BGN dan BP Taskin Sepakat Bangun 1.000 Dapur MBG di Daerah 3T
Badan Gizi Nasional (BGN) dan Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan (BP Taskin) resmi menandatangani nota kesepahaman untuk memulai pembangunan dapur Program Makan Siang Gratis (MBG) di wilayah Tertinggal, Terjauh, dan Terluar (3T). Penandatanganan berlangsung pada Senin (16/6/2025) di kantor BP Taskin, Jakarta.
Ketua BGN, Dadan Hindayana hadir langsung dalam acara tersebut bersama Kepala BP Taskin Budiman Sudjatmiko, Wakil Kepala I BP Taskin Nanik S. Deyang, dan Wakil Kepala II BP Taskin Iwan Sumule. Kerja sama ini disebut sebagai langkah konkret untuk menjawab tantangan ketahanan pangan dan pengentasan kemiskinan di wilayah 3T.
"Rencana ini sudah kita diskusikan lama, bahkan sejak masih menjadi tim dewan pakar dalam kampanye Prabowo-Gibran. Saya dan Pak Dadan dulu dalam tim yang sama, sehingga sekarang terasa lebih mudah untuk berkolaborasi," kata Budiman Sudjatmiko.
Program dapur MBG ini dirancang tidak hanya untuk menjamin asupan gizi masyarakat miskin, tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi lokal. Menurut Dadan Hindayana, implementasi program ini telah memunculkan banyak wirausahawan baru di sektor makanan, termasuk pengolahan minyak jelantah menjadi bioavtur.
BP Taskin berencana membangun lebih dari 1.000 dapur MBG di berbagai titik strategis wilayah 3T. Dalam kerja sama ini, BP Taskin akan bertanggung jawab pada pembangunan dan penyediaan suplai, sementara BGN akan mengatur distribusi makanan ke masyarakat."Kami ingin memberdayakan masyarakat miskin untuk ikut dalam rantai produksi, seperti beternak dan menanam sayuran. Dengan begini, dapur yang dibangun oleh BP Taskin secara langsung akan memberikan dampak untuk mengentaskan kemiskinan," kata Budiman
Selama hampir tiga bulan terakhir, kedua lembaga intensif berdiskusi untuk mematangkan skema kerja sama. Setelah penandatanganan kesepakatan, BP Taskin akan segera memulai proses standarisasi untuk beberapa dapur yang sedang dibangun di daerah 3T.
BGN menyatakan akan mengalokasikan dana pembangunan dari APBN. "Sebaiknya untuk daerah tertinggal kita memang menggunakan APBN, agar program ini bisa merata dan tidak tergantung pada donasi atau swasta," kata Dadan Hindayana.
Meski demikian, Budiman menegaskan perlunya fleksibilitas dalam implementasi program, mengingat kondisi geografis dan kepadatan penduduk di daerah 3T yang sangat beragam. "Kalau biasanya satu dapur memproduksi 3.000 makanan per hari, di daerah yang lebih sepi tentu bisa di bawah itu. Demikian pula dengan harga pokok produksi, harus disesuaikan dengan akses dan kondisi lokal," ujarnya.