Hamas Akan Hentikan Pembebasan Sandera, Tuduh Israel Langgar Gencatan Senjata
YERUSALEM - Hamas pada Senin, (10/2/2025) mengumumkan akan menghentikan pembebasan sandera Israel sampai pemberitahuan lebih lanjut atas apa yang disebut kelompok militan Palestina sebagai pelanggaran Israel terhadap perjanjian gencatan senjata di Gaza, yang meningkatkan risiko memicu kembali konflik.
Kelompok pejuang Palestina itu dijadwalkan akan membebaskan lebih banyak sandera Israel pada Sabtu, (15/2/2025) sebagai imbalan atas tahanan Palestina dan warga Palestina lainnya yang ditahan di tahanan Israel seperti yang telah terjadi selama tiga minggu terakhir.
Setelah pengumuman Hamas yang tak terduga, keluarga sandera dan pendukung mereka memadati area Tel Aviv yang sekarang dikenal sebagai Lapangan Sandera pada Senin malam untuk menekan pemerintah agar tidak membatalkan kesepakatan tersebut.
"Setiap orang yang tidak seharusnya berada di sana harus pulang sekarang," kata Shoshana Brickman, seorang pengunjuk rasa yang bergabung dengan sekira 2.000 orang dalam demonstrasi yang tidak dijadwalkan itu. "Setiap orang, semua sandera, semuanya."
Netanyahu: Gerbang Neraka Akan Dibuka di Gaza Jika Hamas Tak Pulangkan Semua Sandera Israel
Hamas mengatakan pihaknya membuat pengumuman tersebut lima hari sebelum pembebasan sandera yang dijadwalkan pada Sabtu sehingga para mediator dapat menekan Israel untuk menegakkan kewajiban gencatan senjatanya dan "menjaga pintu tetap terbuka agar pertukaran sandera dapat dilakukan tepat waktu."
Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz mengatakan tindakan Hamas melanggar gencatan senjata dan ia menginstruksikan militer untuk berada pada tingkat kesiapan tertinggi di Gaza dan untuk pertahanan dalam negeri.
Seorang pejabat Israel mengatakan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu akan bertemu dengan kabinet keamanan yang meliputi menteri pertahanan, keamanan nasional, dan urusan luar negeri pada Selasa, (11/2/2025) pagi.
Dua sumber keamanan Mesir mengatakan kepada Reuters pada Senin bahwa para mediator khawatir akan gagalnya perjanjian gencatan senjata. Qatar dan Mesir menjadi penengah kesepakatan tersebut bersama Amerika Serikat (AS).
Sejauh ini, 16 dari 33 sandera yang akan dibebaskan dalam fase pertama kesepakatan selama 42 hari telah pulang, begitu pula lima sandera Thailand yang dikembalikan dalam pembebasan yang tidak dijadwalkan.
Sebagai gantinya, Israel telah membebaskan ratusan tahanan dan narapidana, termasuk tahanan yang menjalani hukuman seumur hidup karena serangan mematikan dan warga Palestina yang ditahan selama perang dan ditahan tanpa dakwaan.
Israel Langgar Gencatan Senjata
Juru Bicara Sayap Militer Hamas, Abu Ubaida, mengatakan pelanggaran gencatan senjata Israel termasuk menunda warga Palestina untuk kembali ke Gaza utara, menembaki warga Palestina, dan menghentikan bantuan kemanusiaan memasuki jalur tersebut sebagaimana ditetapkan dalam gencatan senjata.
Sebaliknya, Israel menuduh Hamas tidak menghormati perintah pembebasan sandera dan mengatur aksi-aksi kekerasan di depan khalayak ramai saat sandera diserahkan ke Palang Merah.
Organisasi-organisasi bantuan mengatakan bahwa aliran bantuan kemanusiaan ke Gaza meningkat sejak gencatan senjata berlaku, dan Israel membantah klaim Hamas bahwa mereka menghambat aliran bantuan.
Seorang pejabat yang mengetahui negosiasi gencatan senjata mengatakan kepada Reuters bahwa Israel telah menolak permintaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Qatar, dan pihak-pihak lain untuk mengizinkan unit-unit perumahan sementara dibawa ke Gaza untuk melindungi orang-orang yang mengungsi sebagaimana yang dipersyaratkan dalam perjanjian gencatan senjata.
Pejabat Hamas mengatakan Israel telah memblokir masuknya 60.000 rumah mobil dan 200.000 tenda serta mesin-mesin berat untuk membersihkan puing-puing dan bahan bakar.
Kantor Netanyahu mengatakan pada Senin bahwa delegasi Israel kembali dari perundingan gencatan senjata di Qatar, di tengah meningkatnya keraguan atas proses yang ditengahi Mesir dan Qatar untuk mengakhiri perang.
Tidak ada penjelasan langsung mengenai kepulangan orang Israel tersebut. Perundingan tersebut dimaksudkan untuk menyetujui dasar bagi tahap kedua dari gencatan senjata multi-fase dan kesepakatan pertukaran sandera dengan tahanan yang dicapai bulan lalu.
Seorang pejabat Palestina yang dekat dengan perundingan tersebut mengatakan kemajuan terhambat oleh ketidakpercayaan antara kedua belah pihak.