RI Bakal Hentikan Impor Baju Bekas, Sudah Tepat?
JAKARTA - Pemerintah Indonesia menyoroti soal fenomena thrifting atau jual beli pakaian bekas, khususnya impor .
Ekonom sekaligus Direktur CELIOS, Bhima Yudhistira pun ikut menanggapi fenomena itu.
Dia menyebut bahwa pakaian bekas impor diminati karena branded, harga terjangkau dan persediaan sangat banyak, dan bahkan bisa dibeli secara fisik hingga tersedia di media sosial dan toko online.
"Dalam 3 tahun terakhir kalau kita browsing di media sosial misalnya, ada yang sampai live sales dan memang menarik dibanding beli baju baru yang harga nya bisa 4 kali lipat dari bekas. Dari segi kualitas meski tidak semua layak, tapi pintar-pintarnya si konsumen saja untuk menyortir," ungkap Bhima kepada MNC Portal Indonesia di Jakarta, Jumat (17/3/2023).
Namun, dia menilai larangan pemerintah ini setengah hati, ada regulasi melarang tapi faktanya yang beredar di toko online juga tidak kena sanksi.
"Yang dibutuhkan sekarang bukan aksi simbolik dengan menyita atau membakar baju bekas, tapi lebih kepada penegakan di lapangan dan sanksi bagi importir. Selama penegakan setengah hati, pakaian bekas tetap akan banyak peminatnya. Bukan tidak mungkin dari pada menjadi produsen pakaian lokal lebih baik banting stir jual baju bekas impor (thrifting)," tegas Bhima.
Dia menjelaskan, dampak beredarnya produk thrifting ke pelaku usaha dengan orientasi pasar domestik jadi terpukul.
Bahkan tidak sedikit yang banting setir ikut jualan produk pakaian impor bekas karena marginnya lebih besar dan hemat biaya tenaga kerja.
"UMKM yang menjual kembali produk barang bekas sebagai reseller pun sebenarnya menjadi kanibal dengan UMKM lain di sektor produksi pakaian jadi. Kerugian penjualan produk thrifting terhadap ekonomi bisa mencapai Rp4,2 miliar setahun, dan dalam rata-rata 10 tahun terakhir bisa mencapai Rp42 miliar," tambahnya.
Menurutnya, pada tahun 2022 kenaikan impor pakaian bekas naik lebih dari 200%, di saat PHK massal terjadi di industri pakaian jadi.
"Itu sangat ironis," ucap Bhima.
Selain dilakukan pelarangan, pemerintah pusat dan daerah punya tugas meningkatkan kualitas pakaian jadi lokal.
"Jika pelarangan total, dibarengi dengan peningkatan kualitas produk lokal bukan tidak menutup kemungkinan pelaku usaha pakaian jadi kembali jadi sektor usaha yang dilirik oleh investor," pungkasnya.