PDIP Ungkap Budaya Melayu Persatukan Indonesia saat Sumpah Pemuda 1928

PDIP Ungkap Budaya Melayu Persatukan Indonesia saat Sumpah Pemuda 1928

Nasional | okezone | Minggu, 23 November 2025 - 00:08
share

JAKARTA – Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto menegaskan komitmen partainya membangun basis politik melalui tiga pilar utama, yakni penguatan akar budaya, penanaman keteladanan sejarah dan merumuskan ide-cita cita masa depan.

Hal ini disampaikan Sekretaris Jenderal DPP PDIP Hasto Kristiyanto dalam Konferensi Daerah (Konferda) dan Konferensi Cabang (Konfercab) serentak di Pekanbaru pada Sabtu (22/11/2025).

Dalam kesempatan itu, Hasto turut menyambut secara khusus kepada Ketua Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) Datuk Seri H. Taufik Ikram Jamil yang hadir dalam forum ini.

"Kehadiran Ketua LAMR karena Bung Karno mengingatkan, Indonesia yang berkepribadian dalam kebudayaan. Dalam jati diri kebudayaan itulah kita membangun karakter bangsa," kata Hasto.

Hasto menekankan bahwa sumbangsih kultural Riau sangat fundamental bagi persatuan nasional. Dia menyinggung peran sentral budaya Melayu dalam mempersatukan Indonesia melalui Sumpah Pemuda 1928.

"Meskipun pengguna Bahasa Jawa, Sunda, Batak jauh lebih besar, para pemuda visioner itu mencari suatu tradisi kebudayaan yang menjadi jembatan. Mengapa Bahasa Indonesia yang akarnya Melayu? Maka, banggalah bahasa ini sungguh-sungguh telah menyatukan kita," ujarnya.

Di pilar kedua, Hasto menyampaikan keprihatinan bahwa banyak anak bangsa yang lupa sejarah akibat pendidikan politik yang ahistoris. Ia mengajak kader meneladani pengorbanan sejati, dimulai dari kisah Sultan Syarif Kasim II dari Kesultanan Siak.

 

"Beliau mempersembahkan kedaulatannya, mahkotanya, pedangnya, dan dana sebesar 13 juta Gulden dipersembahkan bagi Republik yang baru berdiri. Beliau tidak bertanya mau jadi apa, dan akhirnya beliau lebih memilih menjadi rakyat biasa," tuturnya.

Ia juga menyoroti Bung Karno yang mendirikan Partai Nasional Indonesia (PNI) di usia 26 tahun dengan prinsip non-cooperation melawan kolonialisme terbesar di dunia saat itu.

Oleh karena itu, untuk menguji mental kadernya, Hasto membacakan surat mengharukan dari kader PNI di Ciamis yang akan digantung Belanda, sebagai contoh pengorbanan total demi kemerdekaan.

 

"Bayangkan, sebelum digantung, mereka berkirim surat kepada Bung Karno yang isinya menyatakan pergi ke tiang gantungan dengan hati gembira karena yakin Bung Karno akan melanjutkan peperangan," tuturnya.

Hasto menegaskan kembali pesan moral Ketua Umum Megawati Soekarnoputri. Dimana, PDI Perjuangan harus fokus membangun peradaban politik berbasis pengorbanan dan ideologi, bukan sekadar mengejar kekuasaan transaksional.

"Menjadi banteng-banteng PDI Perjuangan tidak ditentukan oleh jabatannya apa, tetapi ditentukan oleh apa yang bisa kita berikan kepada rakyat Indonesia," pungkasnya.

Topik Menarik