Banjir Bali Dipicu 2.000 Hektare Lahan Beralih Fungsi Tiap Tahun
Banjir yang melanda berbagai wilayah di Bali berlangsung sangat cepat dan mendadak sejak Rabu (10/9/2025) dini hari. Luapan air bah yang hampir merata di Pulau Dewata ini diduga disebabkan karena curah hujan tinggi dan maraknya alih fungsi lahan yang terus terjadi di daerah hulu hingga hilir.
Foto/BNPB
Pengamat Tata Ruang Perkota sekaligus dosen Universitas Warmadema, Prof Dr Ir Putu Rumawan Salain M.si menyebut, sebelum banjir terjadi banyak terjadi pengalihan fungsi dan kepemilikan lahan di Bali. Sedemikian maraknya sehingga resapan air menjadi terganggu.
Baca juga: Denpasar Dikepung Banjir, Underpass Dewa Ruci Bali Lumpuh
"Saya tidak mengkambinghitamkan hujan menjadi penyebab banjir di Bali. Menurut saya ini lebih disebabkan karena pengalihan fungsi dan kepemilikan lahan di Bali, terutama di Denpasar," kata Guru Besar Arsitektur ini.
Dia mencontohkan sistem pengairan subak yang tidak berfungsi karena sawah telah banyak beralih kepemilikan. Sehingga sawah saat ini dikuasai bukan oleh petani. Akibatnya sawah yang dibiarkan tanpa diolah untuk pertanian itu kini tak mampu lagi menampung air.
Parahnya lagi, banyak sawah yang berubah jadi tempat hunian, hotel, tempat wisata, sarana pariwisata.
"Alih fungsi lahan tak hanya di hilir, tapi di hulu seperti di wilayah Kintamani, Bedugul sehingga resapan air sangat kurang. Sekarang itu alih fungsi lahan mencapai 2.000 hektare per tahun di seluruh Bali. Itu bisa dibayangkan seberapa luas dampaknya," papar Putu Rumawan.
Baca juga: Update Banjir Bali, 18 Meninggal Dunia dan 2 Orang Masih dalam PencarianDampaknya, aliran air tidak bisa meresap dan menampung. Oleh karena itu, lanjut dia, perlu solusi jangka panjang dengan mereviu dan memperbaiki struktur dan tata ruang yang ada.
"Lahan sawah yang dipertahankan sebesar 20 persen kan sekarang tidak terjadi. Masing-masing daerah seperti berlomba mengalihfungsikan lahan," ungkapnya.
Putu Rumawan menambahkan, pelanggaran tata ruang dan beberapa fungsi ruang berubah tersebut termasuk pencurian sempadan pantai, sungai, hingga danau yang dipakai untuk pendirian hunian dan hotel.
"Istilahnya bangun dulu izin belakangan, itu terjadi di seluruh Bali," paparnya.Dia menambahkan bahwa sebenarnya di daerah hulu sebagai resapan air pertama telah terjadi perusakan lingkungan. Sehingga tanahnya tidak mampu menahan air.
"Dulu tanaman kopi yang bisa menahan air diubah jadi jeruk yang butuh air banyak, juga berbagai fasilitas pariwisata dibangun. Sehingga air tak bisa ditampung," lanjutnya.
Solusi jangkap panjang, kata Putu Rumawan, perlu memperbaiki tata ruang, penegakan peraturan terutama perizinan.
"Ditinjau kembali perizinan yang melalui pusat di Jakarta. Perlu ada koordinasi pusat dengan daerah. Kalau izinnya semua di Jakarta kan daerah (Bali) gigit jari," sebutnya.
Selain itu untuk solusi jangka pendek perlu digalakkan lubang resapan bipori, sumur resapan dan teba modern yang bisa menyerap air dan menghancurkan sampah."Tak kalah penting adalah penegakan peraturan dan perizinan, pengawasan, review tata ruang. Termasuk disiplin soal sampah, yakni tidak membuang sampah di sungai," tandasnya.
Diketahui dampak banjir Bali mengakibatkan korban jiwa dan warga hilang terseret arus. "Bencana ini menimbulkan duka mendalam dengan 18 orang meninggal dunia, dua orang masih dalam pencarian, 214 KK/659 jiwa terdampak (dalam pendataan) dan 185 jiwa Mengungsi. Korban hilang masih terus dicari oleh Basarnas," kata Kepala Pusat Data, Informasi dan, Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Abdul Muhari di Jakarta, Jumat (12/9/2025).
Abdul menambahkan Pemerintah Provinsi Bali memastikan masa tanggap darurat yang berlaku hingga 17 September 2025. Tanggap darurat ini akan difokuskan untuk pemulihan awal, termasuk perbaikan jembatan, jalan rusak, dan tembok penyengker yang jebol.
Penanganan darurat dan pemulihan di wilayah terdampak masih berjalan dengan prioritas utama menyelamatkan korban, memberikan bantuan logistik, serta memperbaiki infrastruktur yang rusak akibat banjir besar ini.









