kenapa dalam membalas surat rekomendasi dari Bawaslu, KPU Barito Utara hanya mengutip angka 1 saja dalam surat edaran ketua KPU nomor 2734 tanggal 26 November 2024?
"Ini hanya angka 1, sepanjang angka 1 tidak menyertakan angka 2 nya? Itu kan ada dan, kumulatif kan mestinya, kenapa hanya 1 saja yang ibu ambil sebagai dasar untuk menolak itu,” tanya Majelis Hakim.
Menurut pandangan Majelis hakim seseorang yang datang tidak membawa KTP elektronik atau identitas lain yang diyakini kebenarannya sebagai identitas bagi petugas KPPS bahwa dia adalah cocok antara pemilik hak sebagai pemilih di TPS itu dengan DPT yang ada.
“Jika tidak membawa e-KTP menggunakan mekanisme ini sebenarnya bisa angka 1 tapi dan angka 2, pemilih tersebut tercantum dalam DPT berdasarkan hasil pengecek KPPS pada pengecekan DPT online,” kata Majelis hakim.
Harus ada syarat berikutnya lanjut Majelis hakim yang meyakinkan dan KPPS dapat memastikan pemilih yang membawa formulir model C pemberitahuan KWK adalah pemilih yang sesuai dengan identitas yang tercantum dalam DPT dengan cara meminta pemilih untuk menunjukan dokumen identitas diri yang terdapat didalamnya foto, nama, tanggal lahir pemilih yang bersangkutan.
“Memang boleh tidak membawa e-KTP tetapi harus ada identitas lain yang bisa meyakinkan petugas untuk melapis atau mengganti itu, kenapa ibu hanya mencantumkan 1 saja padahal itu ada kata dan berartikan dua-duanya atau salah satu bu,” ujar Majelis hakim.
Adapun terkait kejadian, praktisi Hukum Kepemiluan Resmen Khadafi menilai bahwa persidang pembuktian tersebut membuktikan KPU dalam melakukan telaah hukum kurang hati-hati.
“Mereka (KPU Barito Utara) kurang berhati-hati dalam merespon surat rekomendasi Bawaslu Barito Utara,” ucap Resmen, Rabu (19/2/2025).
Terlebih, kata Resmen dasar hukum yang digunakan adalah surat Edaran Ketua KPU nomor 2734 tertanggal 26 November 2024 dalam menolak pelaksanaan pemilihan suara ulang (PSU).
“Dalam surat edaran tersebut, ada syarat tambahan bagi pemilih agar dapat menggunakan hak pilihnya. Dan syarat tambahan seharusnya disertakan,” ungkap Resmen.
Untuk diketahui dalam surat edaran Ketua KPU nomor 2734 tertanggal 26 november 2024 terdapat ketentuan mengenai mekanisme pemberian suara bagi pemilih yang hanya membawa formulir c pemberitahuan kwk tetapi tidak dapat menunjukkan ktp elektronik atau biodata penduduk. Ketentuan ini memberikan syarat tambahan bagi pemilih agar dapat menggunakan hak pilihnya.