Kisah AHY Digendong Pasukan Elite TNI saat SBY Bertugas di Timor Timur
JAKARTA - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Agus Harimurti Yudhoyono menceritakan bahwa dulu saat Presiden RI ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono berdinas di Batalyon Infanteri Raider Khusus 744/SYB Timor-Timur.
AHY sempat mengenyam pendidikan sekolah dasar (SD) dalam kurun waktu 1986-1988 atau 2,5 tahun di Dili, Timor-Timur yang sekarang menjadi milik negara Timor Leste.
Dia mengaku sering digendong para prajurit Batalyon 744/SYB sebelum akhirnya ditakdirkan menjadi prajurit TNI dengan nilai nasionalisme dan patriotisme yang tidak akan bergeser.
"Jadi itu mungkin itu ceritanya, saya pernah hidup dan tahu persis” kata AHY di Desa Oebola Dalam, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), dikutip Minggu (15/9/2024).
“Waktu itu saya masih kecil Bapak, Ibu, masih SD, tapi masih ingat memorinya. Kelas 3, kelas 4 SD ketika itu. Benar, saya sering digendong-gendong mungkin atau diantar sama prajurit-prajurit 744,"sambung AHY.
Diketahui, AHY pun akhirnya berkarir di TNI AD selama 16 tahun. AHY menjadi lulusan terbaik dari Akademi Militer tahun 2000. Dia meraih penghargaan Adhi Makayasa dan Pedang Trisakti Wiratama.
"Kemudian sejarah juga menakdirkan saya menjadi prajurit juga, menjadi perwira di jajaran TNI yang juga tentu nilai-nilai nasionalisme dan patriotisme itu tidak akan pernah bergeser," ujarnya.
AHY mengatakan ketika mendapatkan amanah di Kementerian ATR/BPN ini, salah satu prioritas yang langsung ditangani yakni menuntaskan status hak atas tanah di NTT.
"Bagaimana kita bisa segera menuntaskan status sekaligus juga hak atas tanah bagi masyarakat atau warga eks pejuang Timor-Timur betul-betul di negara ini. Dan Alhamdulillah, betul, sebetulnya saya merencanakan sejak beberapa saat yang lalu," ucapnya.
Ketum Partai Demokrat itu menyebut sekeluarga saat itu tinggal di sebuah rumah dinas di kawasan Dili, Timor-Timur. Ia enggan terjebak masa lalu memilih warga negara bukan suatu yang enteng.
"Saya sekeluarga tinggal di Dili. Saya masih ingat rumah dinasnya itu di Jalan Ameriko Thomas. Batalyonnya Taibesi, bandaranya Komoro. Tetapi kita tidak boleh terjebak di masa lalu. Kita lihat hari ini dan ke depan, tapi tidak boleh melupakan masa lalu. Karena tanpa masa lalu tidak ada kita hari ini. Tidak ada masa depan Indonesia juga. Tanpa mengapresiasi masa lalu," ujarnya.
"Banyak prajurit-prajurit kita dulu gugur di medan pertempuran. Dan ketika Sejarah menakdirkan, harus memilih, harus memilih sesuatu yang sangat mendasar dalam kehidupan. Memilih kewarganegaraan. Bukan sesuatu yang enteng-enteng begitu saja. Tapi, harus didorong oleh keyakinan bahwa dengan memilih kewarganegaraan, kita bisa mendapatkan hak-hak kita sebagai warga negara,"pungkasnya.