Asas Dominus Litis di RKUHAP, Pakar Hukum: Berpotensi Menyebabkan Absolutely Power
Asas dominus litis yang terdapat dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) dinilai bisa memberikan kewenangan penuh pada Kejaksaan dan menyebabkan absolutely power.
“Asas dominus litis yang terdapat dalam RUU KUHAP bisa memberikan Kejaksaan kewenangan penuh dalam hal sebuah perkara bisa diajukan dalam persidangan atau tidaknya bisa menghentikan atau menunda,” kata pakar hukum, Andika Hendrawanto dalam keterangannya dikutip Senin (10/2/2025).
Andika berpendapat bahwa bisa saja saat ini Kejaksaan merasa hanya sebagai alat pelengkap dari sub hukum acara yang ada.
Menurutnya, ada jaksa yang merasa akan oknum Kepolisian yang bermain dengan memaksakan berkas perkara mesti dinilai kurang bukti dan keterangan.
“Saat ini Kejaksaan mungkin merasa sebagai alat pelengkap dari sub hukum acara yang ada. Sebab mungkin jaksa merasakan ada oknum penyidik dari Kepolisian memaksakan sebuah berkas yang berisikan subjek hukum tindak pidana untuk tetap maju walaupun telah dikembalikan kepada pihak penyidik dan dinyatakan kurang bukti serta keterangan,” ujarnya.
“Mungkin bisa jadi jaksa merasa seolah-olah kesalahan pada tingkat lidik dan sidik di Institusi kepolisian menjadi tanggung jawab jaksa ketika sudah masuk ranah persidangan. Sehingga untuk saat ini mungkin diperlukan kewenangan jaksa bisa menghentikan penyidikan ketika dirasa data yang disajikan oleh pihak kepolisian tidak memenuhi unsur tindak pidana yang disangkakan”, tambahnya.
Oleh karena itu, Andika berpesan bahwa mengesahkan RKUHAP yang didalamnya terdapat asas dominus litis perlu pertimbangan yang matang.
“Tapi kalau dipandang dari sudut ketakutan di masa depan akan sebuah lembaga yang posisinya menjadi super power, maka saya rasa kewenangan yang dalam hal ini disebut dominus litis yang diberikan kepada Kejaksaan harus benar-benar dipikirkan (secara) masak,” sarannya.
Hal tersebut disampaikan oleh Andika atas sebab kasus yang saat ini terjadi dalam Kejaksaan. Ia menjelaskan bahwa ada kasus di mana ada advokat yang tidak boleh mendampingi saksi dalam pemeriksaan di Kejaksaan. Hal itu didasari dengan alasan Pasal 54 dalam KUHAP.
“Karena saat ini ada beberapa kejadian di mana rekan-rekan advokat tidak boleh mendampingi saksi ketika diperiksa dikejaksaan dengan alasan Pasal 54 KUHAP hanya mengatur tersangka atau terdakwa berhak mendapatkan bantuan hukum dari advokat. Namun, pasal ini tidak mengatur hak saksi untuk didampingi advokat,” terang Andika.
Atas dasar kejadian tersebut, Andika mencemaskan jika RKUHAP disahkan bisa menambah sikap arogansi oknum Kejaksaan. Bahkan, menurutnya bisa juga menjadi alat kewenangan politik.
“Bisa dibayangkan jika kewenangan dari kejaksaan bertambah, maka apakah oknum-oknumnya (Kejaksaan) tidak lebih arogan atau bahkan bisa jadi untuk alat kewenangan politik”, tegasnya.
Jika ada kekhawatiran tentang tumpang tindih wewenang pada institusi penegakan hukum apabila RKUHAP disahkan, maka Andika justru menyebut hal itu sudah terjadi saat ini. Menurutnya, RKUHAP yang sedang rancang ini diharap bisa menjawab kegaduhan tersebut.
“Kalaupun adanya tumpang tindih kewenangan antar penegak hukum maka saat ini itu telah terjadi. Maka seharusnya dalam RKUHAP harus bisa menjawab kegaduhan yang telah terjadi bertahun2 ini,” tegas Andika.
Demo Indonesia Gelap, Pakar Hukum: Bentuk Ekspresi Pesimisme Masyarakat Ubah Jadi Optimisme
“dan bukan malah membuat salah satu lembaga (kejaksaan) menjadi super power dengan memberikan kewenangan dominus litis”, pungkasnya.