Framing Krisis Sampah Bali dalam Media Digital: Kajian Ecomedia terhadap Narasi Pariwisata dan Lingkungan
Tuty OcktavianyMahasiswi Magister S2 Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta (UPNVJ)
KRISIS sampah plastik di Bali menjadi ancaman serius terhadap kelestarian lingkungan dan keberlanjutan sektor pariwisata. Isu ini tidak hanya berdampak ekologis, tetapi juga mencederai citra Bali sebagai destinasi wisata global.
Media digital, khususnya SindoNews.com, membingkai isu tersebut dalam kaitannya dengan lingkungan dan pariwisata berkelanjutan. Melalui pendekatan framing ala pakar komunikasi Entman dan gagasan ecomedia, studi ini mengkaji tahapan pemilahan topik yang diangkat dalam media, penafsiran akar masalah, evaluasi moral, dan formulasi solusi yang ditampilkan media.
SindoNews.com berperan membentuk konstruksi sosial atas isu sampah sebagai krisis ekologis yang kompleks. Media menyoroti lemahnya tata kelola sampah, rendahnya partisipasi publik, serta kebijakan pemerintah daerah yang belum konsisten. Selain menyampaikan informasi, media turut mengarahkan opini publik untuk mendukung praktik pariwisata bertanggung jawab melalui edukasi, regulasi, dan kolaborasi multipihak.
Media digital tidak sekadar menyampaikan berita, tetapi berfungsi sebagai agen perubahan sosial dalam membangun kesadaran ekologis dan mendorong transformasi menuju pariwisata berkelanjutan di Bali.
Bali dalam Bingkai Media
Pulau Bali dikenal sebagai ikon utama pariwisata, baik di tingkat nasional maupun internasional. Daya tariknya lahir dari perpaduan harmonis antara keindahan alam yang memukau, kekayaan budaya yang mengakar kuat, serta keramahan masyarakat lokal yang selalu menyambut wisatawan dengan hangat.Dengan potensi luar biasa yang dimiliki, para pelaku industri pariwisata di Pulau Dewata terus berinovasi untuk meningkatkan kunjungan wisatawan mancanegara. Salah satu pasar yang menunjukkan pertumbuhan signifikan adalah wisatawan asal Timur Tengah dan Rusia, yang kini menjadi kontributor penting dalam geliat pariwisata Bali (Sujoni, 2025).
Sejumlah kawasan ikonik seperti Tanah Lot, Ulun Danu Beratan, hingga pegunungan Kintamani tetap menjadi magnet utama bagi para wisatawan, sejalan dengan citra Bali sebagai surga wisata yang terus digaungkan media.
Khusus di Kintamani, panorama alam yang memikat berpadu dengan udara sejuk pegunungan menjadikannya destinasi favorit yang tak pernah kehilangan pesona. Beragam objek wisata menarik siap memanjakan pengunjung, seperti Pinggan Sunrise Spot yang menyuguhkan matahari terbit nan dramatis, Pura Ulun Danu Batur yang sarat nilai spiritual, serta Hutan Pinus Glagalinggah yang menenangkan jiwa.
Tak ketinggalan, Sukawana Sunrise Spot yang Instagramable, Pemandian Air Panas Toya Bungkah untuk relaksasi alami, hingga Montana del Cafe, tempat nongkrong kekinian dengan latar Gunung Batur yang memesona, menjadikan Kintamani destinasi lengkap bagi pencinta keindahan dan ketenangan (Lutfan Faizi, 2025).
Baca Juga: Heboh Turis Jijik Snorkeling, Kadispar Bali Klarifikasi Sampah di Perairan Nusa Penida Bali
Kawasan Kintamani menunjukkan performa signifikan sebagai destinasi dengan tingkat kunjungan wisatawan asing tertinggi sepanjang 2024. Berdasarkan laporan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Bangli, sebanyak 275.887 wisatawan mancanegara tercatat telah mengunjungi wilayah ini, menghasilkan retribusi daerah yang mencapai lebih dari Rp19 miliar (Negara, 2025).
Tak hanya Kintamani, destinasi lain di Bangli seperti Desa Wisata Penglipuran juga menunjukkan peningkatan kunjungan yang mencolok. Desa yang dikenal akan pelestarian nilai budaya, serta kebersihan lingkungannya ini mencatat lebih dari 1 juta kunjungan wisatawan sepanjang 2024, naik dari 956 ribu pada tahun sebelumnya. Capaian ini kerap diangkat oleh media digital dalam kerangka narasi pembangunan pariwisata berkelanjutan, meskipun seringkali luput mengangkat secara proporsional isu krisis lingkungan yang menyertai lonjakan wisatawan, seperti persoalan manajemen sampah dan dampak ekologis lainnya.
Sehari Damkar Evakuasi 4 Ular Berbahaya Masuk Rumah Warga di Jombang, Bikin Penghuni Panik
Destinasi wisata berbasis spiritual dan sejarah di Bali turut menunjukkan tren kenaikan kunjungan yang signifikan, seperti yang terlihat pada Pura Kehen. Tempat ibadah ini mencatat peningkatan jumlah pengunjung dari 16.955 orang pada 2023 menjadi 32.472 orang pada 2024. Situs budaya lainnya, termasuk Situs Penulisan dan Desa Adat Terunyan, juga memperlihatkan geliat aktivitas pariwisata, dengan masing-masing memperoleh 717 dan 2.169 kunjungan sepanjang tahun berjalan.
Sementara itu, wilayah Tabanan turut mencerminkan dinamika serupa dalam pertumbuhan pariwisata pascapandemi. Berdasarkan data Dinas Pariwisata Tabanan, dua ikon wisata utama, Tanah Lot dan Ulun Danu Beratan, berhasil menarik 2,81 juta wisatawan hanya dalam enam bulan pertama tahun 2024. Angka ini merepresentasikan kebangkitan pariwisata Bali setelah terdampak penurunan yang sangat signifikan pada masa pandemi dan kerap digambarkan media digital sebagai tanda pulihnya sektor pariwisata secara progresif.
Narasi pemulihan pariwisata yang mendominasi ruang digital kerap mengabaikan persoalan krusial terkait keberlanjutan lingkungan. Peningkatan kunjungan wisatawan ke berbagai destinasi tersebut beriringan dengan meningkatnya tekanan terhadap ekosistem lokal, termasuk persoalan pengelolaan sampah dan degradasi lingkungan. Kajian ecomedia menjadi penting dalam konteks ini untuk mengeksplorasi bagaimana media digital membingkai krisis lingkungan yang menyertai geliat pariwisata Bali, serta sejauh mana wacana keberlanjutan diintegrasikan dalam representasi tersebut (Iran, 2024).
Godok Raperda KTR, Dinkes DKI Ungkap 2.113 Pelajar SMP-SMA di Jakarta Merokok Sejak Usia Dini
Sebelum pandemi melanda, khususnya pada periode 2017 hingga 2018, sektor pariwisata di Kabupaten Tabanan menunjukkan performa yang stabil dengan angka kunjungan wisatawan yang konsisten melebihi 5 juta orang. Namun 2019 terjadi sedikit penurunan menjadi 4,9 juta, dan angka ini merosot drastis sepanjang 2020 hingga 2022 akibat pembatasan mobilitas global imbas pandemi. Tahun 2023 menjadi titik awal pemulihan, ditandai dengan lonjakan kunjungan yang mencapai 3,62 juta wisatawan.Baca Juga: Pemkab Badung Tekan Jumlah Sampah di Bali, Ini Upayanya
Tabanan tidak hanya menawarkan ikon wisata seperti Tanah Lot dan Ulun Danu Beratan, tetapi juga memiliki keragaman destinasi yang mencakup lanskap budaya dan ekowisata, seperti kawasan persawahan Jatiluwih yang telah diakui oleh UNESCO sebagai bagian dari Warisan Dunia dalam bidang kebudayaan. Selain itu, sekitar 30 desa wisata di wilayah ini menawarkan pengalaman autentik melalui wisata berbasis alam dan budaya lokal. Dengan potensi sebesar ini, Tabanan memegang peran strategis dalam peta industri pariwisata Bali.
Namun di balik narasi media digital yang cenderung menyoroti kebangkitan pariwisata Bali secara positif, terdapat tantangan ekologis yang semakin mengkhawatirkan, terutama dalam hal pengelolaan limbah dan sampah. Peningkatan signifikan jumlah wisatawan tidak selalu diimbangi dengan praktik keberlanjutan, sehingga memperbesar potensi kerusakan lingkungan. Krisis sampah, terutama yang bersumber dari plastik, menjadi persoalan serius yang turut mencemari kawasan-kawasan wisata utama.
Pantai-pantai populer seperti Kuta dan Sanur kini menghadapi tekanan dari tumpukan sampah yang terbawa aliran sungai. Sungai-sungai yang secara ekologis berfungsi sebagai penopang kehidupan, dalam praktiknya banyak dijadikan saluran pembuangan limbah rumah tangga, limbah industri, dan sisa aktivitas ekonomi. Dalam konteks ini, penting bagi kajian ecomedia untuk mengkaji bagaimana media digital membingkai isu-isu lingkungan ini, apakah narasi yang dibangun memperkuat kesadaran ekologis atau justru menutupi kompleksitas krisis lingkungan di balik geliat industri pariwisata Bali (Purnaya & Semara, 2018) dalam (Sutrisnawati & M.Purwahita, 2018).
Memasuki musim penghujan, persoalan sampah di Bali semakin terlihat nyata. Volume limbah yang terbawa aliran sungai menuju wilayah pesisir mengalami peningkatan, mengganggu keindahan pantai yang menjadi daya tarik utama pulau ini. Selain merusak estetika, kondisi tersebut turut menciptakan kesan negatif di mata wisatawan, yang datang dengan harapan menikmati lingkungan bersih dan asri sebagai bagian dari pengalaman liburan mereka di Bali.
Permasalahan sampah masih menjadi pekerjaan rumah besar dalam pengelolaan pariwisata Bali. Merujuk pada data yang dihimpun oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Bali tahun 2021, pulau ini menghasilkan sekitar 4.281 ton sampah setiap hari. Mirisnya, lebih dari 52 persen atau sekitar 2.000 ton sampah di antaranya tidak tertangani dengan baik dan akhirnya mencemari lingkungan.
Lebih parah lagi, sekitar 33.000 ton sampah plastik mencemari perairan Bali setiap tahun. Sebagian besar berasal dari aktivitas pariwisata yang tidak dibarengi dengan sistem pengelolaan limbah yang efektif. Situasi ini diperburuk oleh minimnya infrastruktur pembuangan sampah. Banyak wilayah, termasuk kawasan wisata seperti Jimbaran, masih kekurangan fasilitas tempat sampah umum, yang seharusnya menjadi elemen dasar dalam pengelolaan lingkungan berkelanjutan .
Komposisi limbah yang dihasilkan di Bali menunjukkan dominasi sampah organik, seperti sisa makanan dan material alami lainnya, misalnya ranting pohon yang mencapai sekitar 68,32 persen dari total timbulan. Meskipun bersifat organik, volume limbah yang besar tetap menjadi persoalan ekologis serius jika tidak dikelola secara menyeluruh dan berkelanjutan (Hidayat, 2025).
Salah satu faktor utama penyumbang meningkatnya jumlah sampah adalah melonjaknya arus wisatawan, yang turut membawa peningkatan konsumsi produk berbahan plastik sekali pakai. Fenomena ini menjadi bagian tak terpisahkan dari dinamika industri pariwisata modern yang belum sepenuhnya berpihak pada prinsip ekowisata. Menurut Fabby Tumiwa, Direktur Selama waktu 2000 hingga 2024, timbulan sampah di Bali meningkat hingga 30 persen, berdasarkan pernyataan Fabby Tumiwa selaku Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR). Kenaikan ini mencerminkan dampak langsung dari ekspansi pariwisata, konsumsi berlebihan terhadap produk sekali pakai, serta kurangnya budaya memilah sampah di tingkat masyarakat (Ika, 2025).
Masalah pengelolaan sampah di Bali semakin kompleks akibat keterbatasan infrastruktur yang memadai. Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Suwung, yang selama ini menjadi lokasi utama pembuangan sampah, kini sudah mengalami overkapasitas dan sudah melewati kapasitas daya tampung akibat lonjakan volume sampah. Hal ini menyebabkan sampah, terutama plastik, mencemari pantai-pantai dan perairan laut sekitar Bali, yang pada akhirnya mengancam keseimbangan ekosistem laut serta berdampak pada keberlanjutan mata pencaharian nelayan.
Pemerintah Provinsi Bali sebenarnya telah mengambil langkah penting dalam pengelolaan lingkungan dengan mengeluarkan Pergub No. 97 Tahun 2018 sebagai regulasi pembatasan penggunaan plastik sekali pakai. Kebijakan ini menjadi langkah awal dalam mengurangi polusi plastik, terutama di destinasi wisata utama seperti pantai dan pusat kota yang menjadi daya tarik wisatawan. Meskipun upaya ini telah dimulai, tantangan besar dalam mengatasi permasalahan sampah plastik di Bali tetap ada, karena dampaknya yang luas terhadap sektor pariwisata.
Sebagai bukti, Bali baru-baru ini terdaftar dalam Fodor’s No List 2025, yang merupakan daftar destinasi wisata yang dianggap tidak layak dikunjungi, karena masalah sampah plastik yang mencemari lingkungan. Bali bergabung dengan destinasi lainnya yang menghadapi tantangan serupa akibat overtourism, seperti Gunung Everest, Barcelona, Kepulauan Canary, dan Koh Samui. Faktor utama yang menghubungkan semua destinasi tersebut adalah ketidaksiapan infrastruktur lokal dalam menangani lonjakan pengunjung, khususnya dalam pengelolaan limbah dan keberlanjutan lingkungan.
Bali bahkan dijuluki sebagai "kiamat plastik" oleh Fodor’s. Sebuah kerja sama antara kalangan akademisi dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) dalam Bali Partnership mengungkapkan bahwa setiap tahun, Bali memproduksi sekitar 1,6 juta ton sampah, dengan hampir 303.000 ton di antaranya berupa plastik. Namun, hanya 48 dari total sampah yang dikelola dengan baik, sementara hanya 7 dari sampah plastik yang berhasil didaur ulang. Setiap tahun, sekitar 33.000 ton plastik bocor ke sungai, pantai, dan laut, mengancam ekosistem pesisir yang merupakan salah satu daya tarik utama Bali (Diah, 2024).
Data BPS Provinsi Bali mencatat bahwa sebanyak 5,3 juta wisatawan mancanegara mengunjungi Bali sepanjang tahun 2023, mendekati angka sebelum pandemi. Selama tujuh bulan pertama tahun 2024, tercatat sebanyak 3,5 juta wisatawan mancanegara berkunjung, naik sebesar 22 jika dibandingkan dengan waktu yang sama di tahun lalu. Kenaikan tersebut memberi dampak besar terhadap infrastruktur dan pengelolaan lingkungan di Bali, menambah beban yang sudah cukup berat. Pantai-pantai ikonik seperti Kuta dan Seminyak kini dipenuhi dengan sampah, menggambarkan betapa sistem pengelolaan sampah lokal belum dapat menanggulangi arus besar wisatawan yang datang pasca-pandemi.
Pada 2007, World Wildlife Fund (WWF) telah mengkritik perkembangan pesat sektor pariwisata Bali yang dilakukan tanpa perencanaan yang matang atau penerapan prinsip pembangunan berkelanjutan. Kritik serupa datang dari Bank Pembangunan Asia, yang menyebutkan bahwa polusi nutrisi berlebih, senyawa organik, dan logam berat dari limbah domestik, industri, pertanian, dan akuakultur adalah kontributor utama pencemaran di wilayah pesisir Indonesia, termasuk Bali.
Kondisi ini memperlihatkan urgensi reformasi dalam kebijakan pariwisata dan pengelolaan lingkungan di Bali. Tanpa perbaikan yang sistemik, Bali berisiko kehilangan daya tarik utamanya, keindahan alam yang selama ini menjadi jantung sektor pariwisatanya. Hal ini menuntut adanya kajian menyeluruh untuk menyusun langkah strategis yang efektif dalam mengatasi isu persampahan di Bali. Tidak hanya penting dalam konteks pengelolaan lingkungan, tetapi juga dalam mempertahankan daya saing dan keberlanjutan sektor pariwisata di pulau ini.Masalah sampah plastik yang mencemari Bali telah menjadi topik penting dalam pemberitaan media digital di Indonesia, seperti SindoNews.com. Dampak dari sampah plastik ini tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga memberi dampak langsung terhadap pariwisata Bali. Media digital berfungsi sebagai sarana informasi yang cepat dan mudah diakses oleh publik, memungkinkan penyebaran informasi mengenai permasalahan ini dalam waktu singkat. Keberadaan internet memungkinkan pengguna untuk mencari berita, informasi, dan hiburan dengan efisien hanya melalui mesin pencari atau mengunjungi situs-situs berita.
Perkembangan teknologi media, yang dimulai dengan percetakan dan evolusi radio serta televisi, telah melahirkan media digital, yang kini semakin mendominasi cara masyarakat mengonsumsi informasi. Ini mempengaruhi banyak aspek, termasuk pola sosial, budaya, politik, dan ekonomi, baik secara individu maupun kolektif. Dalam konteks krisis sampah di Bali, media digital memainkan peran penting dalam membentuk persepsi publik serta menyoroti urgensi penyelesaian masalah ini dalam narasi yang lebih luas tentang pariwisata dan keberlanjutan lingkungan.
Sebagai bagian dari kemajuan teknologi, digitalisasi telah mendorong lahirnya internet, yang dapat dipahami sebagai jaringan internasional yang saling terhubung. Konsep ini menggambarkan suatu jaringan hubungan global. Fenomena tersebut sering kali diidentifikasi dengan istilah ‘globalisasi’, yang merujuk pada hubungan antarnegara. Internet menjadi elemen kunci dalam proses globalisasi, seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi (Arifin, 2014: 104) dalam (Indrawan et al., 2020).
Marshal McLuhan telah memprediksi kemajuan teknologi komunikasi berbasis internet sejak tahun 1964 (Logan et al., 1994) dalam (Saidaturrahmah & Kholil, 2023). Menurut Luhan, media baru akan membawa perubahan signifikan, seperti teknologi telepon seluler, pertunjukan teater daring, dan layanan streaming film yang tidak lagi bergantung pada layar bioskop tradisional (Morissan & Hamid, 2010).
Perkembangan digital saat ini turut memengaruhi citra Bali, yang semakin ramai diberitakan terkait permasalahan sampah yang belum terselesaikan. Adanya internet memungkinkan isu sampah plastik di Bali dengan mudah menjadi viral dan menjadi topik perbincangan publik. Topik sampah plastik ini menjadi hal yang menarik untuk dianalisis, mengingat kurangnya jurnal yang secara khusus membahas masalah sampah di Bali dari perspektif framing dalam media digital.
Kajian ini hadir untuk mengisi kekosongan tersebut dengan membahas bagaimana media besar di Indonesia, seperti SindoNews, mengangkat isu sampah plastik di Bali. Portal berita ini menyajikan informasi yang dapat membentuk persepsi masyarakat. Pemberitaan SindoNews.com menggunakan teknik framing untuk menonjolkan makna-makna tertentu, yang dapat memengaruhi opini publik terhadap permasalahan ini.
Untuk menelaah bagaimana media membentuk persepsi realitas dalam pemberitaan, analisis framing menjadi salah satu metode yang relevan dan efektif. Menurut Eriyanto (2011) dalam (Gogali et al., 2021), framing mengacu pada proses seleksi dan penonjolan aspek-aspek tertentu dari informasi untuk mengkaji bagaimana media merepresentasikan realitas. Metode ini bertujuan mengungkap cara media menginterpretasi dan membingkai suatu kejadian.
Dalam kajian komunikasi, framing digunakan untuk menelusuri bagaimana media membingkai fakta berdasarkan sudut pandang atau ideologi tertentu. Pendekatan ini menekankan pada strategi pemilihan, penonjolan, dan relevansi fakta dalam pemberitaan, sehingga informasi tersebut menjadi lebih bermakna, menarik, dan berkesan. Tujuannya untuk menyampaikan perspektif tertentu yang mampu menarik perhatian audiens.
Penelitian ini mengadopsi kerangka analisis framing ala Robert N. Entman yang terdiri atas empat aspek pokok, yakni menetapkan persoalan (Define Problems) serta menelusuri faktor penyebabnya (Diagnose Causes), memberikan pertimbangan moral (Make Moral Judgment), serta menyarankan langkah penanganan atau solusi (Treatment Recommendation). Sumber data penelitian diambil dari sampel pemberitaan di media online SindoNews.com selama periode 1 Januari hingga 30 Mei 2025.
Kajian ini untuk mengeksplorasi secara lebih mendalam peran dan dinamika media digital, khususnya SindoNews.com, membingkai krisis sampah di Bali dalam kaitannya dengan isu pariwisata dan lingkungan hidup.
Analisis Framing
Framing analysis merupakan suatu pendekatan teoritis yang digunakan guna mengkaji cara media membentuk perspektif atau sudut pandangnya dalam menyajikan realitas kepada khalayak, seperti peristiwa, tokoh, kelompok, atau hal lainnya, dalam sebuah pemberitaan. Pendekatan ini membantu mengungkap cara media menyusun informasi untuk membentuk persepsi tertentu di kalangan publik. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah memahami bagaimana media mengonstruksi realitas. Hal tersebut berkaitan dengan strategi media dalam memberikan makna, menyusun pemahaman, serta menyajikan suatu kejadian atau kasus kepada publik.Analisis framing tidak hanya berfokus pada apakah pemberitaan bersifat positif atau negatif, tetapi juga pada bagaimana media membangun narasi atas peristiwa tersebut. Narasi ini mencerminkan perspektif media terhadap realitas yang diberitakan, yang pada akhirnya memengaruhi hasil akhir dari konstruksi realitas yang disampaikan kepada audiens (Mubaraq, 2020: 57) dalam (Siregar et al., 2022).
Robert N. Entman dikenal sebagai salah satu pelopor dalam pengembangan konsep analisis framing dalam kajian media. Entman menyatakan framing adalah cara media memilih dan menyoroti aspek-aspek tertentu dari kenyataan untuk disampaikan kepada masyarakat. Dengan cara ini, media membentuk kerangka makna yang membuat isu tertentu tampak lebih signifikan.
Penekanan pada elemen-elemen tertentu dimaksudkan untuk membuat informasi yang disajikan terasa lebih signifikan, menggugah minat, dan mudah dipahami. Framing tidak hanya memengaruhi cara suatu peristiwa dipahami, tetapi juga bagaimana khalayak memberikan perhatian pada isu tersebut (Eriyanto, 2002: 221) dalam (Siregar et al., 2022).
Entman memandang framing sebagai sebuah metode untuk menelusuri bagaimana jurnalis membentuk sudut pandangnya dalam memilih serta menyusun isu-isu yang diangkat dalam pemberitaan. Sudut pandang tersebut berperan dalam menentukan fakta yang ditampilkan serta aspek mana yang ditonjolkan, bagian mana yang diabaikan, dan bagaimana arah pemberitaan tersebut akan dibentuk. Framing memengaruhi cara sebuah isu dipersepsikan oleh khalayak.
Dalam pandangan Entman, framing adalah proses menyusun definisi, memberikan penjelasan, melakukan evaluasi, serta menyarankan solusi terhadap suatu peristiwa dalam wacana. Tujuannya untuk menekankan sudut pandang atau cara pandang tertentu. Dalam pendekatan ini, framing terdiri dari empat elemen utama:
1. Define Problems. Elemen ini menentukan cara pandang terhadap isu tertentu, di mana isu yang sama dapat dipersepsikan secara berbeda karena perbedaan dalam pembingkaiannya. Dengan framing yang berbeda, media dapat membentuk realitas yang berbeda pula di benak khalayak.2. Diagnose Causes. Elemen framing yang berfungsi untuk menentukan siapa atau apa yang dianggap sebagai aktor atau penyebab suatu peristiwa. Penyebab ini bisa berupa faktor tertentu (what) atau pihak tertentu (who). Gaya pengemasan suatu kejadian dapat membentuk persepsi publik mengenai pihak atau faktor yang dianggap bertanggung jawab atas persoalan yang terjadi. Framing dalam elemen ini sangat menentukan arah pemahaman publik terhadap sumber masalah.
3. Make Moral Judgment. Dalam framing berfungsi untuk memberikan landasan atau justifikasi atas interpretasi masalah yang telah dirumuskan. Setelah suatu isu diidentifikasi dan penyebabnya diketahui, diperlukan penilaian moral guna mendukung dan memperkuat sudut pandang yang diambil. Argumen ini sering kali dikaitkan dengan nilai-nilai atau konsep yang sudah dikenal dan akrab bagi khalayak, sehingga lebih mudah diterima dan dipahami oleh masyarakat.
4. Treatment Recommendation. Elemen framing yang menitikberatkan pada upaya penyelesaian masalah sebagaimana disarankan oleh media. Elemen ini mencerminkan sudut pandang atau kecenderungan jurnalis terhadap pendekatan penyelesaian suatu isu. Bentuk solusi yang ditawarkan biasanya sangat dipengaruhi oleh bagaimana suatu kejadian dipahami dan pihak mana yang dipandang sebagai penyebab utama permasalahan. Seorang jurnalis bisa saja memandang sebuah kejadian sebagai suatu persoalan spesifik, mengidentifikasi pihak yang dianggap bertanggung jawab, lalu menerapkan standar moral tertentu untuk membenarkan atau mengecam tindakan yang terjadi.
Solusi yang diajukan umumnya disusun agar selaras dengan cara pandang yang telah dibentuk sebelumnya melalui identifikasi masalah, analisis penyebab, serta pertimbangan moral yang telah dilakukan. Dengan cara ini, media memberikan arah yang jelas mengenai langkah-langkah yang dianggap perlu untuk mengatasi isu tersebut.
Metode penelitian menjadi komponen krusial dalam proses penelitian, karena berfungsi sebagai pendekatan ilmiah untuk mengumpulkan data relevan dengan tujuan dan manfaat yang ingin dicapai. Penelitian ini menerapkan pendekatan kualitatif, yang dirancang untuk memahami secara mendalam fenomena yang dialami oleh subjek penelitian. Pendekatan ini menitikberatkan pada deskripsi berbentuk narasi dan bahasa dalam konteks alami tertentu, dengan menggunakan berbagai teknik ilmiah (Moleong, 2005) dalam (Gogali et al., 2021).
Studi ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif yang bertujuan menyajikan gambaran pemberitaan secara objektif dan mendalam mengenai masalah sampah plastis di Bali di media online SindoNews.com. Unit analisis yang digunakan adalah teks berita terkait sampah plastik di Bali. Sumber data diambil dari sampel pemberitaan yang dipublikasikan di portal tersebut selama periode 1 Januari hingga 30 Mei 2025.
Metode kualitatif digunakan dalam studi ini untuk menekankan pada pengamatan objek penelitian dengan cara yang fleksibel dan interaktif (Sugiyono, 2012: 43) dalam (Siregar et al., 2022).
Studi ini mengadopsi kerangka analisis bingkai perspektif dari ahli komunikasi Entman, yang fokus pada proses seleksi serta penekanan elemen-elemen tertentu dalam suatu kejadian. Entman juga menekankan pentingnya konteks dalam menyampaikan informasi, sehingga perhatian publik lebih tertuju pada hal-hal tertentu. Model ini terdiri dari empat elemen utama yang digunakan untuk menunjukkan bagaimana media membentuk fokus pemberitaan guna memengaruhi cara pandang dan pemahaman pembaca.
Pembahasan pada SindoNews.com
Permasalahan sampah plastik di Bali menjadi sorotan utama dalam pemberitaan media digital, khususnya oleh SindoNews.com sepanjang periode 1 Januari hingga 30 Mei 2025. Isu ini tidak hanya menyangkut aspek kebersihan lingkungan, tetapi juga berdampak langsung terhadap keberlanjutan sektor pariwisata dan citra internasional Bali sebagai destinasi unggulan wisatawan.Pulau Bali yang selama ini dikenal karena keindahan alam dan kekayaan budayanya kini menghadapi tantangan lingkungan serius. Framing yang dibangun oleh SindoNews.com, terutama melalui berita berjudul “Menteri Hanif Faisol Ajak 8.600 Relawan Bersihkan Sampah Plastik di Pantai Bali”, menyajikan cerita yang menggabungkan isu lingkungan dengan upaya membentuk citra suatu daerah (Simanjuntak, 2025).
Dari perspektif analisis framing ala Robert Entman, narasi media digital mengenai krisis sampah di Bali memuat konstruksi makna yang kompleks, serta pendekatan komunikasi yang strategis. Framing yang melibatkan empat tahap analitis utama tersebut, terlihat dalam penyajian berita SindoNews.com.Dalam konteks kajian ecomedia, konstruksi narasi ini tidak hanya menggambarkan krisis lingkungan sebagai persoalan lokal, tetapi juga sebagai bagian dari wacana global yang berdampak pada ekonomi, budaya dan identitas nasional. Penyajian berita ini menunjukkan bahwa media digital memainkan peran penting dalam membentuk opini publik, serta dalam mereproduksi narasi yang mendorong kesadaran kolektif terhadap praktik pariwisata yang lebih ekologis dan berkelanjutan.
Dengan mengangkat aksi bersih-bersih pantai oleh ribuan relawan dan dukungan multi-sektor, media mengarusutamakan pesan bahwa penanganan sampah bukan hanya tanggung jawab lingkungan, melainkan bagian dari strategi diplomasi dan branding pariwisata Indonesia. Peran media tidak lagi terbatas sebagai penyampai informasi, melainkan juga turut berperan sebagai agen perubahan dalam budaya ekologis, dengan membingkai isu-isu lingkungan melalui perspektif pembangunan berkelanjutan dan pencitraan global.
1. Define Problems (Menentukan Masalah)
SindoNews memposisikan krisis sampah plastik sebagai ancaman serius bagi lingkungan dan sektor pariwisata Bali. Masalah ini tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga strategis, karena menyangkut citra Bali sebagai wajah Indonesia di mata dunia. Dengan mengangkat urgensi ini, media membingkai persoalan sampah sebagai isu nasional yang perlu segera ditangani secara sistemik.
2. Diagnose Causes (Mendiagnosis Penyebab)
SindoNews menggambarkan krisis sampah laut di Bali sebagai masalah struktural yang rumit. Dalam pemberitaannya, media menekankan peran signifikan dari 14 sungai yang mengalir ke laut, di mana Tukad Mati dan Tukad Badung disebut sebagai penyumbang utama. Sementara itu, aktivitas hotel dan kafe disebut berkontribusi signifikan terhadap volume sampah, mencapai 25. Kurangnya sistem pengelolaan sampah yang menyeluruh juga digambarkan sebagai faktor kelembagaan yang memperparah situasi. Dengan demikian, framing media diarahkan pada kegagalan sistemik dalam tata kelola lingkungan dan peran serta tanggung jawab formal yang melekat pada lembaga pariwisata maupun pemerintah daerah.
3. Make Moral Judgment (Membuat Penilaian Moral)Pemerintah, khususnya Menteri Hanif Faisol, diposisikan sebagai aktor yang proaktif dan solutif. Kehadiran 8.600 relawan, tokoh-tokoh kementerian, serta duta besar asing, menguatkan kesan bahwa isu ini mendapat dukungan moral kolektif dan legitimasi internasional.
4. Treatment Recommendation (Rekomendasi Solusi)
SindoNews memframing solusi krisis sampah plastik melalui pendekatan yang sistemik dan partisipatif. Media menyoroti beragam strategi, mulai dari aksi langsung seperti pembersihan pantai bersama 8.600 relawan, hingga kolaborasi lintas sektor antara Kementerian Lingkungan Hidup, pemerintah daerah, militer, dan kepolisian. Selain itu, solusi juga diarahkan pada penanganan sumber utama seperti 14 sungai penyumbang sampah, penguatan regulasi, evaluasi terhadap pelaku usaha pariwisata, serta duplikasi model penanganan Bali ke wilayah lain. Framing ini memperlihatkan peran negara sebagai fasilitator utama dalam menjaga keberlanjutan lingkungan dan mendorong kerja sama lintas institusi.
Pemberitaan lain di SindoNews.com berjudul "Bali Batasi Plastik Sekali Pakai, Industri Harus Bertransformasi ke Produk Eco-Friendly", mengangkat isu pembatasan penggunaan plastik sekali pakai di Bali sebagai bagian dari upaya menjaga kelestarian lingkungan dan keberlanjutan sektor pariwisata. Transformasi industri kemasan plastik menuju produk ramah lingkungan menjadi fokus utama dalam pemberitaan tersebut.
Dalam kerangka framing media, kajian ini mengadopsi teori framing dari Robert N. Entman untuk menjelaskan bagaimana media membentuk makna atas suatu isu melalui pemilihan dan penekanan informasi secara strategis. Melalui analisis ini, diharapkan muncul pemahaman yang lebih mendalam tentang bagaimana media menyusun narasi yang dapat memengaruhi opini publik terhadap isu lingkungan dan perubahan industri di Bali.1. Define Problems (Menentukan Masalah)
Media SindoNews.com memframing masalah utama sebagai ancaman serius yang ditimbulkan oleh penggunaan plastik sekali pakai terhadap kelestarian lingkungan Bali dan citra pariwisata internasionalnya. Plastik sekali pakai diposisikan bukan hanya sebagai persoalan pencemaran lingkungan, melainkan juga sebagai faktor yang dapat merusak reputasi Bali sebagai destinasi wisata alam dan budaya yang hijau dan bersih. Dengan demikian, isu ini menjadi prioritas karena berkaitan dengan keberlanjutan ekonomi kreatif berbasis pariwisata dan pelestarian nilai budaya lokal.
2. Diagnose Causes (Mengidentifikasi Penyebab)
Dalam pemberitaan ini, penyebab masalah dihubungkan dengan kebijakan dan sikap Kementerian Perindustrian yang dianggap belum sepenuhnya mendukung pelarangan dan transformasi industri kemasan plastik sekali pakai. Produksi dan distribusi air minum dalam kemasan plastik sekali pakai berukuran di bawah 1 liter masih berlangsung, yang berpotensi memperparah masalah sampah plastik. Penyebab lain adalah kurangnya konsistensi dalam pelaksanaan kebijakan ramah lingkungan yang seharusnya mendorong industri beralih ke produk yang lebih eco-friendly.
3. Make Moral Judgment (Penilaian Moral)
Berita memberi penilaian moral bahwa pemerintah, khususnya Kementerian Perindustrian, wajib menunjukkan komitmen dan keberpihakan kuat terhadap perlindungan lingkungan hidup. Sikap kurang mendukung terhadap pelarangan plastik sekali pakai dianggap sebagai bentuk kelalaian dalam memenuhi kewajiban sosial dan lingkungan yang sejalan dengan regulasi nasional tentang pembangunan industri hijau (green industry). Transformasi industri menjadi ramah lingkungan dianggap sebagai kewajiban moral sekaligus kebutuhan strategis dalam menghadapi tantangan global dan menjaga kearifan lokal Bali.
4. Treatment Recommendation (Rekomendasi Solusi)
Solusi yang diangkat bersifat sistemik dan strategis, mencakup mendukung kebijakan pelarangan produksi plastik sekali pakai di bawah 1 liter sebagaimana diatur oleh Pemerintah Provinsi Bali, mendorong dan memfasilitasi transformasi industri kemasan plastik menjadi produk ramah lingkungan seperti sedotan, kantong belanja, dan kemasan makanan berbahan ramah lingkungan. Termasuk juga memperkuat sinergi antara pemerintah pusat, daerah, dan pelaku industri agar kebijakan lingkungan dapat diimplementasikan secara efektif dan konsisten. Kemudian bisa mengadopsi contoh keberhasilan negara lain (Maladewa) dalam pengurangan plastik sekali pakai sebagai model pengembangan kebijakan di Bali. Rekomendasi ini menunjukkan peran pemerintah sebagai fasilitator utama sekaligus pelindung lingkungan, serta mengajak pelaku industri beradaptasi dengan perkembangan tren global menuju pembangunan berkelanjutan.
Kesimpulan
Media digital, khususnya SindoNews.com, memiliki peran strategis dalam membingkai krisis sampah plastik di Bali sebagai persoalan ekologis yang erat kaitannya dengan keberlangsungan sektor pariwisata. Melalui pendekatan framing Robert N. Dalam kajian ecomedia, Entman menunjukkan bahwa media bukan sekadar alat penyampai informasi, melainkan juga berperan dalam membentuk wacana publik yang menyoroti dampak serius sampah plastik terhadap citra Bali sebagai tujuan wisata dunia yang mengedepankan keberlanjutan lingkungan.Media secara aktif mendiagnosis akar masalah, seperti lemahnya pengelolaan sampah, rendahnya partisipasi masyarakat, dan ketidakkonsistenan kebijakan pemerintah daerah dalam penanganan sampah plastik. Selain itu, media memberikan penilaian moral dengan menyerukan pentingnya tanggung jawab kolektif dan komitmen terhadap prinsip pembangunan berkelanjutan serta keberpihakan industri terhadap produk ramah lingkungan.
Rekomendasi solusi yang disampaikan menekankan pentingnya sinergi lintas sektor antara pemerintah, pelaku industri pariwisata, dan komunitas lokal melalui edukasi, penegakan regulasi yang lebih ketat, serta inovasi berbasis partisipasi masyarakat. Framing media dalam konteks ecomedia ini berfungsi tidak hanya sebagai alat penyebar informasi, tetapi juga sebagai agen perubahan sosial yang mampu mendorong pergeseran paradigma menuju praktik pariwisata yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Temuan ini menegaskan bahwa keberhasilan pengelolaan isu lingkungan, seperti krisis sampah plastik, sangat bergantung pada bagaimana narasi tersebut dikonstruksi dan dikomunikasikan secara efektif kepada publik melalui media digital. Media memiliki tanggung jawab besar dalam membangun kesadaran dan mendorong tindakan nyata demi menjaga kelestarian lingkungan dan reputasi Bali sebagai destinasi wisata dunia.