Survei CISA: Isu Ijazah Palsu Jokowi Permainan Rival Politik
Mayoritas publik menilai isu ijazah palsu Mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) adalah permainan rival politik. Hal tersebut berdasarkan hasil survei Center for Indonesia Strategic Actions (CISA) pada 9-15 Mei 2025.
CISA melakukan survei itu dengan maksud menggali pandangan publik tentang isu ijazah Jokowi. Publik yang dimaksud dalam survei ini adalah masyarakat di atas 17 tahun atau yang sudah memiliki hak pilih, terutama para ahli hukum, akademisi, praktisi/pengamat pendidikan, peneliti, aktivis LSM/NGO, mahasiswa, dan politikus yang secara sadar dan aktif mengikuti isu-isu atau dinamika politik juga hukum.
Direktur Eksekutif CISA Herry Mendrova mengatakan bahwa dari sejumlah indikator, terkhusus persepsi terhadap isu, mayoritas responden menilai bahwa isu ijazah ini sengaja disebarkan oleh pihak-pihak tertentu atau dalam persepsi lain sebagai permainan politik rival politik Jokowi.
“Dalam survei ini, sebanyak 89,87 persen responden menilai bahwa isu ini sangat mungkin sengaja disebarkan (dimainkan, dikapitalisasi) untuk kepentingan politik tertentu yagn bisa jadi lawan politik Jokowi," kata Herry ketika meriis survei CISA bertajuk "Survei Nasional: Pandangan Publik Terhadap Isu Ijazah Palsu Pak Jokowi" di Jakarta, Rabu (21/5/2025).
Dari indikator lainnya, lanjut dia, juga menunjukkan tren penilaian serupa dari responden. Melalui pertanyaan, seberapa besar kepercayaan mereka terhadap klarifikasi yang diberikan oleh Jokowi dan Universitas Gadjah Mada (UGM) sebagai institusi akademik yang dikenal memiliki reputasi sangat baik.
"Sebanyak 51,35 responden sangat percaya, dan 25,35 responden cukup percaya terhadap klarifikasi yang diberikan oleh Jokowi. Bagaimana persepsi responden terhadap klarifikasi dari UGM? Trennya semirip dan positif. Sebanyak, 47.35 responden sangat percaya, 25,76 cukup percaya," tuturnya.
CISA juga menggali tentang persepsi publik seberapa tepat langkah Jokowi menempuh proses hukum untuk memulihkan reputasinya terkait terpaan isu ijazah tersebut. Herry mengatakan, dari data survei 29,60 responden menilai cukup tepat, 21,10 menilainya tepat, dan 6,7 responden menilainya sangat tepat.
Sedangkan, 18,5 persen responden menilainya kurang tepat, dan 15,5 menilainya tidak tepat. Dirinya pribadi pun menilai langkah hukum itu sah-sah saja dilakukan oleh setiap warga negara dan semua warga negara berkedudukan sama di depan hukum.
“Bahkan dalam konteks ini, sangat penting untuk memulihkan citra Pak Jokowi sendiri. Tinggal nanti dibuktikan lagi saja, baik kepada pihak penggugat maupun Pak Jokowi di depan hukum," ungkapnya.
Adapun metode survei yang digunakan wawancara tatap muka memakai WhatsApp, Zoom, dan Google Meet. Pengambilan sampel purposive ini adalah metode sampling.
Responden yang terpilih dan diambil sebagai sampel berdasarkan beberapa pertimbangan tertentu, memiliki kriteria khusus, dan sesuai dengan tujuan penelitian.
Berdasarkan teknik sampling tersebut, jumlah sampel yang diperoleh sebanyak 950 responden. Margin of error dari ukuran sampel tersebut sebesar 2,95 pada tingkat kepercayaan 95.









