RI Kembali Batasi Ekspor CPO Jelang Ramadhan dan Lebaran 2023, Bisakah Tekan Kelangkaan Migor?
Indonesia berencana untuk membatasi ekspor dan akan melakukan suspend beberapa izin ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) untuk mengamankan pasokan dalam negeri.
Dikabarkan Reuters, Selasa (14/2) hal ini seiring dengan potensi kenaikan harga minyak goreng menjelang bulan Ramadhan hingga hari raya Idul Fitri tahun ini.
Selanjutnya, Reuters mengatakan, pembatasan ekspor Indonesia kemungkinan akan dicabut setelah bulan Ramadan.
Kebijakan ini disebut untuk mengamankan pasokan domestik karena harga minyak goreng yang naik.
Saat ini, harga CPO di Bursa Malaysia Exchange melemah tipis di sesi awal perdagangan Senin (13/2/2023). Harga CPO pada sesi akhir perdagangan menyentuh level MYR 3.923 per ton. (Lihat grafik di bawah ini)
Secara lebih luas, industri sawit di tahun ini diproyeksikan akan diperdagangkan lebih rendah ketimbang tahun lalu.
Dewan Minyak Sawit Malaysia (MPOB) memprediksikan harga CPO akan stabil di MYR 3.800/ton (USD861,68/ton) pada tahun ini karena adanya peningkatan produksi.
Sementara, lembaga pemeringkatan Fitch Ratings memprediksikan harga CPO akan diperdagangkan di level USD850/ton atau MYR 3.770/ton pada 2023, jauh lebih rendah dari USD1.175 pada tahun 2022.
Importir Tak Khawatir
Merespon rencana Indonesia, salah satu importir terbesar CPO dari Indonesia, yakni India mengatakan tak akan terganggu dengan kebijakan ini.
Lantaran, stok minyak sawit di India telah meningkat ke rekor tertinggi setelah impor yang agresif dalam tiga bulan terakhir.
Dilansir Reuters, Selasa (14/2), impor minyak nabati India pada kuartal pertama tahun ini yang dimulai pada 1 November, naik 25% dari tahun lalu menjadi sekitar 4,5 juta ton.
Kenaikan impor tersebut telah mengangkat stok ke rekor 3,6 juta ton pada 1 Februari dibandingkan tahun lalu yang sebesar 1,83 juta ton.
"Pembatasan Indonesia sepertinya tidak akan menimbulkan masalah di India. Tingkat stok aman," kata Ajay Jhunjhunwala, Presiden Solvent Extractors\' Association of India, dilansir dari Reuters.
Sementara menurut Ajay Jhunjhunwala, pasokan minyak biji rapeseed akan memperoleh momentum mulai bulan depan dan meningkatkan ketersediaan minyak nabati di India. Panen minyak biji rapeseed ini diharapkan 10 hingga 15% lebih tinggi dari rekor panen tahun lalu.
Sebagai informasi, impor minyak bunga matahari India pada Januari melonjak ke rekor 473.000 ton, hampir tiga kali lipat rata-rata impor bulanan. Hal ini disebabkan eksportir utama Rusia dan Ukraina berusaha mengurangi stok.
Sementara itu, India diperkirakan akan kembali berupaya meningkatkan pembelian dari Malaysia, tetapi tidak sebanyak tahun lalu.
Bisakah Kelangkaan Migor Teratasi?
Kendati demikian, permasalahan kelangkaan minyak goreng terus menghantui pasar dalam negeri.
MinyaKita, minyak goreng yang diluncurkan oleh pemerintah Indonesia pada 2022, mendadak langka secara merata hampir di seluruh daerah.
Faisal Basri, ekonom senior Universitas Indonesia (UI), beberapa waktu lalu menanggapi soal kelangkaan minyak goreng ini. Ia menilai kelangkaan ini terjadi akibat kebijakan pemerintah dalam menetapkan dua harga CPO.
"Masalahnya adalah pemerintah secara sembrono menetapkan dua harga CPO," kata Faisal dalam webinar oleh Satya Bumi dan Sawit Watch pada awal Februari lalu, (4/2).
Menurut Faisal, pemerintah menetapkan dua harga jual CPO untuk biodiesel dan industri pangan.
Dua harga tersebut tidak setara karena harga jual untuk biodiesel lebih tinggi ketimbang untuk industri pangan, termasuk untuk minyak goreng.
"Inilah biang keladinya. Kalau ada dua harga, malaikat pun akan mencari harga yang rendah kalau mau beli," imbuhnya.
Selain itu, pemerintah baru saja menetapkan program mandatori biodiesel B35, yang meningkatkan kandungan minyak sawit dalam solar hingga 35%. Otomatis, ini akan menyerap stok CPO dalam negeri sebagai bahan baku.
Jika merujuk catatan GAPKI, konsumsi domestik minyak sawit sepanjang 2022 mencapai 20,9 juta ton atau naik 13,82% dibandingkan 2021.
Konsumsi ini dialokasikan untuk kebutuhan pangan dalam negeri sebesar 2,1 juta ton atau naik 2,7%, untuk industri oleokimia sebanyak 2,1 juta ton atau meningkat 2,7% serta untuk biodiesel 30 persen (B30) sebesar 8,84 juta ton atau tumbuh 20,43%.
Angka ini memperlihatkan alokasi untuk biodiesel menjadi yang terbesar.
Sedangkan sepanjang 2022, ekspor CPO hanya mencapai 30,8 juta ton atau telah mengalami penurunan 8,5% dibanding 2021.
Ekspor yang turun ini disebabkan oleh kebijakan larangan ekspor oleh pemerintah sejak 28 April hingga 23 Mei 2022.
Artinya, pembatasan ekspor CPO ini sebenarnya bukanlah solusi buat menekan kelangkaan minyak goreng. Alih-alih mengamankan pasokan, pembatasan ekspor CPO ini bisa berdampak bagi penurunan harga CPO ke depan. (TSA)