Laksamana Mpu Nala Panglima Perang yang Bawa Kejayaan Kerajaan Majapahit
JAKARTA - Mpu Lembu Nala atau Laksamana Nala adalah Panglima Angkatan Laut Majapahit yang menjabat sejak Majapahit di bawah kekuasaan Tribhuwana Tunggadewi hingga Hayam Wuruk. Panglima Perang disebut Rakryan Tumenggung.
Nama Mpu Nala sebagai Panglima Perang Majapahit disebut dalam lima sumber sejarah, yaitu Kakawin Nãgarak?tãgama atau Deçawar?ana, Prasasti Prapancasarapura, Prasasti Batur, Prasasti Bendasari, dan Prasasti Sekar.
Mahapatih Gajah Mada menyadari bahwa untuk menyatukan pulau-pulau di Nusantara tidak bisa dilakukan melalui jalur darat akan tetapi harus dilakukan melalui ekspedisi maritim.
Majapahit sudah memiliki angkatan laut dengan kapal perang bekas tentara Mongol yang dikirim oleh Kubilai Khan untuk menaklukkan Jawa pada saat pemerintahan Kertanegara. Namun, angkatan laut yang dimiliki saat itu masih lemah.
Oleh karena itu, ia meminta bantuan dari Laksamana Nala untuk memperkuat angkatan laut Majapahit, perbaikan kualitas kapal perang Majapahit.
Ia diangkat secara resmi oleh Rajaputri Tribhuwana Tunggadewi sebagai panglima angkatan laut Majapahit. Laksamana Nala lalu banyak menghabiskan waktunya di pangkalan militer angkatan laut, yaitu di Pelabuhan Ujung Galuh, kini pelabuhan Tanjung Perak Surabaya.
Sebagai seseorang yang lahir dan dibesarkan di daerah pesisir, dunia kemaritiman bukanlah suatu hal yang asing baginya. Ia mempelajari konstruksi kapal perang peninggalan tentara Mongol.
Diketahui terdapat berbagai kelemahan dari kapal perang tersebut. Misalnya, bentuk badan kapal yang gemuk sehingga mempersulit sistem navigasi kapal.
Nala merancang bentuk kapal yang ideal bagi angkatan laut Majapahit. Badan kapal rancangannya dibuat lebih ramping namun kapasitasnya empat kali lebih besar daripada kapal sebelumnya. Kapal ini bahkan mampu menampung ratusan prajurit, bekal selama setahun, dan puluhan ribu kuda.
Kapal rancangan Laksamana Nala terbuat dari sejenis kayu pohon raksasa yang tumbuh di pulau yang dirahasiakan. Selain itu, kapal perang Majapahit dilengkapi dengan meriam cetbang.
Setelah internal angkatan laut Majapahit dibenahi, Laksamana Nala mulai memimpin ekspedisi maritim ke seluruh Nusantara di bawah pengawasan Gajah Mada.
Pada 1339-1341, angkatan laut yang dipimpin oleh Laksamana Nala berhasil menundukkan seluruh Nusantara bagian barat yang dimulai dari kerajaan Samudra Pasai, ke seluruh Pulau Sumatera, Semenanjung Melayu, dan berakhir di Kalimantan.
Ekspedisi Majapahit ke tanah Samudra Pasai merupakan ekspedisi terbesar selama Majapahit berdiri dengan mengikutsertakan 400 kapal yang mana satu kapal dapat menampung 200-1.000 orang.
Pada 1343, bersama Gajah Mada, Laksamana Nala mampu menaklukkan Nusantara Timur yang dimulai dari Bali, Lombok, Sumbawa, Seram, Sulawesi, dan berakhir di Dompo.
Angkatan laut Majapahit di bawah komando Laksamana Nala merupakan angkatan laut terbesar dan terkuat di dataran Asia Tenggara. Kekuatan kurang lebih 40.000 tentara menjadikan Majapahit sebagai sebuah negara adikuasa yang disegani di kawasan Asia Tenggara bahkan kekaisaran China.
Dalam buku Kisah Para Kesatria Penjaga Samudra karya Agus Soeroso dan Majapahit Peradaban Maritim karya karya Irawan Joko diceritskan, Nala menempatkan gugus kapal perang berjumlah beberapa puluh untuk menjaga lima titik penting perairan Nusantara.
Armada gugus pertama bertugas di sebelah barat pulau Sumatera sebagai gugus kapal perang penjaga samudera Hindia di bawah pimpinan Laksamana yang berasal dari Jawa Tengah; Armada gugus kedua kapal perang penjaga Laut Kidul atau sebelah selatan Pulau Jawa di bawah pimpinan seorang Laksamana putra Bali.
Armada gugus ketiga bertugas menjaga perairan selat Makasar dan wilayah Ternate, Tidore, dan Halmahera di bawah pimpinan seorang Laksamana putra Makasar. Armada gugus keempat menjaga Selat Malaka dan Kepulauan Natuna di bawah pimpinan seorang Laksamana dari Jawa Barat.
Armada gugus kelima menjaga Laut Jawa hingga ke arah timur sampai kepulauan rempah-rempah Maluku. Armada Jawa ini mengibarkan bendera Majapahit ditambah lagi bendera emas simbol istana Majapahit , biasanya dipimpin oleh seorang Laksamana berasal dari Jawa Timur.
Setiap armada gugus kapal perang terdapat kapal bendera tempat kedudukan pimpinan komando tertinggi bagi semua kapal penyerang, kapal perbekalan, dan pelindung kapal bendera itu sendiri.
11 Jenderal TNI AD Bersiap Tinggalkan Militer usai Mutasi September 2024, Ini Daftar Nama-namanya
Dari kelima armada Majapahit itu beban berat ialah menjaga perairan Selat Malaka dan Laut Cina Selatan yang penuh perompak yang berpangkalan di sekitar wilayah Campa, Vietnam, dan Tiongkok.
Armada keempat yang menjaga Selat Malaka itu biasanya dibantu oleh armada pertama penjaga Samudera Hindia jika perompak melarikan diri ke barat laut menyusuri Selat Malaka.
Armada Laut Selatan biasanya membantu Armada Jawa dalam menjaga keamanan kapal-kapal dagang pembawa rempah-rempah yang melalui Selat Sunda yang lebih aman menuju India dan Timur Tengah.
Tugas lain armada Laut Kidul adalah menjaga Selat Bali dan perairan selatan Nusa Tenggara, bahkan di sebelah selatan Pulau Bali terdapat galangan kapal-kapal Majapahit yang cukup besar.
Armada Ketiga bertugas menjaga kapal penyusup dari wilayah Mindanao Filipina sekaligus menjaga kepulauan rempah-rempah Maluku jika kekuatan Armada Jawa sedang dipusatkan di perairan Jawa untuk mengawal sang Prabu Hayam Wuruk beranjangsana ke wilayah pesisir timur Pulau Jawa.
Armada Jawa merupakan kekuatan terbesar Armada gugus kapal perang Majapahit karena tugasnya paling berat menjaga pusat kerajaan istana Majapahit sekaligus menguasai jalur laut menuju kepulauan rempah-rempah Maluku yang dkuasai langsung oleh pemerintah pusat Majapahit.
Semua jenis kapal perang Majapahit mulai dari kapal perbekalan hingga kapal bendera adalah kreasi jenius dari Mpu Nala yang sekaligus seorang Laksamana Laut yang handal. Nala menciptakan kapal-kapal dari sejenis kayu raksasa yang hanya tumbuh di sebuah pulau yang dirahasiakan. Pohon raksasa yang cocok untuk dibuat kapal itulah yang membuat kapal-kapal Majapahit cukup besar ukurannya di masa itu.
Setelah Gajah Mada dan Mpu Nala wafat maka kekuatan Majapahit pun berangsur lemah apalagi tatkala terjadi perang paregreg kapal-kapal Majapahit saling serang satu sama lain, terjadi kehancuran bagi seluruh armada.