Penegak Hukum Harus Pastikan KKKS Penuhi Aturan TKDN

Penegak Hukum Harus Pastikan KKKS Penuhi Aturan TKDN

Nasional | sindonews | Senin, 15 September 2025 - 23:01
share

Kontrak kerja sama migas bukan sekadar dokumen formalitas karena di dalamnya tersimpan janji perusahaan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) mengelola kekayaan energi milik rakyat Indonesia. Pasal 11 Undang-undang Migas No. 22 Tahun 2001 menyebutkan bahwa KKKS wajib melaksanakan isi kontrak kerja sama.

"Artinya, setiap janji dan komitmen dalam kontrak bukan basa-basi hukum. Ia adalah amanat yang membawa konsekuensi moral sekaligus hukum," kata Direktur Eksekutif Institute of Energy and Development Studies (IEDS), Rifqi Nuril Huda, Senin (15/9/2025).

Menurut alumnus Magister Hukum Sumber Daya Alam Universitas Indonesia (UI) ini, salah satu amanat penting itu adalah kewajiban menggunakan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) sejauh tersedia dan sesuai spesifikasi. Pasal 40 dan 41 UU Migas secara eksplisit menegaskan perlindungan ini agar industri nasional tidak tersingkir oleh barang impor.

Kementerian Perindustrian baru saja menerbitkan Permenperin No. 35 Tahun 2025 tentang Sertifikasi TKDN dan Bobot Manfaat Perusahaan. Beleid ini menggantikan aturan lama yang sudah tidak relevan.

"Fakta menunjukkan ada KKKS yang tetap memilih barang impor meskipun produk lokal tersedia. Bahkan ada dugaan manipulasi dokumen TKDN. Celah-celah ini bukan hanya melanggar kontrak, tapi juga merugikan," kata Ketua Umum Akar Desa Indonesia ini.

Rifqi Nuril Huda. FOTO/IST

Rifqi mengingatkan mengabaikan TKDN sama saja mempertaruhkan masa depan industri nasional dan jutaan pekerja. Jika KKKS lebih memilih impor, perusahaan dalam negeri kehilangan peluang, pekerja kehilangan pekerjaan, dan negara kehilangan momentum membangun kemandirian.

"Sektor migas bukan pengecualian. Ketika TKDN tidak dijalankan, beban PHK justru bertambah," ujarnya.

Padahal, lanjut Rifqi, filosofi Pasal 40 dan 41 UU Migas jelas memberi ruang hidup bagi pelaku usaha domestik. Produk baja, pipa, valve, hingga jasa transportasi sejatinya bisa disediakan anak bangsa. Kalau itu diutamakan, efeknya berantai buat sektor ketenagakerjaan hingga kepercayaan investor.

Lebih jauh, Rifqi menyoroti bahwa kewajiban TKDN erat kaitannya dengan prinsip Good Corporate Governance (GCG). "Apa gunanya jargon transparansi dan akuntabilitas kalau di lapangan masih ada manipulasi dokumen, kolusi tender, atau mark-up harga impor?" ujarnya.Ia menegaskan bahwa SKK Migas sebenarnya punya instrumen sanksi jelas, mulai dari denda, pemotongan cost recovery, hingga pemutusan kontrak. Bahkan, pelanggaran berat bisa dijerat pidana dengan ancaman penjara lima tahun dan denda Rp50 miliar.

"Tetapi sanksi sekeras apa pun akan percuma kalau penegakan hukum tidak konsisten. Di sinilah publik sering pesimistis, karena perusahaan besar dianggap bisa lolos dari jeratan hukum," katanya.

Rifqi berpandangan, sudah saatnya lembaga penegak hukum di Indonesia, KPK dan Kejaksaan Agung, bergerak masuk dan turun tangan untuk memastikan KKKS melaksanakan amanat UU dan peraturan yang berlaku. Dengan Begitu KKKS dalam melaksanakan kontraknya tidak merugikan negara dan rakyat NKRI sehubungan dengan aturan kewajiban menggunakan barang dalam negeri.

Topik Menarik