Dimensi Islam Berkemajuan Ibadah Kurban
Ibnu TsaniDirektur Utama Lembaga Amil Zakat Infak Sedekah Muhammadiyah (Lazismu)
IBADAHyang berdampak, salah satu kaidah dalam beribadah. Untuk mewujudkannya, Islam menyajikan konsep keseimbangan melalui beragam perintah ibadah yang beroreantasi pada dampak personal dan dampak sosial.
Aktivitas berkurban telah dipraktikan sebelum Islam datang.Dengan status sebagai agama penyempurna. Islam mengkoreksidijadikannya manusia sebagai obyek berkurban yang dipersembahkan kepada dewa-dewa tertentu sebagai bentuk kepatuhan.
Tidak dapat dibayangkan, potensi terjadinya depopulasi apabila Islam tidak mengkoreksi. Nyawa dan populasi manusia akan terancam. Berkurban dengan manusia diubah berkurban dengan hewan. Koreksi yang dilakukan oleh Islam selaras dengan salah satu tujuan maqashid syariah, perlindungan terhadap jiwa
Secara eksplisit Al-Qur’an menyatakan berkurban dengan hewan bukan dengan manusia. ”Dan bagi setiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), agar mereka menyebut nama Allah atas rezeki yang dikaruniakan Allah kepada mereka berupa hewan ternak.” (QS. Al-Hajj:34).
Berkurban merupakan manifestasi wujud sukur manusia karena dikaruniai nikmat yang berlebih oleh Allah. Wujud nyata rasa sukur tersebut diaktualisasikan melalui salat dan berkurban (QS. Al-Kautsar:1-3). Perintah tegakan salat tunaikan zakat dilengkapi dengan tegakan salat tunaikan kurban.Karena merupakan wujud sukur atas nikmat yang berlebih, berkurban merupakan ibadah sunnah muakkad terhadap manusia yang memiliki kelebehian rezeki. Apabila tidak memiliki kelebihanrezeki tetapi dipaksakan berkurban dengan cara berutang, tidak dianjurkan.
Islam Berkemajuan dan Ibadah Kurban
Islam yang berdampak merupakan salah satu kerangka berfikir sekaligus fondasi Islam berkemajuan. Agar berdampak, Islam dan umat Islam harus menjadi kekuatan solutif dari berbagai problematika kehidupan yang dihadapi oleh manusia.Solusi dikemas melalui gagasan dan amal. Agar tidak mudah tergerus dan terjadi kekosongan nilai.Gagasan dan amal dikemas melalui prinsip memperbaiki (ishlah), memperbaharui (tajdid) plus kesadaran teologis. Setiap upaya yang dilakukan oleh manusia tidak bertentangan dengan syariat, berdampak dan penilain akhir sepenunya diserahkan kepada sang Khaliq
Dan yang tidak kalah penting, dalam rangka memaksimalkan dampak, ibadah sosial dioreantasikanuntuk kepentingan dan kebaikan publik (masalahat).
Dalam konteks dimensi perlindungan anak.Ibadah kurban merupakan ibadah yang menghargai dan melindungi prinsip dasar perlindungan anak.Penghargaaan terhadap pendapat anak dan hak hidup anak.
Praktik perlindungan anak dilakukan oleh Nabi Ibrahim ketika menceritakan mimpinya kepada Nabi Ismail. Meski mengalami pergolakan psikologis, Ibrahim membuka ruang berdiskusi. Ayah (Ibrahim) melalui mimpi, mendapatkan perintah untuk menyembelih anak (Ismail). Setelah bercerita, Ibrahim berdialog dengan Ismail. Tujuannya, mendengarkan pendapat dan sikap Nabi Ismail. Memiliki ”hak istimewa” dari status sebagai Nabi, Ibrahim bisa saja langsung menggunakan otoroitas kenabian yang dimilikinya,menyembelih Ismail tanpa perlu melakukan konsultasi. Praktik baik berkemajuan, penghargaan terhadap prinsip dasar perlindungan anak yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim telah dilakukan jauh sebelum dunia melalui Perserikatan Bangsa-Bangsa mengesahkan Konvensi Hak Anak.
Dari sisi dimensi sosial - ekonomi, perintah memprioritaskan terlebih dahulu penyaluran daging kurban kepada fakir - miskin merepresentasikan pemertaaan sekaligus dukungan akses makan (nutrisi) bergizi. Dari berbagai hasil studi, kasus stunting sebagai contoh. Dalam daging hewan kurban terdapat kandungan gizi yang bisa mencegah terjadinya kegagalan tumbuh - kembang anak.
Dari aspek ekonomi, perintah berkurban merupakan pembelajaran pentingnya penguatan eksositem peternakan hewan. Mulai dari pengadaaan hewan, penggemukan atau perawatan. pemasaran, promosi dan penjualan
Berdasar dokumen Ekonomi Kurban 2025 (IDEAS:2025), potensi ekonomi kurban tahun 2025 Rp27, 1 triliun. Potensi tersebut berasal dari 1,92 juta rumah tangga yang berkurban. Dari sisi kebutuhan hewan.Kebutuhan domba-kambing sebesar 1,1 juta ekor. Sapi-kerbau sekitar 503 ribu ekor.
Di era digital saat ini, perputaran ekonomi kurban menjadi magnet bagiperusahaan niaga elektronik, membuka akses promosi dan pembelian hewan kurban secara digital Jika dikelola dengan maksimal, penguatan ekosistem hewan kurban bisa berdampak bukan hanya pada aspek ketersedian stok hewan namun juga pelaku usaha ternak. Hewan ternak dalam Islam tidak luput dari perhatian. Tidak ada yang sia-sia dari penciptaan hewan, selalu ada pembelajaran yang bisa diraih. Jika kita bijak mengelola hewan ternak, manusia secara otomatis akan mendapatkan manfaat dari hewan ternak.
Salah satunya manfaat air susu yang berasal dari hewan ternak (QS.Al Mu’minun:21). Perhatian serta hikmah pengelolaan hewan ternak tidak luput dari perhatian Islam. Media pembelajarannya, kisah perjalanan hidup Nabi Muhammad dan Nabi Musa pernah menjadi pengembala.
Ibadah kurban tidak hanya sebatas menghimpun dan menyalurkan. Caraberibadah kurban diatur oleh Islam. Tidak semua hewan bisa dijadikan kurban. Hewan kurban yang dalam kondisi sakit dan cacat. Buta salah satu atau kedua mata, pincang, tidak diperkenakan dikurbankan.
Pesan dari larangan tersebut. Ibadah kurban haruslah dilakukan melalui kaidah, memberikan yang terbaik tidak hanya kepada Tuhan tetapi juga kepada manusia. Selain menjaga kualitas hewan, larangan menyembelih hewan kurban yang sakit atau cacat bertujuan untuk mencegah dampak negatif terhadap kesehatan manusia yang akan mengonsumsi daging kurban (tidak layak konsumsi).
Islam turut memberikan aturan bagaimana cara yang baik (adab) menyembelih hewan kurban. Menggunakan pisau yang tajam. Tidak dianjurkan mengasah pisau di hadapan hewan kurban. Upaya dilakukan untuk mencegah hewan mengalami ketakutan, stres. Ketika menyembelih, posisi pisau ditempatkan di leher.Adab menyembelih hewan kurban merupakan cerminan Islam menghendaki perbuatan baik (ihsan) tidak hanya diberlakukan terhadap manusia tetapi pada hewan. Hewan memiliki hak terhindar dari unsur atau tindakan yang menyiksa.
Pelaksanakan inovasi (tajdid) pada aspek hukum terkait penyaluran daging kurban dengan mengedepankan prinsip kepentingan publik (masalahat) dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Melalui Fatwa MUI Nomor 37 Tahun 2019 tentang Pengawetan dan Pendistribusian Daging Kurban Dalam Bentuk Olahan. MUI menetapkan, hukum pengelolaan daging kurban yang akan didistribusikan dengan cara diolah dan diawetkan dalam bentuk kornet, rendang dan atau sejenisnya, boleh (mubah).
Tindaklanjut fatwa, Lembaga Zakat menginformasikan kepada pekurban, penyaluran hewan kurban bisa dilakukan melalui kemasan kaleng yang diolah menjadi rendang atau kornet. Daging hewan yang diolah dalam kemasan, selain lebih tahan lama. Bisa disalurkan ke daerah terluar dan terpencil, sekaligus bisa disalurkan untuk korban bencana.
Menjaga Semangat Islam Berkemajuan
Seluruh uraian terkait fasalafah Islam berkemajuan dalam ibadah kurban akan terjun bebas, tercerabut dari akar berkemajuan karena perubahan cara pandang dan perilaku. Semangat memperbaiki, memperbaharui, takwa dan masalahat tergerus oleh semangat ekonomi transaksional.Prinsip yang dikedepankan, hewan cepat laku dan cepat habis. Perang harga, paling murah, diskon, bonus melalui pemberian cuma - cuma lebih diutamakan, aspek berkemajuan dipinggirkan. Jika marak terjadi, ibadah kurban yang semula mengandung semangat Islam yang memajukan terjun bebas menjadi Islam yang memerosotkan.










