HMNI Deklarasi Bahari di FNN 2025, Dorong Ketahanan Pangan Laut Berkelanjutan
JAKARTA, iNews.id - Himpunan Masyarakat Nelayan Indonesia (HMNI) melakukan Deklarasi Bahari dan seruan untuk melakukan transformasi sektor perikanan. Deklarasi itu dicetuskan dalam Forum Nelayan Nasional (FNN) 2025.
Deklarasi Bahari berisi dukungan bersama untuk mewujudkan ketahanan pangan berkelanjutan menuju Indonesia Emas 2024 dengan mendorong panca program bakti bahari, yakni pangan untuk kesejahteraan rakyat, ikan untuk manusia Indonesia pintar, laut yang bersih dan lestari, tata kelola kelautan dan perikanan untuk kebaikan semua, dan lingkungan hidup kelautan dan perikanan yang harmoni.
FNN 2025 yang berlangsung di Jakarta mempertemukan pemangku kepentingan (stakeholders) pemerintah, akademisi, dan perwakilan komunitas nelayan dari berbagai wilayah Indonesia.
Ketua Dewan Pembina HMNI, Gema Sasmita mengatakan, masa depan perikanan nasional harus dibangun di atas fondasi digital; dari pencatatan hasil tangkap, pelaporan cuaca dan lokasi tangkap, akses pasar, hingga pelatihan dan literasi bagi nelayan.
“Digitalisasi bukanlah pilihan, melainkan keharusan. Hanya dengan begitu, nelayan bisa naik kelas: dari pekerja tradisional menjadi pelaku usaha modern,” kata Gema Sasmita di hadapan ratusan peserta dalam keterangan resminya, Minggu (30/11/2025).
Dalam FNN 2025, perwakilan pemerintah menyoroti kompleksitas tantangan yang dihadapi sektor perikanan. Staf Ahli Menteri Bidang Manajemen Konektivitas Kementerian Koordinator Bidang Pangan (Kemenko Pangan), Prayudi Syamsuri mengatakan, upaya meningkatkan kesejahteraan nelayan dan mengentaskan kemiskinan melalui ketahanan pangan laut tidaklah mudah. Faktor seperti perubahan iklim, regenerasi nelayan yang menurun, dan ketidakpastian pasar memperparah beban.
"Peran teknologi dalam konteks iklim, wilayah tangkap, pasar dan pelelangan, hilirisasi, dan sebagainya menjadi sangat penting untuk memastikan implementasi berjalan efektif," katanya.
Para peserta FFN 2025 mengungkapkan realitas di lapangan mengenai pengawasan wilayah tangkap yang masih lemah, budidaya dan penangkapan belum terpantau optimal, banyak nelayan yang kekurangan akses terhadap teknologi, informasi pasar, dan manajemen yang memadai — termasuk kemampuan memproses hasil tangkapan (hilirisasi), akses keuangan dan pasar, serta kelembagaan nelayan yang kuat.
Oleh karena itu, menjawab tantangan ini, dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), pejabat yang hadir menyampaikan bahwa pemerintah telah merumuskan kerangka kerja berbasis Ekonomi Biru.
KKP menekankan pembangunan perikanan tidak cukup dengan produksi saja, tetapi harus meliputi konservasi, keberlanjutan, integrasi rantai nilai dari hulu hingga hilir, dan sinergi seluruh stakeholders — termasuk pemerintah daerah, komunitas nelayan, investor, serta lembaga konservasi.
Dalam sesi akademisi, Prof Syamsul dari Burhanudin Abdullah Center (BA Center) menyebutkan HMNI berperan strategis dalam masa depan sektor perikanan Indonesia.
“Kami dari BA Center melihat forum ini sangat strategis. BA Center adalah kelanjutan dari Dewan Pakar TKN Prabowo Gibran, saat ini kami menjadi think thank strategis pemerintah yang fokus pada UMKM dan sektor Koperasi,” kata Prof Syamsul.
Dia menegaskan, organisasi seperti HMNI harus berada di garis depan implementasi—bukan hanya pengumpul aspirasi, tetapi akselerator. HMNI perlu menjadi jembatan antara kebijakan pemerintah dan pelaksanaan di lapangan, sekaligus motor edukasi bagi nelayan terhadap penggunaan teknologi dan peningkatan kapasitas usaha.
Menurutnya, jika HMNI dapat memperkuat fungsi ini, dampaknya tidak hanya meningkatkan produktivitas, tetapi juga mempercepat penyelarasan program antara pemerintah, pelaku usaha, dan komunitas nelayan.










