Ancaman Nyata Megathrust, Apa yang Harus Kita Lakukan saat Gempa Besar dan Tsunami Datang?
JAKARTA - Isu potensi gempa dan tsunami di zona megathrust masih terus menjadi perhatian masyarakat. Meski begitu, ancaman nyata gempa dan tsunami di zona megathrust tidak ada yang bisa memprediksi waktu terjadinya.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengingatkan masyarakat tentang kesiapsiagaan. Pasalnya, ketika terjadi gempa dan memicu tsunami yang bisa dilakukan adalah evakuasi secepatnya.
Intinya sebenarnya ketika kita berbicara megathrust, ketika kita berbicara tsunami yang harus kita lakukan adalah kita harus bisa evakuasi secepatnya karena karakteristiknya beda-beda, ujar Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari dalam Disaster Briefing, Senin (9/9/2024).
Aam pun mengatakan BNPB telah melaksanakan simulasi terhadap ancaman gempa dan tsunami serentak di lima provinsi yang daerahnya berpotensi dilalui oleh megathrust. Kita melakukan secara serentak di 5 provinsi yang juga sebenarnya daerah berpotensi merupakan daerah dilalui oleh megathrust mulai dari Barat Sumatera, Selatan Jawa, Selatan Nusa Tenggara.
Lebih lanjut, Aam menyampaikan bahwa tsunami tidak hanya dibangkitkan oleh gempa dengan kekuatan besar atau di atas Magnitudo 8. Kalau kita lihat historis yang kita punya ada Banyuwangi 1994, ada Pangandaran 2006, ada Mentawai 2010, itu malah dibangkitkan oleh gempa-gempa M7,5 di bawah Magnitudo 8.
Dan ini karakteristiknya beda-beda, gempa Mentawai, gempa Pangandaran, gempa Banyuwangi itu malah getaran gempa yang tidak dirasakan oleh masyarakat, tiba-tiba tsunami, secara sensitifnya kita menyebut itu tsunami earthquake, ada tsunami tetapi guncangan gempa ini tidak dirasakan. Beda dengan Aceh, Aceh kita sangat besar gempanya kemudian air surutnya sangat signifikan ada sampai 600 meter, ada yang 1 Km, kemudian masyarakat turun mengambil ikan, kemudian tsunaminya datang, ungkap Aam.
Aam pun mengatakan bahwa banyak tsunami di Indonesia yang dibangkitkan oleh gempa kekuatan dibawah M8. Tetapi yang lebih sering itu ada produk-produk tsunami yang justru lebih kecil yang dibangkitkan oleh gempa-gempa, mungkin kalau dalam dalam bidang saya, tsunami engineering itu kita sebut tsunami earthquake, M7,5 sampai 8 itu moderat earthquake ya. Di atas M8,5 baru kita bicara gempa besar, megathrust.
Hal-hal seperti ini juga harus dipahami masyarakat karena misalkan untuk Mentawai, Mentawai itu pernah terdampak oleh gempa Bengkulu tahun 2008, itu gempa Bengkulu itu Magnitudonya 8,6 itu salah satu segmen Mentawai Selatan 8,6 saking kuatnya masyarakat berhamburan keluar rumah tapi nggak ada tsunami. Ada tsunami tapi di Mentawai itu cuma 30 cm, 20 cm. Tapi pada tahun 2010, terjadi gempa di Pagai Selatan Magnitudonya 7,6 dan tidak sekuat gempa 2008 cuma mengayun saja tapi ternyata tsunaminya sampai 14 meter, ujar Aam.
Sehingga kita sampaikan kepada masyarakat, kita harus switching isunya tidak dari Megathrust, tapi dari tsunaminya itu sendiri. Bahwa tsunami ini bisa dibangkitkan baik oleh gempa yang dirasakan oleh masyarakat pesisir, maupun yang mungkin tidak terlalu dirasakan oleh masyarakat pesisir. Dan ini buktinya Pangandaran 2006, Banyuwangi 1994, dan Mentawai 2010, jelas Aam.
Aam juga mengingatkan kepada masyarakat ketika berada di kawasan pesisir dan merasakan guncangan gempa, yang perlu diperhatikan adalah waktunya atau berapa lama guncangan gempa dirasakan. Jika guncangan gempa terasa lebih dari 30 detik, maka harus segera menjauhi pantai.
Jadi misalkan, loh Ini kok kayak ada gempa ya, hitung satu, dua, tiga, kalau lebih dari 30, langsung benar-benar harus lebih baik kita menjauh menjauh, sejauh-jauhnya dari bibir pantai. Ambil jalan yang tidak kemudian sejajar pantai, ambil jalan yang tegak lurus pantai, ambil jalan yang kalau kita lihat ke belakang itu kita memang posisinya menjauhi pantai, pungkasnya.