Orasi Bung Tomo Membakar Semangat Rakyat Surabaya Tetap Berjuang Melawan Pasukan Sekutu
SUTOMO atau Bung Tomo merupakan pemimpin militer Indonesia di masa Revolusi Nasional. Selain jago dalam strategi perang, Bung Tomo juga terkenal sebagai orator ulung. Ia mampu membakar semangat banyak orang lewat orasinya yang menggelar.
Pada 10 November 1945, ribuan masyarakat memenuhi Lapangan Benteng, Surabaya. Bung Tomo berpidato membakar semangat rakyat agar tidak menyerah pada pasukan Sekutu. Benar saja lewat orasinya, Bung Tomo mampu menyihir massa dan membuat rakyat bersemangat lagi berjuang melawan penjajah.
Pidato itu dilakukan usai Inggris menyebarkan pamflet-pamflet meminta masyarakat Surabaya menyerahkan senjata yang dimiliki dari tentara Jepang ke pasukan Sekutu.
Tetapi Bung Tomo atau Sutomo tampil dengan gagah berani berpidato dengan durasi kurang lebih satu jam. Pada pidatonya dengan sangat tegas agar semua pemuda yang berasal dari Surabaya untuk segera kembali ke Surabaya. Semua laki-laki, terutama para pemuda, dihimbau untuk tidak meninggalkan kota Surabaya selama masa-masa genting itu.
Tidak hanya itu, pada saat kota Surabaya kekurangan artileri, Bung Tomo menyerukan agar Surabaya segera dibantu dengan "tukang tembak" meriam, sebagaimana dikutip dari buku "Bung Tomo : Hidup dan Mati Pengobar Semangat Tempur 10 November" karya Abdul Waid.
Mendengar kata-kata Bung Tomo yang disampaikan dengan suara lantang itu, semua yang hadir pada saat itu menyambutnya dengan teriakan merdeka. Mereka berteriak sekeras-kerasnya mengiringi pidato Bung Tomo.
Mereka seakan-akan terhipnotis oleh isi pidato Bung Tomo. Mereka rela berdesak-desakan di tengah lapangan untuk menyimak pidato Bung Tomo dengan setia tanpa rasa lelah sedikit pun. Padahal, pada saat itu cuaca Surabaya cukup panas menyengat badan.
Namun, panasnya cuaca tidak menjadi masalah bagi ribuan orang Surabaya untuk tetap berdiri di lapangan hingga Bung Tomo menyelesaikan orasinya. Bung Tomo berorasi selama kurang lebih satu jam. Selama itu pula, suasana berjalan aman terkendali tanpa gangguan sedikit pun.
Selesai menyimak pidato Bung Tomo, ribuan massa pun meninggalkan Lapangan Benteng, Surabaya dengan sangat tertib. Tampaknya yang terhipnotis oleh orasi Bung Tomo pada tanggal 10 November 1945 itu bukan hanya ribuan orang di Surabaya. Bukan hanya kalangan sipil, tetapi juga kalangan aparatur negara yang juga bergerak cepat setelah mendengar orasi Bung Tomo.
Itu terlihat ketika seruan Bung Tomo disambut oleh Markas Tertinggi TKR Yogyakarta. Kemudian, mereka mengirimkan Mayor Suwardi bersama dengan 23 orang calon kadet M.A sebagai artileris ke Surabaya. Semua terpengaruh oleh orasi Bung Tomo.
Orang yang semula enggan untuk berjuang dan berperang, justru menjadi semangat berperang karena menyimak orasi Bung Tomo. Orasinya menjelma menjadi komando yang sangat ampuh bagi gerakan perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.