Serahkan Kesimpulan ke MK, Tim Hukum Ganjar-Mahfud Ungkap 5 Kategori Pelanggaran Pilpres 2024

Serahkan Kesimpulan ke MK, Tim Hukum Ganjar-Mahfud Ungkap 5 Kategori Pelanggaran Pilpres 2024

Nasional | sindonews | Selasa, 16 April 2024 - 15:57
share

Tim Hukum Ganjar-Mahfud menyerahkan kesimpulan sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum ( PHPU ) Pilpres 2024 ke Mahkamah Konstitusi (MK). Kesimpulan itu salah satunya menguak lima kategori pelanggaran yang sangat prinsipil terkait proses Pilpres 2024.

Penyerahakan dokumen kesimpulan itu dilakukan oleh sejumlah Anggota Tim Hukum Ganjar-Mahfud, termasuk Ketua Tim Hukum Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis. Mereka menyambangi Gedung MK pada Selasa (16/4/2024) pukul 10.00 WIB.

"Setidaknya ada lima kategori pelanggaran yang sangat prinsipil terjadi pada proses Pilpres 2024. Pertama, pelanggaran etika yang terjadi dengan kasat mata dimulai dengan Putusan MK 90/PUU-XXI/2023. Kalau membaca keterangan sangat jelas bahwa pencalonan yang melannggar etika berat adalah pelanggaran etika berat yang disebut Romo Magnis Suseno," kata Todung di Gedung MK, Jakarta, Selasa (16/4/2024).

Munculnya pelanggaran pertama itu, kata Todung, memantik pelanggaran selanjutnya yaitu berkaitan dengan nepotisme. Padahal, sambung dia, nepotisme merupakan tindakan yang dilarang berdasarkan TAP MPR serta sejumlah undang-undang.

"Kalau kita lihat apa yang dilakukan Presiden Joko Widodo mendorong anak dan menantunya, itu adalah bagian membangun satu dinasti kekuasaan yang menurut kami melanggar etika seperti yang dikatakan Romo Magnis Suseno," katanya.

Pelanggaran selanjutnya ialah adanya penyalahgunaan kekuasaan atau abuse of power. Todung menilai penyalahgunaan ini sangat masif terjadi dan bahkan terkoordinasi. "Ini (penyalahgunaan kekuasaan) terjadi di mana-mana. Nah ini juga bisa menambahkan, banyak sekali pelanggaran-pelanggaran yang masif sebagai akibat dari abuse of power yang terkoordnir yang tadi saya kemukakan," tuturnya.

Pelanggaran keempat yakni adanya pelanggaran prosedural Pemilu. Todung lantas menyinggung pelanggaran ni dilakukan oleh lembaga penyelenggara Pemilu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) serta pengawasnya Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

"Anda bisa lihat apa yang dilakukan oleh KPU, apa yang dilakukan Bawaslu, apa yang dilakukan paslon 02 yang menurut kami semua adalah pelanggaran-pelanggaran yang seharusnya bisa dijadikan alasan untuk pemungutan suara ulang," katanya.

Terakhir atau kelima ialah berkaitan dengan penyalahgunaan sistem aplikasi yang ada di KPU dalam hal ini Sirekap. Sirekap yang sedianya digadang menjadi alat bantu justru menjadi alat yang menimbulkan kekacauan, kontroversi dan justru jadi alat untuk menimbulkan penggelembungan suara.

"Keterangan dari Roy Suryo itu bicara mengenai angka yang sangat besar, saudara Ali Maksum tidak menjadi saksi tapi bertemu dengan kami, dia menyebut lebih dari 50 juta angka siluman DPT. Saudara Anas bicara 32 juta angka yang harus kita pertanyakan C hasilnya," katanya.