Eks Direktur PPSJ Didakwa Rugikan Keuangan Negara Rp224 Miliar
JAKARTA - Mantan Direktur Pengembangan Perumda Pembangunan Sarana Jaya (PPSJ), Indra Sukmono Arharrys didakwa terlibat dalam kasus dugaan korupsi pengadaan lahan di Rorotan, Jakarta Utara. Jaksa pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai Indra dan tiga tersangka lainnya telah merugikan keuangan negara hingga Rp224 miliar.
Empat tersangka lain selain Indra yakni yang juga didakwa ialah Yoory C. Pinontoan selaku Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya (didakwa terpisah); Donald Sihombing selaku Direktur PT Totalindo Eka Persada (PT TEP); Saut Irianto Rajaguguk selaku Komisaris PT TEP dan Eko Wardoyo selaku Direktur Keuangan PT TEP.
Keempatnya didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
"Perbuatan terdakwa memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi atau setidak-tidaknya merugikan keuangan negara sebesar Rp224.696.340.127 (224 miliar) sebagaimana laporan hasil penghitungan kerugian keuangan negara atas dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan tanah di Rorotan, Cilincing, Jakarta Utara oleh Perumda Pembangunan Sarana Jaya tahun 2020," kata Jaksa Penuntut Umum, Rabu (12/2/2025).
Perkara korupsi ini tak terlepas antara PT Nusa Kirana Real Estate (PT NKRE) yang memiliki utang terhadap PT TEP sebesar Rp65 miliar. Pada Januari 2019, untuk menyelesaikan utang ini PT NKRE menawar aset land bank PT NKRE dan business plan tanah seluas 7,82 hektare di Rorotan kepada PT TEP sebagai alat pembayar utanng.
Hasil perundingan itu tak berbuah hasil, Donald Sihombinng saat itu meminta aset tanah Rorotan yang berada di pinggir jalan dengan total luas sekitar 10,3 hektare sebagai pembayaran utang.
Di sisi lain saat itu, Yorry selaku Direktur Utama PPSJ juga diminta Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah untuk membeli lahan di kawasan Jakarta Utara. Yoory lantas menelpon Direktur Pengembangan Usaha PT Jakarta Propertindo (PT Jakpro), dalam percakapan itu Yoory memberitahu bahwa PPSJ mendapat penawaran tanah dari PT NKRE padahal saat itu belum ada penawaran resmi yang masuk ke PPSJ.
Pada Februari 2019, Yoory pun menerima kunjungan dari Donald Sihombing dan Saut Irianto untuk menawarkan tanah di Rorotan kepada PPSJ. Dalam pertemuan itu, Donald menjelaskan PT TEP memperoleh tanah Rorotan dari PT NKRE yang tidak bisa melunasi utang.
Donald menyampaikan secara lisa harga penawaran awal tanah itu berkisar Rp4-5 juta per meter untuk dikembangkan PT TEP bersama PPSJ melalui skema kerja sama operasi (KSO).
Kemudian, pada 11-13 Februari 2019, Donald, Saut dan Eko kembali bertemu Yoory dengan membahas penawaran dari PT TEP terkait kerjasama pembangunan hunian DP 0 dengan porsi PPSJ 70 dan PT TEP30. Donald juga menawarkan lahan tanah Rorotan seluas 10 hektare dengan harga sebesar Rp3 juta per meter persegi dan mengatakan sudah memiliki penilaian appraisal harga dari dua KJPP.
Pada 28 Februari 2019 tawaran tersebut langsung disambut oleh Yoory dengan mengirimkan surat kepeminatan atas penawaran tanah seluas 11,7 hektare. Meski demikian, dalam surat itu terdapat poin bahwa PPSJ membutuhkan waktu dan kerjasama dalam rangka pengecekan legalitas tanah.
Namun, pada 1 Maret 2019 Donald dan Yoory justru menandatangani berita acara negosiasi harga bersama tanpa melalui mekanisme kajian internal. Pada 6 Maret 2019 keduanya menandatangani perjanjian pendahuluan terkait KSO dengan harga tanah sebesar Rp3 juta per meter persegi dari sebanyak 6 bidang tanah dengan total tanah 11,7 hektare.
Perumda Pembangunan Sarana Jaya kemudian membayar uang muka Rp30 miliar kepada PT TEP. Namun, perjanjian itu belakangan batal lantaran perjanjian KSO itu tidak disetujui Dewan Pengawas.
Pembatalan tersebut membuat Yoory mengubah skema KSO menjadi skema beli putus tanah tanpa melakukan proses beli putus tanah dari awal sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pada akhir Maret 2019 Yoory dan Donald kemudian melakukan penandatanganan akta PPJB atas enam bidang tanah di Rorotan senilai Rp351.474.000.000 (Rp351 miliar) padahal saat itu SHGB masih terdaftar atas nama PT NKRE.
PPSJ dalam perjanjian itu membayar uang muka sebesar Rp150 miliar. Kemudian, sejak April hingga September 2019 PPSJ telah melakukan pembayaran Rp201 miliar kepada PT TEP. PPSJ kembali melakukan pelunasan atas penambahan luas tanah Rorotan dengan nilai Rp14 miliar.
Dengan demikian, total pembayaran yang dikeluarkan oleh PPSJ kepada PT TEP untuk pembelian tanah seluas 12,3 hektare yang terdiri atas 11,7 hektare luas tanah awal ditambah 0,6 hektare penambah luas adalah Rp370 miliar. Transaksi pembelian lahan itu diduga dilakukan secara sepihak oleh Yoory tanpa melalui kajian teknis.
Padahal, kondisi lahan saat itu dinilai berawa dan membutuhkan piaya pematangan lahan yang besar. Selain itu, laha itu juga dinilai tidak memenuhi kriteria teknis lahan Rumah Susun Sederahana (Rusuna) program Perumda Pembangunan Sarana Jaya.
Yoory juga diduga meminta pegawai PPSJ untuk membuat laporan penilai atas penawaran lokasi seluas 11,7 hektare dengan bertanggal mundur (backdate). Hal itu diduga dilakukan agar pembelian tanah berjalan sesuai dengan ketentuan.
Sejumlah penyimpangan transaksi yang dilakukan Yoory itu dinilai dipengaruhi karena adanya penerimaan fasilitas dari PT TEP. Bahkan, Yoory juga diduga menerima valas dalam SGD senilai Rp3 miliar. Yoory juga mendapatkan kemudahan dalam penjualan aset milik pribadi yang segera dibeli pegawai PT TEP. Sementara Donald, jaksa menilai transaksi itu menguntungan Donald hingga Rp221 miliar.