Ketika Venezuela Dilanda Krisis dan Gelombang Eksodus serta Dampaknya bagi Amerika Latin

Ketika Venezuela Dilanda Krisis dan Gelombang Eksodus serta Dampaknya bagi Amerika Latin

Nasional | BuddyKu | Kamis, 15 Juni 2023 - 10:48
share

KOTA MALANG, NETRALNEWS.COM - Venezuela, merupakan rumah bagi cadangan minyak terbesar di dunia. Besarnya kekayaan akan sumberdaya minyak menjadikan Venezuela sebagai negara petrostat , yang artinya anggaran pemerintah sangat bergantung pada pendapatan dari hasil penjualan bahan bakar fosil, terutama minyak bumi.

Ditemukannya minyak Venezuela pada tahun 1920-an, membawa negara ini ke dalam perjalanan boom-and-bust. Istilah boom-and-bust menggambarkan pola di mana suatu negara petrostat mengalami periode kejayaan ekonomi ( boom ) ketika harga minyak naik, diikuti oleh periode kelesuan ekonomi yang parah ( bust ) ketika harga minyak turun.

Krisis Venezuela dimulai sejak kepresidenan Hugo Chavez pada tahun 1999. Akibat ketergantungan yang tinggi pada minyak sebagai sumber pendapatan ekonomi negara, kemudian menyebabkan kurangnya diversifikasi ekonomi di Venezuela dan menghilangkan daya saing di sektor lain, seperti industri manufaktur atau pertanian, yang berdampak pada ketidakstabilan ekonomi ketika harga minyak turun.

Pada akhir masa kepresidenan Chavez, inflasi mencapai 38,5% (Elpitazo.net, 2020). Setelah kematian Chavez, Venezuela kemudian dipimpin oleh Nicolas Maduro, yang merupakan tangan kanan Chavez dan sama-sama berasal dari Partai PSUV (Partido Socialista Unido de Venezuela).

Kuatnya pengaruh Partai PSUV sosialis selama dua dekade terakhir telah menguasai lembaga-lembaga penting pemerintah, seperti lembaga peradilan, dewan pemilihan, dan mahkamah agung yang mengakibatkan merajalelanya korupsi di Venezuela.

Tidak lama setelah Maduro terpilih, harga minyak dunia anjlok dan Venezuela yang hampir sepenuhnya bergantung pada pendapatan minyak pun mengalami resesi tujuh tahun.

Komplikasi dari konsekuensi sebagai negara petrostate dan struktur pemerintahan yang tidak stabil membawa Venezuela pada krisis yang mengerikan hingga hari ini. Selama beberapa tahun terakhir Venezuela telah mengalami krisis yang parah akibat Hiperinflasi.

Inflasi tahunan meroket hingga lebih dari 130.000 persen pada 2018, dan meskipun telah melambat dalam beberapa tahun terakhir, meskipun demikian inflasi tetap di 234 persen pada tahun 2022 (Counsil on Foreign Relations, 2023).

Krisis di Venezuela adalah krisis ekonomi, politik dan krisis kemanusiaan yang tidak hanya mengguncang stabilitas dalam negeri, tetapi juga negara-negara di kawasan Amerika Latin, terutama negara-negara yang berbatasan langsung dengan Venezuela. D

ampak krisis Venezuela terhadap negara-negara kawasan telah menimbulkan gelombang eksodus yang berdampak pada ketidakstabilan keamanan kawasan.

Krisis Pengungsi

Tingginya inflasi dan semakin langkanya barang-barang kebutuhan pokok menimbulkan gelombang protes anti-pemerintah di Venezuela pada tahun 2014 dan 2017. Gelombang protes tersebut diikuti dengan perginya jutaan rakyat Venezuela untuk menghindari kesulitan ekonomi dan represi politik (BBC, 2023).

Sejak 2015, lebih dari 7 juta warga Venezuela telah beremigrasi karena gejolak ekonomi dan politik yang sedang berlangsung. Menurut United Nations High Commissioner for Refugees (UNCHR), eksodus Venezuela mewakili seperempat populasi Venezuela, yang mana merupakan krisis pengungsi terbesar kedua yang pernah terjadi di dunia (UN WFP, 2022).

Selama tahun-tahun pertama eksodus ini, kebanyakan orang Venezuela awalnya menetap di negara tetangga. Namun, pada tahun lalu, semakin banyak orang Venezuela yang pergi ke Amerika Serikat untuk mencari suaka. Akibatnya, pada tahun 2022, pemerintah AS dihadapkan dengan hampir 188.000 warga Venezuela di perbatasan (Migration Policy, 2022).

Negara lain yang juga dibanjiri migran Venezuela adalah Meksiko. Banyak warga Venezuela yang dapat dengan mudah memasuki Meksiko, baik melalui udara maupun darat. Namun, setelah Meksiko memberlakukan pembatasan visa terhadap warga Venezuela pada Januari 2022, jumlah warga Venezuela yang tiba di perbatasan turun dari 22.779 menjadi 3.072 hanya dalam satu bulan (Immigration Forum, 2023) .

Menurut UNHCR, migrasi akibat krisis Venezuela merupakan salah satu migrasi massal terbesar dalam sejarah Amerika Latin. Sebagian besar migran Venezuela telah menetap di Amerika Latin dan Karibia, di mana lebih dari lima juta telah pindah ke wilayah Kolombia, Peru, Ekuador, Cile, dan Brazil.

Ketidakstabilan Keamanan

Krisis pegungsi yang membanjiri negara-negara Amerika Latin juga berimplikasi pada meningkatnya kejahatan terorganisir dan perdagangan narkoba di kawasan.

Institusi Venezuela yang memburuk serta tidak adanya sistem peradilan yang tidak memihak, transparan, dan fungsional menyebabkan kelompok bersenjata dan kejahatan terorganisir, termasuk juga kelompok perdagangan narkoba menjadi berkembang pesat.

Salah satunya berada di perbatasan antara Venezuela dan Kolombia, di mana merupakan wilayah yang luas dan jarang penduduknya, namun tidak memiliki kontrol perbatasan, sehingga menjadi tempat yang strategis untuk perdagangan narkoba ilegal.

Krisis Venezuela merupakan tantangan besar bagi Amerika Latin, dan merupakan salah satu yang membutuhkan respons regional yang terpadu. Negara-negara Amerika Latin perlu bekerja sama secara komprehensif untuk mengatasi implikasi keamanan dari krisis, dan menemukan cara untuk mengurangi dampak negatif krisis Venezuela terhadap kawasan.

Penulis: Siti Zulhaizah A.Z.
Topik Menarik