Rahmah El Yunusiyyah Perintis Pendidikan Islam Perempuan Dianugerahi Gelar Pahlawan Nasional

Rahmah El Yunusiyyah Perintis Pendidikan Islam Perempuan Dianugerahi Gelar Pahlawan Nasional

Nasional | inews | Senin, 10 November 2025 - 11:33
share

JAKARTA, iNews.id - Pemerintah resmi menetapkan Syekhah Hajjah Rangkayo Rahmah El Yunusiyyah, tokoh reformasi pendidikan Islam asal Padang Panjang, Sumatera Barat, sebagai Pahlawan Nasional. Penetapan ini diumumkan melalui Keputusan Presiden RI Nomor 116/TK Tahun 2025, yang disampaikan langsung oleh Presiden Prabowo Subianto di Istana Negara, Jakarta, Senin (10/11/2025).

Rahmah menjadi salah satu dari 10 tokoh yang dianugerahi gelar Pahlawan Nasional Tahun 2025, diakui atas jasanya sebagai pendiri Diniyah Putri, sekolah Islam perempuan pertama di Indonesia serta kontribusinya dalam perjuangan kemerdekaan.

Lahir di Padang Panjang pada 26 Oktober 1900, Rahmah tumbuh di lingkungan keluarga ulama terkemuka Minangkabau. Ayahnya, Haji Yunus, mendirikan Madrasah Diniyah, sementara kakaknya, Zainuddin Labay El Yunusy, menjadi pelopor pendidikan Islam modern di Sumatera Barat.

Sejak kecil, Rahmah dikenal cerdas dan berani menentang tradisi yang membatasi akses pendidikan bagi perempuan. Dia menempuh pendidikan dan mulai mengajar gadis-gadis di lingkungannya.

Berbekal semangat kemandirian dan dukungan keluarganya, Rahmah mendirikan Madrasah Diniyyah Li al-Banat (Diniyah Putri) pada 1 November 1923 di Padang Panjang. Sekolah ini menjadi tonggak sejarah bagi pendidikan perempuan di Indonesia, membuka jalan bagi generasi Muslimah untuk memperoleh ilmu agama dan pengetahuan umum secara setara.

Selain berperan sebagai pendidik, Rahmah juga aktif dalam perjuangan nasional. Pada masa pendudukan Jepang, dia memimpin organisasi Haha No Kai di Padang Panjang, yang diam-diam menjadi wadah pembinaan semangat anti-kolonial di kalangan perempuan.

Setelah Proklamasi Kemerdekaan 1945, Rahmah memelopori pembentukan unit perbekalan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) di Padang Panjang. Dia mengerahkan para siswi Diniyah Putri untuk membantu perjuangan dengan menyiapkan logistik, obat-obatan dan perlengkapan tentara.

Pada masa Agresi Militer II, Rahmah ditangkap Belanda pada 7 Januari 1949 karena aktivitasnya membantu perjuangan rakyat. Namun, semangatnya tak pernah surut. Setelah bebas, dia terus memperjuangkan pendidikan dan nasionalisme perempuan hingga terpilih menjadi anggota DPR RI dari Partai Masyumi pada Pemilu 1955.

Kontribusinya di bidang pendidikan tak hanya diakui di Indonesia, tetapi juga di dunia internasional. Pada 1955, Imam Besar Al-Azhar Mesir, Abdurrahman Taj, berkunjung ke Diniyah Putri dan terinspirasi oleh model pendidikannya.

Dua tahun kemudian, Rahmah menerima gelar kehormatan “Syekhah” dari Universitas Al-Azhar, gelar yang belum pernah diberikan kepada perempuan non-Mesir sebelumnya. Pengakuan ini juga menjadi dasar pendirian Kulliyatul Banat, fakultas khusus perempuan di Al-Azhar.

Pemerintah Indonesia sebelumnya telah menganugerahkan Rahmah Bintang Mahaputra Adiprana secara anumerta pada 13 Agustus 2013. Kini, penetapan sebagai Pahlawan Nasional 2025 menjadi puncak penghargaan atas perjuangannya di bidang pendidikan, kemerdekaan, dan pemberdayaan perempuan.

Usulan pengangkatannya telah diperjuangkan sejak 2023 oleh Pemerintah Kota Padang Panjang bersama Kowani (Kongres Wanita Indonesia) dan Kementerian Agama. Prosesnya melibatkan Tim Peneliti Pengkajian dan Pengembangan Gelar Pahlawan Nasional (TP2GP) Kemensos dengan dukungan kuat dari masyarakat Minangkabau.

Rahmah sering dijuluki “Kartini-nya Minangkabau” karena perjuangannya menegakkan hak perempuan melalui pendidikan berbasis agama. Dia wafat pada 26 Februari 1969, namun semangat dan visinya terus hidup dalam dunia pendidikan Islam Indonesia.

Topik Menarik