Nama Budi Arie Muncul di Dakwaan Kasus Judol, Kejagung: Jaksa sebagai Penuntut Umum, Penyidiknya Polri
Kejaksaan Agung (Kejagung) angkat bicara soal munculnya nama mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) di persidangan perkara judi online (judol) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Surat dakwaan itu disusun berdasarkan berkas perkara yang merujuk pada fakta-fakta yang ada.
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar menyampaikan, berkas perkara itu disusun berdasarkan bukti-bukti yang diperoleh dalam proses penyidikan.
"Nah, tentu dalam kaitan ini jaksa penuntut umum, jadi posisi kami sebagai penuntut umum. Jaksa di situ sebagai penuntut umum karena penyidiknya dari teman-teman di Polri," kata Harli di Gedung Kejagung, Jakarta Selatan, Senin (19/5/2025).
Oleh karena itu, dia menegaskan bahwa jaksa dalam menyusun surat dakwaannya tentu melihat bahwa ada fakta-fakta tersebut, sehingga dimasukkan dalam surat dakwaan.
"Maka kami membawa ini ke pengadilan. Tentu semua fakta-fakta itu akan dikontes. Semua fakta-fakta itu akan diverifikasi, baik keterangan saksi, keterangan para terdakwa, barangkali ada alat bukti surat di sana, dan barang bukti yang ada," ujarnya.
Dia pun berharap nantinya masyarakat bisa melihat proses persidangan ini berjalan. "Nah, inilah nanti yang kita harapkan juga tentu masyarakat bisa melihat ini, bagaimana proses persidangan ini berjalan," ujarnya.
Sebelumnya, Budi Arie Setiadi menanggapi soal dugaan dia menerima 50 persen uang hasil perlindungan situs judol dan melindungi situs judol tersebut.
"Itu narasi jahat yang menyerang harkat dan martabat saya pribadi. Itu sama sekali tidak benar. Jadi, itu omon-omon mereka saja bahwa Pak Menteri nanti dikasih jatah 50 persen. Saya tidak tahu ada kesepakatan itu. Mereka juga tidak pernah memberi tahu. Apalagi aliran dana. Faktanya tidak ada," ujar Budi melalui keterangannya, Senin (19/5/2025).
Budi Arie mengatakan, publik mesti jernih melihat narasi jahat ini agar tidak terjebak di dalam pemahaman yang salah. Narasi alokasi 50 persen uang dari hasil perlindungan situs judi online itu merupakan kongkalikong di antara para tersangka, bukan inisiatif atau permintaan Budi Arie sendiri.
"Justru ketika itu saya malah menggencarkan pemberantasan situs judol. Boleh dicek jejak digitalnya. Intinya, pertama mereka (para tersangka) tidak pernah bilang ke saya akan memberi 50 persen. Mereka tidak akan berani bilang, karena akan langsung saya proses hukum," tuturnya.
Dia menerangkan, siap membuktikan dia sama sekali tidak terlibat di dalam praktik perlindungan situs judol itu di proses hukum. Ada tiga poin penting yang dapat membuktikan bahwa dirinya sama sekali tidak terlibat dalam perlindungan situs judi online seperti narasi yang beredar.
Dia menambahkan,tidak tahu praktik jahat yang dilakukan mantan anak buahnya itu. Dia baru mengetahui setelah kasus itu diselidiki kepolisian dan terungkap ke masyarakat.
"Ketiga, tidak ada aliran dana dari mereka ke saya. Ini yang paling penting. Bagi saya, itu sudah sangat membuktikan. Jadi sekali lagi, itu omongan mereka saja, jual nama menteri supaya jualannya laku," katanya.
Budi Arie berharap publik dapat melihat kasus ini secara jernih agar tidak larut di dalam narasi jahat terhadap dirinya. Ia juga berharap penegak hukum bekerja dengan lurus dan profesional sehingga mampu menuntaskan perkara itu.
Sebelumnya, nama mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi muncul dalam dakwaan kasus dugaan praktik judi online (judol) di lingkungan Kominfo. Budi diduga menerima jatah sebesar 50 persen dari fee penjagaan website judol.
Adapun para terdakwa dalam perkara tersebut yakni Zulkarnaen Apriliantony, Adhi Kismanto, Alwin Jabarti Kiemas, dan Muhrijan alias Agus.
"Dalam pertemuan tersebut terdakwa II Adhi Kismanto mempresentasikan alat crawling data yang mampu mengumpulkan data website judi online, lalu saudara Budi Arie Setiadi menawarkan kepada terdakwa II Adhi Kismanto untuk mengikuti seleksi sebagai tenaga ahli di Kemenkominfo," bunyi dakwaan jaksa dikutip dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Minggu (18/5/2025).
Adhi kemudian mengikuti seleksi sebagai tenaga ahli, tetapi tidak lolos karena tidak memiliki gelar sarjana. Kendati demikian, Budi Arie memberikan arahan agar Adhi diterima bekerja di Kominfo. Adhi, Zulkarnaen, dan Muhrijan selaku pegawai Kominfo lalu bersekongkol menjaga website judol.
Kronologi Kecelakaan Truk Terguling di Flyover Jatingaleh Semarang, Sopir Diduga Ugal-ugalan
Budi Arie disebut mendapat bagian dari penjagaan website judol. Pada 19 April 2024, Adhi menerima informasi Budi Arie meminta praktik penjagaan website judol tak dilakukan di lantai 3 Kantor Kominfo, tapi dikomunikasikan langsung.
Zulkarnaen, Adhi, dan Muhrijan lalu mengadakan pertemuan. Tarif sebesar Rp8 juta per website untuk penjagaan kemudian disepakati.
"Pembagian untuk Terdakwa II Adhi Kismanto sebesar 20 persen, Terdakwa I Zulkarnaen Apriliantony sebesar 30 persen dan untuk saudara Budi Arie Setiadi sebesar 50 persen dari keseluruhan website yang dijaga," demikian bunyi dakwaan.










