Hukum Antara Cita dan Realita

Hukum Antara Cita dan Realita

Nasional | sindonews | Senin, 7 Juli 2025 - 07:56
share

Romli Atmasasmita

MASIH banyak para ahli hukum dan praktisi hukum yang mendambakan cita keadilan disamping kepastian dan kemanfaatan hukum dalam kehidupan masyarakat. Menurut pengalaman praktik peradilan pidana, ternyata cita hukum yang didambakan dan diagung-agungkan tidak terjadi dalam kenyataan kehidupan hukum di Masyarakat (realita).

Menjadi pertanyaan, apakah hukum masih diperlukan bagi kehidupan masyarkat? Apakah hukum masih perlu diajarkan di perguruan tinggi, dan apakah dengan membiarkan realita hukum jauh panggang dari api, ahli hukum telah membohongi kepercayaan masyarakat tentang adanya ratu adil? Pertanyaan-pertanyaan tersebut terus terdengar dan selamanya mendengung-dengung dan seharusnya terdengar di telinga ahli hukum yang menyadari ketimpangan makna/arti hukum tersebut.

Bagaimana peranan ahli hukum seharusnya bekerja menanggapi secara aktif masalah-masalah hukum tersebut. Yang pasti tentang hukum, bahwa hukum tidak akan dapat dilaksanakan tanpa ada kekuasaan yang menjalankannya; akan tetapi jika kekuasaan dijalankan tanpa hukum dikhawatirkan terjadi anarkhi.

Berangkat dari adagium tersebut maka hukum tidak bekerja di ruang hampa melainkan hukum dijalankan selalu berkelindan dengan kekuasaan; teori hukum murni Hasn Kelsen menjadi pepesan kosong dalam konteks Indonesia. Masalahnya bagaimana hukum membatasi kekuasaan, mungkinkah? Sedangkan hukum/undang-undang diterbitkan tidak lepas dari pengaruh kekuasaan, legislatif dan eskekutif. Ibaratnya berikan undang-undang terbaik kepada aparatur hukum yang baik dipastikan hukum dijalankan mempersempit jurang ketimpangan antara cita dan realita; jika sebaliknya, maka ketimpangan antara keduanya semakin melebar/jauh. Masalahnya bagi suasana politik di Indonesia, hukum/undang-undang sebaik apapun hasilnya tetap saja tidak lepas dari pengaruh kekuasaan di dalamnya; contoh UU Subversi yang telah dicabut, jika tanpa menumbangkan kekuasaan tempo hari; UU subversi tetap berlaku.

Bagaimana mandarah-dagingkan hukum dan kesadaran berhukum pada pemilik kekuasaan? Apakah cukup dengan sanksi hukuman yang terberat sekalipun, tetap kekuasaan tak bergeming, karena pemilik kekuasaan dipilih/ditunjuk olehnya juga. Masalah hukum dan penegakan hukum di Indonesia saat ini, diantara pilihan antara, hukum yang baik, aparatur hukum yang berjiwa hukum, dan kekuasaan yang tetap tidak bergeming mementingkan kekuasaannya.

Contoh, lahirnya UU Cipta Kerja tahun 2002 disusul oleh UU BUMN Nomor 1 tahun 2025 dan UU KUHP Nomor 1 tahun 2023 jika disimak teliti dan objektif, maka ketiga UU tersebut mencerminkan kehendak kekuasaan untuk mempertahankan dan memelihara kekuasaannya melalui sarana hukum ekonomi dan hukum pidana.

Salah satu ciri khas dan menonjol adalah, sarana hukum ekonomi diperkuat/dikokohkan antara lain dengan memandulkan sarana sanksi pidana/tipikor dengan tujuan menjaga/memelihara kesinambungan hukum ekonomi dan perangkatnya untuk mencapai sebesar-besarnya pundi-pundi kas negara; yang diperlukan di sini adalah keseimbangan antara check-and balance-reward and punishment yang pasti, adil dan bermanfaat bagi kepentingan rakyat apapun risikonya.

Apakah politik kekuasaan sedemikian diperbolehkan? Jawabannya mengapa tidak boleh sepanjang memang ditujukan untuk kesejahteraan rakyat 270 juta jiwa. Kekhawatiran terbesar adalah dengan sarana hukum digunakanlah prinsip “tujuan menghalalkan cara”-het doel Heilig de middellen”; itulah cara-cara yang digunakan Ketika pemerintahan dijalankan secara otoritarian.

Bagaimana control sosial di Indonesia masa kini, era demokrasi Pancasila? Sering terjadi atas nama Pancasila dan UUD45 kekuasaan dijalankan oleh pemiliknya, untuk sebesar-besarnya kepentingan kelompok dan oilgarikhinnya.

Hukum dan realita semakin berjarak jauh dan belum ada solusi untuk mendekatkannya; ada solusi akan tetapi juga sering menimbulkan masalah hukum baru; contoh UU BUMN 2025, belum juga efektif bekerja sudah dapat diprediksi kemuningkan terbesar masalahnya? Quo vadis hukum Indonesia.

Topik Menarik