Khutbah Jumat: Maulid Nabi Momen Meneladani Akhlak Terpuji Rasulullah
KHUTBAH Jumat tentang Maulid Nabi yang menjadi hari kelahiran Rasulullah Shallallahu alaihi wassallam dibahas dalam artikel berikut ini. Berisi banyak nasihat serta ajaran mulia Nabi Muhammad.
Khutbah Jumat dengan tema Maulid Nabi ini juga mengingatkan jamaah bahwa banyak sekali peristiwa penting yang terjadi pada bulan Rabiul Awal. Salah satunya kelahiran Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam atau dikenal dengan Maulid Nabi.
Pada bulan Rabiul Awal pun terdapat berbagai kemuliaan serta keagungan yang luar biasa besar. Oleh karena itu, sangat penting menyimak khutbah Jumat berikut ini.
Silakan diketahui isi khutbah Jumat tentang Maulid Nabi momen meneladani akhlak terpuji Rasulullah Shallallahu alaihi wassallam, sebagaimana dipaparkan Ustadz Zainuddin Lubis, pegiat kajian tafsir asal Ciputat, dalam laman nu.or.id :
Khutbah 1
. . . .
Jamaah Jumat yang berbahagia,
Alhamdulillah ungkapan syukur pada Allah, yang telah memberikan kita kesehatan dan juga kesempatan hingga bisa melaksanakan shalat Jumat secara berjamaah. Sholawat dan salam kita haturkan pada baginda Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam, yang telah membimbing kita semua dari alam kejahilan, menuju cahaya Islam.
Sebagai khatib, memiliki tanggung jawab untuk mengajak jamaah untuk meningkatkan iman dan takwa. Iman dan takwa adalah dua hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia, terutama dalam menghadapi dunia yang penuh tipu daya. Dengan iman dan takwa, manusia akan memiliki pedoman hidup yang benar dan akan terhindar dari kebejatan dunia.
Jamaah Jumat yang berbahagia,
Rabiul Awal adalah bulan yang sangat mulia, di mana Rasulullah Saw dilahirkan, tepatnya 12 Rabiul Awal tahun 571 Masehi, di Kota Makkah. Beliau adalah manusia yang sangat mulia dan penuh keagungan.
Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam adalah teladan terbaik bagi umat manusia. Beliau memiliki akhlak yang paling mulia, sehingga Allah Swt menyebutnya sebagai uswah hasanah (teladan yang baik).
Dalam Alquran, Allah Subhanahu wa Ta'ala
Artinya: "Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagi kalian, yaitu bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak mengingat Allah." (QS Al Ahzab: 21)
Jamaah Jumat yang berbahagia,
Menurut Imam Qurthubi dalam kitab Tafsir al-Jami' li Ahkam Al-Qur'an menyebutkan bahwa makna uswah dalam ayat tersebut adalah panutan. Artinya, Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam adalah sosok teladan, yang tingkah lakunya jadi tempat bersandar. Maka, Rasulullah diikuti dalam semua perbuatannya dan menjadi tempat bersandar dalam semua keadaannya. Nabi Muhammad adalah sosok yang diteladani dalam keikhlasan; wajah beliau dilukai, lengannya patah, pamannya Hamzah dibunuh, perutnya lapar, dan beliau tidak ditemukan kecuali dalam keadaan sabar dan ikhlas, serta bersyukur dan ridha.
Lebih lanjut, saat beliau disakiti, Nabi tidak ada keinginan untuk membalas tindakan tersebut. Misalnya, saat diusir dari Makkah, Nabi Muhammad tidak membalas dengan kekerasan. Nabi justru berhijrah ke Madinah dan mendirikan peradaban Islam yang damai dan adil.
Demikian juga ketika dilempari batu oleh penduduk Thaif dengan batu sehingga berdarah pelipis matanya, Nabi Muhammad tidak membalas dengan makian atau lemparan batu. Nabi Muhammad, kata Imam Qurthubi, justru berdoa agar yang menyakitinya mendapatkan hidayah dan kebaikan dari Allah.
Artinya: "Ya Allah ampunilah kaum ku, sesungguhnya mereka tidak mengetahui perbuatan mereka."
Sejatinya, sikap Nabi Muhammad saat disakiti ini merupakan teladan yang sangat berharga bagi umat Islam. Rasulullah mengajarkan kita untuk selalu memaafkan orang yang menyakiti kita, bahkan ketika mereka menyakiti kita dengan cara yang tidak terbayangkan. Dengan memaafkan, kita tidak hanya menghilangkan dendam dan kebencian, tetapi juga membuka pintu kebaikan dan kasih sayang.
. .
Artinya: "Firman Allah Ta'ala "uswatun" (suatu teladan). Uswatun (suatu teladan) adalah qudwah (contoh). Uswatun (suatu teladan) adalah sesuatu yang diteladani, yaitu sesuatu yang dibanggakan. Maka, seseorang meneladani dalam semua perbuatannya dan bangga dengannya dalam semua keadaannya. Maka, sungguh wajahnya telah terluka, dan tulang pipinya telah pecah." (Imam Qurthubi, al Jami' li Ahkami Al-Quran, (Kairo; Dar Kutub al Misriyah, 1964), halaman 155)