Kepala BNN Soroti Lonjakan Narkotika Sintetis saat Hadiri Komisi Narkotika di Wina
JAKARTA - Kepala Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia (BNN RI), Suyudi Ario Seto, menghadiri persidangan ke-68 The Commission on Narcotic Drugs (CND) di United Nations Headquarters, Wina, Austria.
Kepala BNN Suyudi Ario Seto, menegaskan pentingnya kesiapan nasional dalam menghadapi ancaman narkotika sintetis.
“Indonesia memerlukan penguatan kapasitas laboratorium, sistem deteksi dini, dan standar toksikologi yang memadai guna mengantisipasi masuknya narkotika jenis baru, serta mendukung model class-based scheduling bagi zat sintetis berisiko tinggi,” ujar Suyudi dikutip, Senin (8/12/2025).
Dalam sidang kata Suyudi, juga membahas perkembangan implementasi Resolusi 68/6 mengenai pembentukan Panel Ahli Independen beranggotakan 19 pakar internasional. Panel ini akan berperan penting dalam menyusun analisis ilmiah yang menentukan arah kebijakan global terkait narkotika dan prekursor.
Dinamika geopolitik turut memengaruhi jalannya persidangan, mulai dari perdebatan mengenai operasi anti-narkotika, keberatan negara terhadap kandidat panel dari kawasan tertentu, hingga sorotan negara-negara Asia dan Afrika terkait penanganan opioid sintetis.
Delegasi Indonesia, dalam hal ini BNN mendapatkan apresiasi atas posisi yang tegas, konsisten, dan konstruktif dalam mendukung rekomendasi WHO, serta komitmen pada peningkatan kapasitas laboratorium nasional.
“Indonesia akan terus berperan aktif dalam forum internasional untuk memastikan setiap kebijakan global berbasis ilmiah, berimbang, dan memperhitungkan kepentingan keamanan kesehatan publik,” ujar Suyudi.
“Indonesia juga menegaskan perlunya respons nasional yang lebih adaptif terhadap ancaman sintetis, khususnya nitazenes dan prekursor desainer yang berkembang sangat cepat di berbagai kawasan dunia,”pungkasnya.
Sekadar diketahui, sidang ini membahas perkembangan implementasi tiga Konvensi Internasional Pengendalian Narkotika, tren global narkotika sintetis, rekomendasi teknis WHO, serta dinamika geopolitik yang memengaruhi arah kebijakan narkotika internasional.
Dalam agenda pembahasan implementasi konvensi, UNODC memaparkan lonjakan signifikan jumlah New Psychoactive Substances (NPS) secara global, dari 254 jenis menjadi lebih dari 1.400 jenis dalam satu dekade terakhir, termasuk 168 opioid sintetis yang telah terdeteksi.
Dalam laporan yang dipresentasikan, WHO melalui Expert Committee on Drug Dependence (ECDD) merekomendasikan dua jenis nitazenes untuk dimasukkan ke Schedule I Konvensi 1961, serta MDMB-Fubinaca ke Schedule II Konvensi 1971.
Sementara itu, perdebatan juga mengemuka terkait status daun koka, dengan rekomendasi WHO agar tetap berada di Schedule I, posisi yang didukung Indonesia.









