Manajemen PSM Tolak Turunkan Harga Tiket, Akui Kesulitan Cari Dana Operasional Tim
FAJAR.CO.ID, MAKASSAR Manajemen PSM Makassar menolak permintaan Aliansi Mattoanging untuk menurunkan harga tiket. Tim kesulitan mencari dana untuk operasional.
Kepastian itu diperkuat oleh Koordinator Tiket PSM, Azis Jarre. Dia menegaskan harga tiket PSM masih tetap sama begitu juga saat Pasukan Ramang menjamu Persis Solo, di Stadion Gelora BJ Habibie Parepare, 28 Agustus mendatang.
Harga tiket dan kapasitas penonton tetap sama untuk laga kandang mendatang. Tak ada perubahan, tegasnya kepada FAJAR, Selasa, 8 Agustus.
Sebenarnya, pria yang akrab disapa Daeng Jarre itu bukan menilai ini sebagai ketetapan. Sebab, para aliansi sebelum sudah diberikan tawaran dengan model diskon berjenjang.
Model ini dimulai dari diskon 5 persen, 7 persen, 10 persen hingga 12 persen. Diskon ini tergantung jumlah pengambilan. Makin banyak tentu diskonnya semakin tinggi, tuturnya.
Hanya saja, tawaran pada pertemuan pertama antara manejemen dan aliansi suporter itu enggan diterima. Padahal tawarannya itu terpenting nominalnya yang turun.
Kalaupun, lanjut dia, nominal harga tetap sama, pihaknya mengaku hal itu juga masih dianggap minus. Seperti nominal Rp200 ribu di Terbuka Utara Selatan.
Terus terang saja. Harga Rp200 ribu yang terbuka di Utara Selatan itu sebenernya memang masih minus. Ini diakibatkan dari kapasitas penonton yang kini ditetapkan hanya 8 ribu orang, ujarnya.
Daeng Jarre sadar akan kondisi eforia yang dialami Stadion Gelora BJ Habibie. Namun dia menilai mereka yang memilih menepi bukan hanya sekadar persoalan harga tiket.
Meskipun hal itu terjadi karena pelbagai permintaan dari aliansi. Justru member aliansi sangat banyak. Apalagi sudah banyak bermunculan member baru yang berada di Kawasan Ajatappareng.
Harga saat ini sudah ditetapkan dari tahun lalu. Tidak ada yang berubah. Kenapa bukan tahun lalu mereka teriakan, katanya lagi.
Justru Daeng Jarre menilai persoalan ini juga karena adanya pengaruh perjalanan menuju markas PSM yang berlokasi di Parepare itu. Sehingga muncul perasaan jenuh.
Biaya perjalanan ke Parepare itu tinggi. Apalagi para suporter yang berbeda di Makassar atau luar Parepare. Makanya, solusinya itu harus ada stadion di Makassar, tegasnya.
Kondisi itu bahkan ikut dipengaruhi dengan kejayaan PSM menjuarai kompetisi musim lalu. Meski begitu, dia yakin kondisi euforia akan kembali terlihat jika Pasukan Ramang terus bersaing di papan atas.
Tapi saya yakin stadion Parepare akan seperti dulu pada putaran kedua mendatang jika PSM terus bersaing di lima papan atas. Karena tim juga pasti akan berusaha masuk di empat besar untuk semi final meriah juara. Jadi memang ada plus minusnya, yakinnya.
Hal seperti ini bahkan bukan hanya dirasakan pendukung Pasukan Ramang. Justru kondisi yang sama juga dialami berbagai klub di Liga 1. Seperti hal kondisi suporter tuan rumah Persita Tangerang saat menjamu PSM, Senin kemarin.
Kondisi ini memang hampir dirasakan semua klub karena adanya perubahan aturan kapasitas. Mulai dari Persita dan laga Persebaya. Bahkan Persita kemarin cuman dihadiri sekitar 200 orang, pungkasnya.
Pengamat sepak bola Assegaf Razak menilai kondisi ini sebaiknya segera ditindaklanjuti. Jika suporter terus melakukan aksi mogok, dampaknya cukup besar bagi PSM sendiri. Baik itu mengenai hasil pertandingan maupun pendapatan klub.
Kata dia, pemain dan pelatih sangat membutuhkan suporter. Sebab, suporter merupakan pemain ke-12 dan tidak bisa dipisahkan dari klub. Sehingga, ada baiknya jika manajemen mengambil langkah untuk berdiskusi dengan suporter.
Saya pernah jadi pemain, pernah jadi pelatih juga. Memang di lapangan kami sangat butuh suporter. Kalau tidak ada suporter, rasanya hanya seperti laga persahabatan. Lesu dan tidak semangat, bebernya. (muh/dir/fajar)










