Kisah Perjuangan Sing Pemuda Tionghoa Melawan Belanda, Tubuhnya Rubuh Semangatnya Tetap Menyala

Kisah Perjuangan Sing Pemuda Tionghoa Melawan Belanda, Tubuhnya Rubuh Semangatnya Tetap Menyala

Nasional | okezone | Senin, 5 Agustus 2024 - 06:19
share

SING , seorang pemuda Tionghoa yang tergabung di Laskar Rakyat turut berjuang saat terjadinya gejolak revolusi kemerdekaan 1945-1949. Nyawanya ikut melayang saat Belanda menggempur Palembang, Sumatera Selatan dalam peristiwa Perang Kota 120 Jam, pada1 Januari 1947.

Pada sebuah malam di hari pertama tahun baru 1947, Belanda masuk ke Kota Palembang dan disambutdengan perlawanan sengit pasukan republik.

Di Kota Palembang kala itu, terdapat pasukan dari Resimen XV Tentara Republik Indonesia (TRI, kini TNI) pimpinan Mayor Zurbi Bustan, Kapten Makmun Murod, Kapten Musannif Ryacudu (ayah Jenderal Ryamizard Ryacudu), serta Lettu Asnawi Mangkualam.

Dikutip dari buku Tionghoa dalam Sejarah Kemiliteran: Sejak Nusantara sampai Indonesia, Lettu Asnawi sendiri mengomandoi sebuah regu laskar rakyat yang salah satunya terdapat seorang pemuda keturunan Tionghoa bernama Sing.

Lettu Asnawi mengisahkan bahwa pemuda Sing tak kalah bergelora hatinya meski gempuran Belanda gencar mengarah ke mana-mana. Dengan semangat menyalaSing membawasepucuk senapan Lee Enfield buatan Inggris untukmenyerbu ke Gedung BPM.

Di tengah-tengah pertempuran saat sedang mengisi ulang peluru di senapannya, tiba-tiba tubuh Sing beberapa kali tertembus peluru Belanda.

Pak As (Asnawi), saya kena!, seru Sing saat tumbang akibat terhujam timah panas musuh dalam kisah yang juga tertuang dalam buku Perang Kota 120 Jam Rakyat Palembang.

Di saat-saat sekaratnya, Sing meminta minum karena terasa haus yang amat sangat. Setelah diberi minum, Sing digotong pulang ke rumahnya di kawasan Lorong Roda. Besoknya, Asnawi berduka karena mengetahui kabar nyawa Sing tak terselamatkan, menjadi satu dari sekian martir dalam pertempuran sengit itu.

Sing merupakan salah seorang prototipe pejuang rakyat yang telah berjuang tanpa pamrih untuk mempertahankan Kota Palembang dan kemerdekaan tanah air tercinta, sebut Asnawi yang kemudian menjabat Gubernur Sumatera Selatan periode 1968-1978 itu.

Anggota laskar Sing yang telah merasakan dirinya berbaur tanpa mengingat asal usul keturunan, telah menyerahkan pula jiwa raganya sebagai prototipe pejuang rakyat, tulisnya di buku tersebut.

Topik Menarik