Megawati Digugat Kader PDIP di PN Jakarta Pusat
Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ( PDIP ) Megawati Soekarnoputri digugat oleh kadernya sendiri di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus). Penggugat menilai perpanjangan jabatan Megawati dan jajaran pengurus PDIP hingga 2025 telah menyalahi AD/ART partai.
Gugatan resmi dilayangkan oleh Djufri dan kawan kawan melalui huasa hukumnya, Anggiat BM Manalu, Rabu (5/9/2024). Gugatan itu resmi teregritrasi dengan Nomor perkara 540/Pdt.G/2024/PN.Jk.Pst, tanggal 5/9/2024.
Anggiat menyatakan, Megawati harus bertanggung jawab atas semua surat rekomendasi PDIP yang mencalonkan para bakal calon kepala daerah (cakada) di berbagai provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia. Pasalnya, kata dia, SK rekomendasi cakada itu cacat hukum lantaran kepengurusan Megawati telah berakhir pada Agustus 2024.
"Bahwa kepemimpinan Megawati Soekarnoputri sudah demisioner sebagai Ketua Umum Partai PDIP, beserta seluruh pengurus lainnya sejak tanggal 10/8/2024. Masa periode kepengurusan sudah berakhir maka seharusnya dilakukan kongres. Sehingga tidak lagi berwenang untuk mengangkat dan melantik pengurus baru PDIP untuk tahun 2019-2024 hingga 2025," katanya.
Ia menjelaskan, penyusunan pengurus DPP PDIP harus melakukan kongres sesuai AD/ART partai. Dengan demikian, ia menilai kepengurusan PDIP periode 2019-2024 hingga 2025 tidak sah dan cacat hukum yang harus dibatalkan.
Anggiat menyoroti langkah Megawati yang menyusun dan melantik pengurus baru DPP PDIP periode 2019-2024 hingga 2025 dan mendaftarkannya ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) tanpa prosedur yang tidak benar.
"Hal itu merupakan perbuatan melawan hukum yang harus diluruskan dengan membatalkan keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI sebagaimana Nomor M.HH-05.AH.11.02 Tahun 2024, tentang pengesahan struktur, komposisi dan Personalia DPP PDIP masa bakti 2024-2025," ucap Anggiat.
"Kemudian, penebitan SK Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No.M.HH-05.AH.11.02 Tahun 2024, adalah Perbuatan Melawan Hukum (PMH), karena tidak sesuai prosesur AD/ART dan adanya dugaan konflik kepentingan (conflict of interest) pribadi," imbuhnya.
Presiden Jokowi Kembali Minta Maaf di Penghujung Jabatan, Kali Ini ke Pejabat TNI dan Polri
Ia menduga Yasonna Laoly saat menjabat Menkumham dan pengurus inti DPP PDIP telah mendapatkan perintah dari Megawati. Dalam petitum gugatannya, Penggugat memohon agar Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara gugatan PMH tersebut dikabulkan seluruhnya.
"Majelis Hakim dimohon supaya menyatakan Tergugat satu dan tergugat dua dinyatakan bersalah melawan hukum. Memohon Majelis Hakim supaya menyatakan penebitan SK Menkumham No.M.HH-05.AH.11.02 Tahun 2024, batal demi hukum. Membebankan biaya perkara kepada Tergugat," tandasnya.
Sementara itu, Ketua DPP PDIP Bidang Hukum, HAM, dan Advokasi Rakyat, Yasonna H Laoly mengaku tak mengetahui gugatan terhadap Megawati. Ia menyarankan agar gugatan itu dicek ke Menkumham Supratman Andi Agtas.
"Enggak tahu, saya belum cek. Nanti cek sama Pak Menteri," kata Yasonna saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (9/9/2024).
Yasonna mengaku tahu kabar gugatan itu di media. Baginya, gugatan itu mengada-ngada. "Lagi kita baca di media. Laporan mengada-ada itu," kata Yasonna.