Pengadilan Pakistan Bebaskan Terpidana Pemerkosa Usai Kesepakatan Menikahi Korban, Tuai Kemarahan Aktivis HAM

Pengadilan Pakistan Bebaskan Terpidana Pemerkosa Usai Kesepakatan Menikahi Korban, Tuai Kemarahan Aktivis HAM

Nasional | BuddyKu | Jum'at, 30 Desember 2022 - 11:26
share

PAKISTAN - Sebuah pengadilan di Pakistan pada Senin (26/12/2022) membebaskan seorang terpidana pemerkosa setelah disepakati dia akan menikahi korbannya.

Kesepakatan ini membuat marah para aktivis hak asasi manusia (HAM) yang mengatakan keputusan itu berisiko menormalkan kekerasan seksual di negara Asia Selatan itu.

Menurut pengacara korban, Amjad Ali Khan, Daulat Khan, 23, dihukum pada Mei lalu karena memperkosa wanita tuli, 36, pada 2020 di distrik timur laut Swat, provinsi Khyber Pakhtunkhwa.

Pengacara, yang tidak memiliki hubungan keluarga dengan kliennya itu mengatakan, pelaku dijatuhi hukuman penjara seumur hidup dan denda 100.000 rupee (Rp19 juta). Korban kemudian melahirkan seorang anak akibat pemerkosaan itu.

Pada Senin (26/12/2022), Pengadilan Tinggi Peshawar membebaskan Daulat Khan setelah keduanya menikah secara resmi pada awal Desember lalu menyusul penyelesaian di luar pengadilan yang dibuat oleh "jirga" lokal - sebuah dewan pria lanjut usia yang membuat keputusan berdasarkan hukum Syariah.

Syariah juga dikenal sebagai hukum Islam adalah interpretasi teks suci dan tradisi agama yang sangat bervariasi di seluruh dunia Muslim.

Swat adalah distrik yang sebagian besar pedesaan dan konservatif, di mana sikap patriarki dan misoginis yang berurat berakar sering kali brutal tetap lazim. Pada 2012, aktivis dan peraih Nobel Malala Yousafzai ditembak di kepala oleh Taliban Pakistan di Swat karena menentang perintah mereka dengan pergi ke sekolah.

Tidak jarang jirga menyelesaikan kasus di banyak bagian Pakistan tentang apa yang disebut masalah tabu seperti melahirkan di luar nikah. Kritikus telah lama menuduh jirga melanggengkan budaya mempermalukan korban, terutama dalam isu pemerkosaan dan kekerasan seksual.

Merespons hal ini, Komisi Hak Asasi Manusia Pakistan (HRCP) menyebut putusan pengadilan Peshawar sebagai pelanggaran hukum yang berat dan keguguran keadilan.

HRCP mendesak negara untuk mengajukan banding atas putusan tersebut dan menjunjung tinggi komitmennya terhadap hak-hak perempuan, katanya dalam sebuah pernyataan.

Menurut laporan HRCP, pada 2021, lebih dari 5.200 wanita dilaporkan diperkosa di Pakistan. Tetapi para aktivis mengatakan jumlahnya bisa jauh lebih tinggi karena kejahatan tersebut sering dilaporkan karena takut.

Para ahli mengatakan, di Pakistan, masalah ini diperparah dengan korupsi di pengadilan dan di kepolisian.

Menurut Lembaga Bantuan Hukum, sebuah organisasi non-pemerintah yang memberikan bantuan hukum kepada orang-orang yang kurang mampu, sekitar 60% korban perkosaan mencabut klaim mereka, sebagian besar karena kurangnya pemberdayaan dalam menghadapi sistem peradilan negara yang sangat cacat.

Pada Desember 2020, Pakistan memperketat undang-undang pemerkosaannya untuk membentuk pengadilan khusus untuk mengadili kasus-kasus dalam waktu empat bulan dan memberikan pemeriksaan medis kepada perempuan dalam waktu enam jam setelah pengaduan diajukan.

Tetapi para aktivis mengatakan Pakistan terus mengecewakan perempuan di sana dan tidak memiliki undang-undang nasional yang mengkriminalkan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), membuat banyak wanita rentan terhadap penyerangan.

Pada Februari lalu, saudara laki-laki dari bintang media sosial yang terbunuh, Qandeel Baloch, dibebaskan oleh pengadilan banding Pakistan, tiga tahun setelah dia dihukum karena membunuhnya dengan alasan menghina keluarga.

Apa yang disebut "pembunuhan demi kehormatan" di Pakistan biasanya melibatkan pembunuhan seorang wanita oleh seorang kerabat yang percaya bahwa dia telah mempermalukan keluarga. Pada saat pembunuhan Baloch, hukum Pakistan mengizinkan keluarga korban untuk mengampuni seorang pembunuh yang dihukum.

Topik Menarik