Negara Diminta Kelola Proyek Strategis Nasional karena Banyak Kasus Lahan
JAKARTA - Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Jumhur Hidayat miris melihat banyaknya kasus penyerobotan tanah rakyat secara sepihak oleh investor swasta dengan dalih untuk Proyek Strategis Nasional (PSN). Untuk itu, ia mengusulkan agar seluruh PSN dikelola negara melalui Badan Otorita.
"Kalau dikelola oleh negara, rakyat tidak perlu digusur tetapi dilibatkan dalam pengelolaan PSN melalui simbiosis mutualisme," kata Jumhur dalam keterangannya, Kamis (12/9/2024).
Menurut Jumhur, sebagai proyek strategis PSN mestinya dikelola oleh negara melalui Badan Otorita bukan swasta, sehingga orientasinya tidak keuntungan semata tetapi bagaimana memberdayakan masyarakat melalui aset-asetnya.
"PSN bisa jalan tetapi dengan keberagaman sehingga rakyat bisa hidup, petani tidak kehilangan tanahnya, dan negara juga tidak dirugikan," pungkasnya.
Sebelumnya, pemerhati kebijakan publik Said Didu menguraikan betapa Proyek Strategis Nasional (PSN) telah menjadi kedok upaya segelintir investor yang didukung penguasa untuk merebut tanah rakyat dengan harga murah.
Seperti terjadi di wilayah Kabupaten Tangerang hanya dengan harga Rp40 ribu-50 ribu per meter persegi.
"Atas nama PSN dengan didukung UU Omnibus mereka ini meneror rakyat agar segera melepaskan tanahnya," jelas Didu.
Ia menilai gerakan ini sangat sistematis karena Pemkab Tangerang menurunkan NJOP dari Rp 160 ribu/m2 menjadi hanya Rp 40-50 ribu saja. Sehingga rakyat tidak diberikan pilihan yang adil.
Said Didu heran dengan diamnya para pejabat tokoh partai, apalagi para calon kepala daerah terhadap fenomena itu. Ia menduga hal ini karena selain ada rasa takut karena mereka juga mendapatkan bagian sponsor dari investor-investor itu.
Sementara itu, Sekjen Seknas Konsorsiun Pembaruan Agraria (KPA), Dewi Kartika menyampaikan sejak 2016 ada 134 kasus penyerobotan tanah rakyat melalui upaya sistematis yang dibungkus legalitas.
"PSN itu sistemik merampok tanah rakyat, dibungkus alasan legalitasnya, dan rakyat tidak kuasa melawan juga dengan alasan legalitas yang dibikin-bikin," terangnya.