Kuasa Hukum Korban Menolak Hadir di Persidangan Tragedi Kanjuruhan, Ini Alasannya
MALANG, iNews.id - Tim kuasa hukum korban menolak hadir pada persidangan Tragedi Kanjuruhan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Penolakan dilakukan karena pasal yang disangkakan dinilai tidak sesuai dengan tuntutan korban dan keluarganya.
Ketua Tim Advokasi Tragedi Kanjuruhan (TATAK), Imam Hidayat mengatakan, mengakui pihaknya diminta untuk menyaksikan persidangan di Surabaya oleh pihak kepolisian. Namun sejumlah hal membuat dia dan para korban memutuskan tidak datang dan menolak hadir pada persidangan yang dilakukan di PN Surabaya tersebut.
Ada beberapa hal yang membuat kami menolak terhadap persidangan hasil laporan model A tersebut, di antaranya terkait sangkaan pasal, kata Imam Hidayat, Senin (16/1/2023).
Selama ini, kata dia, laporan model A yang disidangkan di PN Surabaya berdasarkan sangkaan Pasal 359 KUHP tentang kelalaian yang menyebabkan orang mati dan Pasal 360 KUHP tentang kelalaian yang menyebabkan luka berat dinilai tidak tepat. Sedangkan selama ini pihaknya dan para korban menginginkan para terdakwa dijerat dengan Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan dan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana.
Pertama pasalnya 359, 360 itu, kita sejak awal sudah tidak sepakat. Kita maunya Pasal 338 dan pasal 340, adanya pembunuhan dan pembunuhan berencana, katanya.
Imam juga mengaku belum adanya aktor intelektual dan beberapa eksekutor lapangan yang dijerat membuat para korban memutuskan tidak datang ke Surabaya meski telah dipersilakan hadir. Menurutnya, ada beberapa pihak yang seharusnya bisa dijerat sebagai aktor intelektual yang bertanggung jawab, seperti PSSI selaku federasi maupun PT Arema Aremania Bersatu Berprestasi Indonesia (AABBI) selaku pengelola Arema FC.
Pihak yang dijadikan terdakwa masih tingkat middle (menengah), master mind intelektual aktor, aktor intelektualnya belum tersentuh, seperti PSSI, PT Arema Aremania Bersatu Berprestasi Indonesia, juga eksekutor di lapangan yang menembakkan gas air mata ke tribun 12 dan 13, itu hal-hal yang kemudian tidak datang di persidangan perdana, katanya.
Selain itu, lanjutnya, proses persidangan Tragedi Kanjuruhan seharusnya digelar terbuka. Namun diputuskan untuk dilakukan dengan pola terbuka terbatas.
Hal itu, menurutnya, berarti hanya pihak-pihak tertentu yang diperbolehkan menghadiri persidangan.
Jika terkait alasan keamana, saya kira itu tidak bisa diterima. Petugas mempunyai kemampuan untuk mengendalikan massa, ujarnya.
Sebagai informasi, sidang perdana kasus Tragedi Kanjuruhan yang menyebabkan 135 orang meninggal dunia pascapertandingan antara Arema FC melawan Persebaya Surabaya digelar di PN Surabaya, Senin (16/1/2023).
Dalam persidangan tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan dakwaan terhadap lima terdakwa yakni Ketua Panpel Arema FC Abdul Haris, Petugas Keamanan Kanjuruhan Suko Sutrisno dan Danki 3 Brimob Polda Jawa Timur nonaktif AKP Hasdarman.
Kemudian, Kabag Ops Polres Malang nonaktif Kompol Wahyi Setyo Pranoto dan Kasat Samapta Polres Malang nonaktif AKP Bambang Sidik Achmadi.