Kisah Mantan Dubes Rusia Tentang Kunjungan SBY, Soekarno, dan Masjid St.Petersburg

Kisah Mantan Dubes Rusia Tentang Kunjungan SBY, Soekarno, dan Masjid St.Petersburg

Global | okezone | Kamis, 6 Februari 2025 - 15:20
share

JAKARTA - Dalam ruang lingkup profesional, takdir membawa saya untuk menangani hubungan Rusia-Indonesia sejak akhir tahun 1990-an. Dari 2004 hingga awal 2007, saya ditugaskan sebagai Duta Besar Rusia di Jakarta. Dua tahun lebih sedikit, mungkin bukan waktu yang terlalu lama, tetapi saya merasa telah mengenal negara ini sejak masa kecil saya, sejak tahun 50-an, ketika berkumandang lagu tentang Indonesia, di masa awal persahabatan kita dengan negara ini, bergema lagu di radio Uni Soviet. Lagu itu dimulai dengan kata-kata: "Dibasuh oleh lautan yang hangat, diselimuti oleh hutan-hutan purba, tanah air tercinta Indonesia, kusimpan cinta padamu di lubuk hatiku..." Saya masih mengingatnya hingga hari ini.

Lagu sederhana ini begitu populer pada masa itu sehingga hampir semua orang menyenandungkannya. Baru belakangan saya mengetahui bahwa lagu ini didasarkan pada melodi Indonesia yang diciptakan pada 1940-an, dan lirik dalam bahasa Rusia memiliki kemiripan dengan versi aslinya dalam bahasa Indonesia. Oleh karena itu, tanpa berlebihan, saya bisa mengatakan bahwa sejak masa itu yang begitu jauh, Indonesia telah menjadi negara yang dekat di hati saya, dan kecintaan saya terhadap negara ini semakin kuat selama masa tugas saya di Jakarta.

Tugas sebagai seorang duta besar mencakup berbagai tanggung jawab, mulai dari pertemuan dengan berbagai instansi, penyelenggaraan acara, partisipasi dalam kegiatan delegasi, perjalanan ke berbagai wilayah di negara tersebut, dan masih banyak lagi. Di Indonesia, dengan kebijakan luar negerinya yang aktif serta peranannya yang semakin besar dalam urusan regional, tidak hanya di Asia Tenggara tetapi juga secara lebih luas, yaitu dalam berbagai forum internasional diselenggarakan dengan partisipasi perwakilan Rusia.

Semua ini membuat pekerjaan di kedutaan menjadi sangat dinamis dan penuh tantangan. Jika harus merinci semua agenda yang pernah ada, daftarnya akan panjang dan mengesankan. Namun kini, semua itu menjadi bagian dari arsip sejarah, sementara hubungan bilateral terus berkembang dan mencapai pencapaian baru.

Saat ini, saya ingin mengenang satu peristiwa saja, yaitu kisah persiapan kunjungan pertama Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), ke Rusia pada 2006.

Seperti yang diketahui, SBY mengunjungi Rusia sebanyak tiga kali, tetapi saat itu adalah kunjungan pertama beliau dan kunjungan pertama selalu yang paling penting, dengan persiapan yang biasanya sangat teliti dan penuh tanggung jawab. Sejumlah dokumen bilateral, perjanjian dan nota kesepahaman disiapkan. Mengingat kesamaan atau kedekatan pandangan dalam isu-isu utama agenda internasional, proses penyusunan dokumen-dokumen ini tidak menghadapi hambatan berarti dan berjalan dengan cepat. Isu-isu kerja sama praktis dalam hubungan bilateral juga dibahas dengan sukses. Kerja sama ekonomi dan teknis-militer mengalami kemajuan pesat dan volume perdagangan terus meningkat. Dengan kata lain, semua kondisi untuk mengadakan pertemuan tingkat tinggi telah terpenuhi dan kedua belah pihak menunjukkan minat besar terhadap pertemuan tersebut. Yang tersisa hanyalah menyepakati jadwal kunjungan, namun di sinilah muncul kendala yang tidak terduga.

Pada prinsipnya, parameter dan jadwal kunjungan tidak menimbulkan keberatan dari kedua belah pihak. Namun, masalah muncul dalam menentukan tanggal pasti pertemuan para pemimpin dan pelaksanaan pembicaraan utama, yang sulit sekali untuk disepakati. Waktu yang diusulkan oleh Moskow ternyata tidak dapat diterima oleh pihak Indonesia dan upaya saya untuk meyakinkan kantor Presiden Indonesia agar menerimanya tidak membuahkan hasil. Saya merasakan bahwa upaya rekan-rekan saya di Kementerian Luar Negeri Rusia juga tidak dapat banyak membantu. Dari Moskow, ditegaskan bahwa perubahan tanggal pertemuan utama tidak mungkin dilakukan. Kedua belah pihak tetap pada pendiriannya. Mungkin ini adalah bagian dari praktik protokoler biasa, upaya saling menekan untuk melaksanakan arahan yang telah ditetapkan dari atas. Namun, dalam kasus ini, negosiasi mengenai tanggal benar-benar menemui jalan buntu. Tak ada satu pun pihak yang ingin mengalah.

Di sini, saya mendapatkan ide yang saya diskusikan melalui telepon dengan asisten Presiden Vladimir Putin bidang urusan kebijakan luar negeri. Mengapa tidak mengundang S.B. Yudhoyono untuk mengunjungi kota lain di Rusia, khususnya St. Peterburg, sebelum tiba di Moskow? Dengan begitu, solusi kompromi mengenai tanggal pertemuan tingkat tinggi bisa ditemukan. Persetujuan diberikan, dan saya meminta pertemuan dengan asisten Presiden Indonesia untuk urusan kebijakan luar negeri.

Saya tidak usah menguraikan percakapan dengannya, namun saya akan berbagi tentang bagaimana dan dengan apa saya mencoba menarik perhatian lawan bicara saya. Saya teringat dan menceritakan secara detail sebuah kisah yang diceritakan kepada saya beberapa tahun sebelumnya oleh imam Masjid Katedral St. Petersburg, yang memulai ceritanya dengan kata-kata, "umat Muslim St. Petersburg mengingat dan mencintai Presiden Indonesia Soekarno." Inti dari ceritanya adalah bahwa selama salah satu kunjungan awal Soekarno ke Uni Soviet, presiden pertama Indonesia itu mengunjungi Leningrad, nama St. Petersburg pada masa itu. Dan selama berada di kota itu, Soekarno, saat melintas di jalan menuju pertemuan berikutnya, melihat bangunan masjid. Dia bertanya apakah dia bisa mengunjunginya. Orang-orang yang mendampinginya dengan cepat menjawab bahwa jadwal kunjungannya sangat padat sehingga tidak ada waktu untuk kunjungan seperti itu. Keesokan harinya, Soekarno kembali mengangkat pertanyaan ini dan sekali lagi mendapatkan jawaban yang sama. Masalah sebenarnya adalah bahwa masjid itu ditutup dan diubah menjadi gudang, yang pada masa itu tidak jarang terjadi pada tempat-tempat ibadah. Namun, pejabat Soviet merasa malu untuk mengakuinya. Setelah penolakan ketiga untuk memenuhi permintaannya mengunjungi masjid, Soekarno marah dan menurut sang imam, menghentikan kunjungannya dan terbang keluar dari Leningrad. Beberapa waktu kemudian, sebagai akibat dari skandal dengan Soekarno, pihak berwenang mengembalikan masjid katedral utama kota itu kepada umat Muslim setempat. Saya tidak tahu bagaimana sebenarnya kejadiannya saat itu dan apakah semuanya benar-benar terjadi seperti itu. Saya tidak memungkiri mungkin saja ini legenda, tetapi jika itu legenda, maka itu adalah legenda yang baik, yang menjaga kenangan tentang presiden pertama Indonesia dan citra tingginya di kalangan umat Muslim St. Petersburg.

Saya juga tidak tahu sejauh mana cerita saya tentang episode dalam sejarah hubungan bilateral ini dapat memengaruhi keputusan mengenai jadwal kunjungan Susilo Bambang Yudhoyono. Saya tidak tahu apakah cerita ini diceritakan kembali kepada beliau, tetapi beberapa waktu kemudian, saya menerima telepon yang menyampaikan konfirmasi kesepakatan pihak Indonesia untuk memulai perjalanan ke Rusia dengan mengunjungi St. Petersburg. Hal ini segera dilaporkan ke Moskow.

Sebelum mengakhiri, saya ingin menyampaikan bahwa kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada akhir November - awal Desember 2006 dan pertemuannya dengan Presiden Vladimir Putin tetap terukir dalam ingatan saya sebagai sesuatu yang sangat sukses, menunjukkan sikap baik Rusia terhadap Indonesia, termasuk hubungan yang terjalin sepanjang waktu antara kedua negara kita.

Sebagai penutup, saya ingin menambahkan bahwa merupakan suatu kehormatan besar bagi saya untuk mendampingi pemimpin Indonesia dalam kunjungannya ke Masjid Katedral Utama St. Petersburg, yang berkilauan gemerlap setelah restorasi yang dilakukan, seolah-olah khusus dilaksanakan untuk menyambut kedatangan delegasi tingkat tinggi Indonesia.

Mikhail M. Bely

Duta Besar Federasi Rusia untuk Indonesia (2004 2007)

Topik Menarik