Kisah Kodok hingga Pesan Damai: Perjalanan Ongen dan Istilah Kecebong

Kisah Kodok hingga Pesan Damai: Perjalanan Ongen dan Istilah Kecebong

Nasional | sindonews | Sabtu, 9 Agustus 2025 - 18:43
share

Dalam beberapa tahun terakhir, di dunia politik Indonesia lahir sejumlah kosakata unik yang mewarnai percakapan publik. Salah satunya kecebong, sebuah istilah yang berawal dari candaan, lalu berkembang menjadi simbol polarisasi. Di balik popularitas istilah ini, ada nama Yulianus Paonganan atau yang lebih dikenal sebagai Ongen.

Cerita ini bermula pada 2012, ketika Joko Widodo (Jokowi) masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Saat itu, publik mengetahui kebiasaannya memelihara kodok di rumah dinas. Kisah sederhana ini, yang seharusnya tak lebih dari anekdot ringan, kelak menjadi inspirasi lahirnya sebutan ”kecebong”. Baca juga:Ada Kebencian di Cebong, Kampret, dan Kadrun, Masih Mau Gunakan Istilah Itu?

Memasuki 2014, di tengah panasnya kontestasi Pilpres, Ongen mulai menggunakan istilah tersebut di media sosial kala itu disuarakan melalui aplikasi Twitter untuk menyindir pendukung Jokowi yang dianggap membela sang pemimpin tanpa kritik. Istilah ini dengan cepat menyebar, memicu perdebatan sengit, dan akhirnya menjadi bagian dari “bahasa perang” politik dunia maya, berpasangan dengan sebutan “kampret” yang diarahkan kepada pendukung Prabowo Subianto.

Namun, perjalanan Ongen tidak selalu mulus. Pada 2015, ia terjerat kasus hukum akibat unggahan yang dianggap menghina Jokowi, yang membawanya menghadapi proses hukum panjang. Meski demikian, istilah “kecebong” semakin populer, terutama saat Pilpres 2019, di mana media sosial dipenuhi adu sindir antara kedua kubu.

Babak baru dimulai pada 1 Agustus 2025. Presiden Prabowo Subianto memberikan amnesti kepada Ongen sebagai bagian dari perayaan HUT ke-80 Kemerdekaan RI. Momen ini menjadi titik balik yang tak terduga. Alih-alih kembali melontarkan kritik tajam, Ongen memilih menyampaikan pesan damai.“Saya doakan Pak Jokowi selalu sehat, diberkati Tuhan, dan tetap bisa menginspirasi banyak orang,” ujar Ongen saat ditemui di Jakarta Selatan. Baca juga:Ongen Dapat Amnesti: Terima Kasih ke Prabowo dan Doakan Jokowi Sehat

Perbedaan politik itu menurutnya hal wajar, tapi jangan sampai memutuskan tali persaudaraan. “Setelah ini, saya ingin lebih banyak berbicara soal persatuan dan masa depan bangsa, bukan sekadar perdebatan di media sosial,” tambahnya.

Perjalanan Ongen, dari pencetus istilah yang memicu polarisasi hingga menjadi pembawa pesan rekonsiliasi, menunjukkan bahwa politik selalu memberi ruang untuk perubahan sikap. Di tengah dinamika demokrasi Indonesia, langkah Ongen mungkin menjadi pengingat bahwa kritik, dukungan, dan perbedaan pandangan seharusnya tetap berpijak pada satu tujuan: menjaga persatuan bangsa.

Topik Menarik