Ketua PBNU Sebut RPMK Harus Akomodir Semua Golongan dan Sesuai dengan Misi Agama

 Ketua PBNU Sebut RPMK Harus Akomodir Semua Golongan dan Sesuai dengan Misi Agama

Nasional | okezone | Rabu, 18 September 2024 - 23:46
share

JAKARTA - Aliansi masyarakat sipil menuntut pembahasan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) 2024 untuk dihentikan. Petisi ini disampaikan perwakilan masyarakat sipil dalam acara Halaqoh Nasional bertajuk “Telaah Kritis RPMK 2024 tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik” yang diselenggarakan Pusat Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) di Jakarta.

Ketua PBNU Miftah Faqih menegaskan, dalam proses perumusan regulasi apapun wajib melibatkan masyarakat secara berimbang dan berorientasi pada kemaslahatan bersama (al-maslahah al-ammah), bukan sepihak.

“Jika tidak, RPMK 2024 batal dan tidak adil. Rancangan Peraturan tidak sembarangan bisa disahkan tanpa adanya musyawarah dengan stakeholder yang terkait,” ujarnya dikutip, Rabu (18/9/2024).

“Pada prinsipnya, peraturan RPMK 2024 harus mampu mengakomodir semua golongan, berkeadilan dan sesuai dengan misi agama dan berwawasan ke depan,” tandas Miftah.

Sementara itu, anggota DPR RI, Muhammad Misbakhun mengatakan, Pemerintah sebagai regulator tidak pernah menempatkan diri sebagai fasilitator yang memberikan exit strategy yang solutif bagi ekosistem pertembakauan.

Misbakhun juga menyebut RPMK tentang tembakau dan rokok elektronik ini juga minim partisipasi industri dan publik untuk mengkaji dampak (khususnya ekonomi) yang ditimbulkan dari beberapa pasal yang berkaitan dengan sektor IHT.

“Saya melihat minimnya partisipasi ini memberikan pengaruh terhadap kondisi ekonomi di masa akan datang,” tuturnya.

Direktur P3M Sarmidi Husna menyampaikan, Halaqoh ini dilatarbelakangi oleh kekhawatiran berbagai pihak terhadap dampak RPMK 2024 tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik, yang mengusulkan ketentuan kemasan polos tanpa merek untuk diberlakukan.

“RPMK ini merupakan implementasi dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang tersebut,” ungkapnya.

 

Sarmidi menyoroti, proses penyerapan dan pengayaan pasal-pasal dalam RPMK 2024 sangat minim pelibatan publik dan stakeholder yang kredibel, sehingga tidak partisipatif.

“Beberapa pasal dalam RPMK 2024 berpotensi merugikan petani tembakau, UMKM, asosiasi dan industri rokok. Hal ini menimbulkan reaksi dari berbagai pihak, termasuk penolakan dari beberapa kelompok,” tutur Sarmidi.

Sementara itu, mewakili Kementerian Kesehatan, Benget Saragih mengatakan, RPMK 2024 ini tidak dimaksudkan untuk menyuruh orang berhenti merokok, tetapi menyasar anak-anak agar tidak merokok.

Perwakilan Kementerian Perindustrian, Nugraha Prasetya Yogi mengungkapkan, dalam proses PP 28/2024 yang sudah disahkan, pihaknya tidak dilibatkan dalam draft akhir.

“Apalagi perumusan pasal-pasal dalam RPMK 2024 yang baru ini, kami sama sekali belum terlibat didalamnya, padahal RPMK ini berpotensi sangat merugikan dunia perdagangan dan industri,” ujar Yogi. 

 

Menurutnya, kebijakan standarisasi kemasan produk tembakau dan rokok elektronik berpotensi meningkatkan peredaran rokok ilegal. Hal ini sangat berpotensi menurunkan penerimaan negara dari cukai hasil tembakau.

Gunawan dari Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS) menyampaikan perlunya sinkronisasi PP dengan UU dan Peraturan Pemerintah yang ada. Tembakau merupakan komoditas strategis nasional, dan termasuk produk unggulan lokal.

“Sehingga perlu dilindungi karena melibatkan nasib petani. Selain sinkronisasi, setiap regulasi perlu melindungi hak-hak petani dan partisipasi publik secara lebih bermakna,”pungkasnya.

Topik Menarik